Tuesday, September 22, 2015

PENGELOLAAN PENANGKARAN BURUNG DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM (MBOF) CILUER, BOGOR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Meningkatnya kebutuhan manusia terhadap pemanfaatan satwa liar baik dalam hal pemanfaatan sebagai objek rekreasi, sarana pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan suatu produk yang bernilai tinggi memberikan dampak terhadap jumlah satwa liar yang terdapat di alam, sehingga memunculkan suatu inovasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan tersebut dengan membuat menejemen pengelolaan satwa di penangkaran dengan melakukan pengembangbiakan, baik satwa yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi. 
Menejemen pengelolaan ini telah banyak berkembang dan menjadi suatu inovasi yang baik untuk menjaga serta meningkatkan kelestarian satwa baik di alam maupun tidak di alam. Salah satu jenis burung yang menjadi fokus beberapa publik adalah kakak tua kecil jambul kuningsecara keseluruhan memiliki populasi yang berlimpah denganpenyebaran yang luas dipusat Kepulauan Indonesia pada abad ke sembilanbelas dan jumlah ini mampu bertahan dengn baik sampai sebelum adanya perdagangan komersil secara internasional sekitar dekade 1970-an, pada akhir dekade 1980-terlihat adanya penurunan populasi yang sangat tajam dan mengakibatkan seluruh populasi terancam (Collar dan Adrew ; Andrew dan Ho;mes 1990 dalam Birdlife International 2001).
Usahan pemeliharaan dan pemanfaatan satwa liar telah banyak dilakukan di indonesia. Namun, tidak banyak dari beberapa penangkaran yang berhasil mengembangbiakkan satwa  yang ditangkarkannya, karena dalam pengelolaannya sangat diperlukan dari berbagai aspek diantaranya dari aspek pakan menjadi faktor pembatas bagi perkembangbiakan satwa tersebut, serta aspek kesehatan satwanya.
Keberhasilan suatu kegiatan penangkaran sangat berkaitan erat dengan aspek-aspek manajemen penangkaran dan prinsip kesejahteraaan satwa. Aspek-aspek manajenen penangkaran sangat penting untuk diketahui dalam keberhasilan penangkaran satwa. Dalam melakukan penangkaran satwa diperlukan informasi mengenai bibit, manajemen penangkaran, manajeman pakan, manajemen reproduksi, manajemen kesehatan, dan adaptasi terhadap satwa yang akan dilakukan upaya konservasi eksitu (penangkaran).  Informasi-informasi tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dalam penangkaran satwa, karena sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penangkaran tersebut. Penangkaran yang memiliki kriteria baik merupakan penangkaran yang memiliki manajemen pengelolaan penangkaran yang baik. Hal tersebut merupakan aspek terpenting dalam sebuah pengelolaan penangkaran. Penangkaran yang baik dapat dilihat dari kondisi satwa yang ditangkarkan. Untuk mengetahui kriteria suatu penangkaran yang baik, maka dilakukan pengamatan langsung dan analisis untuk mendapatkan informasi mengenai manajemen pengelolaan penangkaran burung Mega Bird and Orchid Farm (MBOF).

1.2  Tujuan
Praktikum yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek pengelolaan penangkaran di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penangkaran
Penangkaran merupakan semua kegiatan yang berkaitan dengan budidaya flora dan fauna liar dan pengelolaannya menyangkut usaha mengumpulkan bibit, mengembangbiakan, memelihara, membesarkan dan restocking dengan tujuan mempertahankan kelestarian satwaliar dan tumbuhan alam tersebut, maupun memperbanyak populasinya untuk memenuhi kebutuhan manusia (Direktorat Jendral PHPA 1985).
Penangkaran diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam, bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan yang meliputi pula kegiatan mengumpulkan bibit atau induk, pembiakan atau perkawinan atau penetasan telur, pembesaran anak, serta “restocking” atau pemulihan populasinya di alam (Thohari 1987). Berdasarkan atas tujuannya, penangkaran dapat dibedakan dua macam, yakni penangkaran yang ditujukan untuk melestarikan jenis-jenis satwa yang berada dalam keadaan langka yang akan segera punah apabila perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Thohari 1987).

