Tuesday, September 22, 2015

SIMULASI PENEBANGAN POHON DAN PENYARADAN KAYU

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Hutan di Indonesia kaya akan hasil hutan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentigan manusia, baik hasil kayu maupun non kayu. Kegiatan pengusahaan hutan saat ini semakin mengalami peningkatan terutama untuk hutan produksi. Masih sangat banyak manfaat lain yang tetap harus dijaga keberlanjutannya. Berbagai upaya yang ditujukan bagi tetap berlangsungnya keberadaan manfaat dan fungsi hutan terus dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat pada umumnya.
Spurr (1973), mendefinisikan bahwa hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan iklim setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.
Saat ini, kelestarian hutan yang ada di Indonesia semakin terancam apalagi jika pemanenan hutan tidak dilakukan secara bijaksana dan tanpa perencanaan matang yang mempertimbangkan adanya dampak-dampak terutama dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dari kegiatan pemanenan hutan. Perencanaan yang baik dan tepat sangat diperlukan dalam kegiatan pemanenan hutan agar pelaksanaan pengelolaan hutan dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan, yaitu sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian dimana hutan selalu ada, produksi selalu ada, dan kondisinya selalu baik.

1. 2 Tujuan
Mengetahui cara-cara dan tahapan perencanaan pemanenan hutan secara lestari, dengan memperhatikan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan.



II. METODE PRAKTIKUM

2. 1 Alat dan Bahan
2. 1. 1 Pemetaan Pohon
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah meteran, meteran jahit, tali tambang, kompas, walking stick, buku lapang, alat tulis, kertas milimeter blok ukuran 1x1 m, penggaris, dan spidol. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah semua jenis pohon yang terdapat di Arboretum Fahutan.
       2. 1. 2  Perencanaan TPn dan Jalan Sarad Arah Rebah Pohon
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini, antara lain peta pohon skala 1:100, alat tulis, spidol, dan penggaris. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah semua jenis pohon di Arboretum Fahutan.
2. 1. 3 Simulasi Penebangan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini, antara lain peta pohon skala 1:100, alat tulis, kapur, busur, spidol, penggaris, buku lapang, dan data diameter pohon komersial. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah semua jenis pohon di Arboretum Fahutan.
2. 1. 4 Perencanaan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah peta pohon skala 1:100, kompas, alat tulis, kalkulator, penggaris, dan buku lapang. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah semua jenis pohon di Arboretum Fahutan.
2. 1. 5 Pengukuran Dampak Penebangan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini, antara lain peta pohon skala 1:100, alat tulis, kalkulator, meteran, dan buku lapang. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah semua jenis pohon serta permudaannya di Arboretum Fahutan.
2. 2 Prosedur Kerja
2. 2. 1  Pemetaan Pohon
a.    Luas arboretum fahutan dihitung dengan membagi menjadi lima petak bagian yang dibatasi dengan tali tambang dan ditandai dengan meteran.
b.    Menentukan titik 0 pada sisi terluar arboretum fahutan.
c.    Penentuan Inventarisasi pohon mulai dari tingkat semai, pancang, tiang, sampai tingkat pohon.
Ø Untuk semai dan pancang dihitung jumlahnya.
Ø Untuk pohon dan tiang pencatatan terdiri dari  jenis pohon, diameter, tinggi total, dan proyeksi tajuknya.
d.   Data dari tiap petak yang telah didapat, kemudian digambar pada millimeter blok dengan skala 1:100 lengkap dengan arah angin, dan legendanya.
2. 2. 2 Perencanaan TPn dan Jalan Sarad Arah Rebah Pohon
a.    Penentuan letak TPn dipilih berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati.
b.    Gambarkan letak TPn tersebut pada peta pohon.
c.    Pembuatan jalan sarad dilakukan dengan mempertimbangkan letak pohon yang akan ditebang, tidak terlalu jauh dari jalan sarad dan dampak yang mungkin ditimbulkan dari pembuatan jalan sarad, misalnya seperti banyaknya permudaan pohon yang akan mati akibat pembuatan jalan sarad.
d.   Dari tiap pohon yang akan ditebang dibuat arah rebah menuju jalan sarad yang terdekat.
2. 2. 3 Simulasi Penebangan
a.    Menentukan letak pohon komersial yang sesuai pada peta pohon Arboretum Fahutan dengan skala 1:100.
b.    Pengecekan terhadap kondisi batang, kondisi kemiringan tajuk, permudaan yang berada di sekitar pohon, dan topografi di sekitar pohon tersebut.
III. HASIL