2.2 Manajemen Penangkarang
Penangkaran merupakan semua kegiatan yang berkaitan dengan budidaya flora dan fauna liar beserta pengelolaanya yang menyangkut kegiatan usaha pengumpulan bibit, mengembangbiakan, memelihara, membesarkan, dan restocking, yang bertujuan untuk melestarikan satwa liar dan tumbuhan liar maupun memperbanyak populasinya untuk meningkatakan kesejahteraan masyarakat (Anonim 1985).
Berdasarkan tujuannya, kegiatan penangkaran dibagi menjadi dua, yaitu penangkaran untuk tujuan konservasi dan penangkaran untuk tujuan pemanfaatan (Helvoort 1986). Perbedaan antara kegiatan penangkaran untuk tujuan konservasi dan untuk tujuan pemanfaatan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Antara Kegiatan Penangkaran Untuk Tujuan Konservasi dan Kegiatan Penangkaran Untuk Tujuan Pemanfaatan
ASPEK
TUJUAN KONSERVASI
TUJUAN PEMANFAATAN
OBJEK
1.  Satu populasi dan ciri-cirinya
2.  Jenis anak
3.  Jumlah individu total (N) besar
1.  Beberapa individu dan ciri-cirinya
2.  Ras (varietes, forma)
3.  Jumlah individu total yang dimanipulasikan (N) terbatas/terkecil
SASARAN
1.  Liarisasi
2.  Tidak merubah jenis
3.  Non komersil
4.  Pengendalian kepada alam asli
1.  Domestikasi
2.  Perubahan dalam arti menciptakan ras, forma dan lain-lain
3.  Komersil (terutama segi kuantitasnya)
4.  Terkurung untuk selama-lamanya (kontrol oleh manusia)
MANFAAT
1.  Mempertahankan stabilitas ekosistem
2.  Meningkatakan nilai keindahan alam
1. Memenuhi kebutuhan material (protein, kulit dan lain-lain)
2. Memenuhi kebutuhan batin dan sosial (bururng berkicau, anjing)
JANGKA
WAKTU
Selama-lamanya
Pendek sampai sedang (1-250 tahun)
METODE
1.  Mempertahankan sex ratio
2.  Menjaga jumlah keturunan perpasangan agar populasi tidak didominasi oleh keturunan tertentu
3.  Penentuan pasangan secara acak
4.  Menghindari in breeding
5.  Sejauh mungkin menghindari mutasi
1.  Menerapkan teknik canggih seperti inseminasi buatan, pembelahan embrio dan lainnya
2.  Meningkatkan jumlah keturunan yang mau kawin
3.  Penyusunan pasangan ditentunkan oleh citi-ciri di jantan
4.  Mengembangkan suatu galur murni dengan homozigositas yang tinggi melalui inbreeding berturut-turut
5.  Melakukan mutasi dengan radiasi (memasukan gen-gen asing dalam kromosm) guna memperbanyak bahan baku seleksi buatan

Menurut Anonim (1985), rumusan mengenai kegiatan penangkaran, yaitu penangkaran secara intensif dan penangkaran secara ekstensif. Penangkaran secara intensif, yaitu mengarah pada perternakan satwa liar (Game ranching). Ciri penangkaran secara intensif, yaitu semua sarana dan prasarana disediakan oleh pengelola dan mengendalikan kerja manusia untuk memberikan makanan dan minuman, sedangkan ciri penangkaran secara ekstensif, yaitu hanya menyediakan hijauan atau menanam hijauan. Sistem penangkaran secara ekstensif ini dapat dilakukan pada habitat dimana jenis tersebut berkembang.
Menurut Anonim (1985), hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan usaha penangkaran, antara lain:
  1. Mencari tempat penangkaran yang cocok agar dapat dilakukan pengelolaan dengan baik, ditinjau dari lokasi untuk pelepasan ke alam dan pemanfaatan bibit untuk kepentingan usaha.
  2. Mengetahui dengan benar ketersediaan di alam dan status populasinya.
  3. Kesiapan teknologi yang sudah dikuasai untuk penangkaran agar usaha penangkaran yang dilakukan bisa berhasil.
  4. Kesiapan perangkat kebijaksanaan dan sistem pengendalian pengawasan.
  5. Faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat setempat yang akan terlibat didalamnya.
Menurut Helvoort (1988), keberhasilan kegiatan penangkaran satwaliar apabila teknologi reproduksi jenis satwa tersebut telah dikuasai. Artinya, usaha penangkaran telah berhasil mengembangbiakan jenis satwa yang ditangkarkan dan satwa hasil tangkaran tersebut berhasil bereproduksi di alam bebas serta dapat menghindari terjadinya Inbreeding di dalam penangkaran.
Menurut Anonim (1985), dalam usaha pengembangan suatu usaha penangkaran satwaliar diperlukan beberapa komponen, antara lain:
  1. Tenaga ahli yang terdidik, baik dibidang teknik penangkaran atau yang berhubungan dengan sifat biologi satwa yang ditangkarkan.
  2. Modal yang cukup kuat dan lancar.
  3. Pemasaran yang baik dan usaha Restocking.
  4. Pemantauan terhadap satwaliar yang ditangkarkan.
Menurut Masy’ud  (2007) perkandangan harus memperhatikan syarat teknis yang meliputi terisolisir dan jauh dari predator, dibuat pada tempat yang tinggi, hindari ditempat terbuka dan diusahakan banyak pelindung seperti pohon, dan arah kandang diusahakan menghadap timur-barat agar pengoptimalan sinar matahari. Selain sebagai tempat hidup atau tempat peliharaan satwa, kandang juga memiliki fungsi untuk:
a.       Menyediakan ruang hidup atau pergerakan bagi satwa yang ditangkarkan.
b.      Melindungi satwa dari panas matahari, dingin, angin dan hujan.
c.       Melindungi satwa dari bahaya atau gangguan dari luar seperti predator dan pencuri.
d.      Memudahkan manajemen. Dengan adanya kandang, maka pihak pengelola akan lebih mudah melakukan pengawasan, penangkapan atau pemberian pakan, perawatan kesehatan, reproduksi, dan sebagainya.
Menurut Thohari (1987) dalam proses penangkaran teknologi yang diperlukan mencakup aspek yang sangat luas yaitu meliputi perkandangan, makanan, reproduksi, kesehatan dan kegiatan pasca panen. Suatu penangkaran dikatakan berhasil apabila teknologi reproduksi satwa tersebut telah dikuasai dan satwa yang ditangkarkan dapat dikembangbiakkan dengan baik.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum
   Praktikum pengelolaan penangkaran burung dilakukan pada hari senin tanggal 20 Mei 2013 pukul 13.00-17.00 WIB di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengelolaan penangkaran burung yaitu alat tulis, kamera, dan studi literatur. Sedangkan objek yang digunakan yaitu burung yang ada di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.

3.3 Metode Pengambilan Data
            Metode pengumpulan data yang digunakan pada praktikum pengelolaan penangkaran burung yaitu dengan data primer dan data skunder. Data primer diproleh dengan cara observasi langsung ke lokasi praktikum dan wawancara pengelola penangkaran burung di MBOF. Observasi langsung dilakukan dengan mencari informasi aspek-aspek pengelolaan penangkaran burung meliputi sumber bibit, manajemen kandang, manajemen reproduksi, manajemen perkawinan dan manajemen pemanenan, serta kendala yang dihadapi dalam melakukan peangkaran burung. Sedangkan data skunder meliputi studi pustaka yakni dengan memperoleh data dari berbagai sumber diantaranya, buku, jurnal, maupun laporan ilmiah lainnya mengenai aspek-aspek pengelolaan burung.

3.4  Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Data dianalisis dengan mendeskripsikan mengenai aspek-aspek pengelolaan burung di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1     Aspek Umum
Penangkaran Mega Bird Farm didirikan pada tahun 1996 berdasarkan hobi pengelola dalam memelihara burung khususnya burung-burung berkicau. Pada tahun 2010, lokasi ini berganti nama menjadi Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) yang kemudian disahkan dan diakui oleh pemerintah berdasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal PHKA. Awalnya penangkaran ini hanya memiliki berberapa jenis burung. Namun seiring berjalannya waktu jumlah burung yang ditangkarkan semakin bertambah dan beragam. Beberapa jenis burung yang ditangkarkan di MBOF adalah sebagai berikut:
Tabel 1.  Beberapa jenis burung yang ditangkarkan di MBOF
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Cucak rawa
Pycnonotus zeylanicus
2
Gelatik jawa
Padda oryzivora
3
Kakatua raja
Probosciger atterimus
4
Merak hijau
Pavo muticus
5
Merak biru
Pavo cristatus
6
Cendrawasih kuning kecil
Paradisaea minor
7
Jalak bali
Leucopsar rothschildi
8
Beo nias
Gracula religiosa
9
Rangkong badak
Buceros rhinoceros