                                   



Arah Rebah  : 317o
Diameter      : 47,7 cm
Tinggi Total :18,9 m




(Gambar Pohon Tidak Silindris)



IV. PEMBAHASAN

Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomassa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat (Suparto 1999). Adapun menurut Conway (1978), pemanenan kayu (hutan) merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan dan pengolahan kayu.
Dalam praktikum yang lalu, praktikan memilih 3 individu pohon dengan bentuk yang berbeda. Salah satu dari ketiga pohon memiliki bentuk yang tidak silindris. Jarak pohon yang dipilih satu dengan yang lainnya berdekatan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari proses penebangan kayu. Salah satu diantaranya adalah untuk meminimalkan areal yang harus dibersihkan sebelum proses penebangan kayu. Jarak antar pohon yang ditebang akan berbanding lurus dengan luasan arel yang harus dibersihkan sebelum penebangan. Semakin dekat jarak antar poho yang akan ditebang, maka semakin sedikit luasan areal yang harus dibersihkan sebelum penebangan.
Adapun pohon pertama yang ditebang adalah pohon yang terletak pada koordinat (57;25,3)  di peta perencanaan pemanenan hutan. Pohon ini memiliki diameter 38,21 centimeter dengan tinggi total 15,20 meter. Arah sudut rebah dari pohon pertama ini adalah 325o. Pertimbangan pertama mengenai alasan diambilnya sudut demikian adalah faktor tajuk terpanjang yang mengarah kepada sudut yang sama. Hal ini dimaksudkan agar sewaktu pohon rebah, maka dampak negatif yang ditimbulkannya tidak terlalu signifikan. Faktor selanjutnya yaitu jumlah anakan yang dikorbankan lebih sedikit dibandingkan jika memilih sudut yang lain. Adapun jumlah anakan yang dikorbankan yaitu sebanyak 38 anakan yang mayoritas berupa semai.
Selanjutnya pohon kedua yang ditebang yaitu pohon yang berada pada koordinat di (58;26) peta perencanaan pemanenan hutan. Setelah areal pohon pertama tadi bersih, maka selanjutnya rencana penebangan beralih fokus pada pohon 2. Pohon ini memiliki diameter sebesar 35,98 centimeter dan tinggi total 18,20 meter. Sementara itu arah rebah yang ditentukan adalah dengan sudut 327o. Alasan pemilihan sudut rebah yang pertama adalah untuk memperkecil dampak negatif yang akan ditimbulkan, terlebih bagi permudaan pohon yang mati akibat rebahan pohon yang akan ditebang. Jika memilih sudut lain, maka akan mengorbankan lebih banyak permudaan pohon. sedangkan jika memilih sudut yang telah ditentukan tersebut maka hanya ada 14 anakan yang akan mati.
Adapun pohon terakhir yang akan ditebang adalah pohon yang memiliki tekstur yang tidak silindris. Pohon ini berada pada koordinat (59,3;22) di peta perencanaan pemanenan hutan. Pemilihan pohon yang tidak silindris ini dilakukan untuk mempelajari teknik penebangan pohon yang baik sesuai kaidah yang ada. Pohon yang tidak silindris cenderung akan sulit ditentukan sudut rebahnya. Untuk itu, praktikan memilih salah satu pohon ini untuk simulasi penebangan dengan menggunakan perhitungan yang tepat, terlebih untuk dampak negatif yang akan ditimbulkannya. Pohon ini memiliki diameter 47,70 centimeter dengan  tinggi total 18,9 meter. Sementara itu sudut rebah yang dipilih adalah 317o. Jumlah anakan yang mati tertindih rebahan pohon  adalah 33 anakan yang kebanyakan berupa semai.
Menurut Prastowo (1980), faktor faktor yang menentukan arah rebah diantaranya adalah pertama lapangan tebangan. Sedapat mungkin tidak merebahkan kayu pada tempat yang tidak rata dan tempat yang belum bersih dari kayu-kayu atau tungak-tunggak dan bebatuan besar. Kedua, tajuk pohon dan letak pohon-pohon lain harus diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada pohon-pohon yang tidak ditebang. Ketiga, arah rebah harus diatur dengan mempertimbangkan tempat pengumpulan. Terakhir, yaitu memperhatikan keselamatan penebang.
Sementara itu, arah evakuasi juga ditentukan dengan arah 120o dari arah rebah. Dilihat dari arah rebah ketiga pohon didapatkan arah evakuasi pada simulasi penebangan adalah arah 197-207o. Penentuan arah rebah dimungkinkan dengan cara membuat takik rebah dan takik balas. Takik rebah adalah suatu takik pada kaki pohon yang meniadakan tunjangan pada titik kaki itu dibuat (Suparto 1979). Sementara itu takik balas adalah kerataan yang dibuat dengan gergaji dibelakang takik rebah (Prastowo 1980). Dengan demikian, takik balas dapat bertindak sebagai kemudi untuk turut serta membantu mengarahkan rebahnya pohon pada arah yang diarahkan. Kedalaman takik rebah berkisar antara 1/3-1/4 diameter batang dengan sudut 45o. Sedangkan takik balas dibuat dengan ketinggian sekitar 1/10 diameter batang diatas takik rebah (Brown 1949).
Pohon yang telah ditebang, harus dipindahkan menuju ke tempat pengumpulan (TPn), harus dilakukan penyaradan. Penyaradan adalah pemindahan kayu dari tunggak/petak tebang menuju tempat pengumpulan (TPn) atau landing. Jalan sarad ditentukan pada lapangan dengan mempertimbangkan efisiensi sumberdaya yang digunakan ketika penyaradan, baik waktu, tenaga dan biaya, serta pertimbangan dari segi aspek ekologi seperti pertimbangan terhadap kondisi tanah, lokasi satwa dan vegetasi lainnya. Luas jalan sarad bergantung pada alat sarad yang digunakan, pembukaan jalan sarad dengan metode pemikulan tentunya berbeda dengan pembukaan jalan  sarad dengan alat sarad berupa traktor maupun alat lainnya. Pada penebangan ketiga pohon yang dipilih, jalur sarad tidak mutlak ditetapkan pada satu jalur saja karena jarak antara pohon yang telah rebah dengan lokasi Tempat Pengumpulan (TPn) cukup dekat, berkisar antara  5-10 meter. penyaradan merupakan langkah transport minor pada pemanenan hutan, transport mayor dilakukan setelah penyaradan ke TPn dilakukan. Rangkaian transport mayor adalah pemindahan log dari TPn menuju ke end point, baik TPk maupun logyard pada industri.


V. KESIMPULAN
            tahapan pemanenan diawali melalui inventarisasi pohon, kegiatan ini penting untuk menentukan jenis pohon yang memiliki nilai komersial yang tinggi, penentuan arah rebah, dan jalur penyaradan. Arah rebah pohon dipengaruhi oleh lapangan tebangan, posisi tajuk dan tumbuhan bawah, tempat pengumpulan dan keselamatan kerja.  Jalur penyaradan dipengaruhi oleh lokasi TPn dan permudaan pohon dalam melakukan penyaradan.

DAFTAR PUSTAKA

Brown NC. 1949. Logging: The Principle of Method of Harvesting Timber in the United States and Canada. New York: John Wiley & Sons.
Conway S. 1978. Logging Practices Principles of Timber Harvesting System. Washington: Miller Preeman Publication, Inc.
Prastowo H. 1980. Pedoman Pelaksanaan Teknik Tebangan Untuk Hutan Jati. Tidak diterbitkan.
Suparto RS. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

_________. 1999. Pemanenan Kayu. Bogor: IPB Press.

0 comments:

Post a Comment