Selain burung terdapat juga mamalia kecil di MBOF, yaitu: Marmoset (Callithrix jacchus) dan Tarsius Sulawesi (Tarsius tarsier). Sedangkan vegetasi yang ada diantaranya rambutan (Nephelium lappaceum), jambu air (Syzygium aqueum), mangga (Mangifera indica), jambu biji (Psidium guajava), pisang (Musa sp.), dan pepaya (Carica papaya).
Sumber bibit terbagi atas tiga macam, yaitu sumber yang berasal dari alam, sumber yang berasal dari penangkaran, dan determinasi sex (Setio 1997). Sumber bibit burung yang ditangkarkan berasal dari alam dan kemudian dibesarkan di MBOF. Daerah sumber bibit dapat berasal dari dalam negeri (Jawa, Sumatera, Kalimantan,papua) maupun luar negeri (amerika selatan). Selai itu burung juga didapatkan dari sumbangan Taman Safari Cisarua Bogor, penjual burung, dan para pencinta burung. Keseluruhan sumber bibit burung di penangkaran  MBOF memiliki ijin atau surat penangkaran. Jenis burung yang ada di penangkaran MBOF sebanyak 87 spesies. Spesies tersebut terdiri atas spesies burung kicauan, burung paruh bengkok dan spesies burung langka (CITES).
Setiap burung yang ditangkarkan dilakukan pencatatan untuk mendukung teknis pengelolaan. Burung yang berhasil dibersarkan diberi penomeran dan diberi cincin. Data dasar yang dimiliki tiap burungnya: nama latin, nama umum, daerah asal, dan status satwa. Untuk pencatatan harian data yang diambil adalah kelahiran dan kematian serta kesehatan satwa.

4.2     Aspek Kandang
Kandang merupakan salah satu syarat yang diperlukan di dalam penangkaran burung. Dalam membuat kandang tergantung dengan jenis burung yang akan ditangkarkan, selain itu juga harus disesuaikan dengan jumlah burung yang ada atau akan direncanakan dalam penangkaran (Setio  1996).
Persyaratan lokasi kandang penangkaran burung menurut Setio dan Takandjandji (2007), yaitu:
a.       Berada pada tempat yang bebas banjir pada musim hujan.
b.      Jauh dari keramaian dan kebisingan,
c.       Berada pada tempat yang mudah diawasi dan mudah dicapai,
d.      Tidak terganggu oleh polusi udara (debu, asap, bau gas),
e.       Tidak berada pada tempat yang lembab, becek, dan tergenang air.
f.       Di dalam kandang hendaknya ditanami pohon-pohon pelindung agar terasa sejuk dan burung merasa seperti di habitat alaminya.
g.      Terisolasi dari pengaruh binatang atau ternak lain.
h.      Tersedianya sumber air yang cukup untuk minum dan mandi burung serta untuk pembersihan kandang.
i.        Mudah untuk mendapatkan pakan dan tidak bersaing dengan manusia.  
Jenis kandang yang ada di MBOF cukup lengkap dan baik. Kandang tersebut terdiri dari kandang peraga, kandang reproduksi, kandang pemeliharaan dan inkubator untuk membantu penetasan.Kandang peraga merupakan kandang terluas dalam penangkaran ini, berberapa jenis burung tampak bebas bercampur. Untuk kelengkapannya kandang menyesuaikan fungsinya masing-masing. Sarana bagi satwa yang dapat dijumpai di semua jenis kandang adalah tempat makan dan minum serta tempat untuk bertengger. Secara garis besar system perkandangan di MBOF sudah cukup baik dengan topografi datar, dan tersedia vegetasi yang sesuai sehingga satwa dapat hidup dengan baik; ketersediaan makanan, air, dan cover; serta luasan yang cukup.
Jenis kandang burung yang ada di MBOF yaitu terbagi kedalam beberapa bagian yaitu kandang karantina, kandang perkawinan, kandang umbaran, kandang peraga, kandang inkubator, dan kandang pemeliharaan. Kandang inkubator berfungsi untuk menetaskan telur dan merawat anak burung yang baru menetas hingga dapat makan ataupun terbang. Kandang umbaran  digunakan untuk burung yang akan mencari jodohnya. Konstruksi kandang penangkaran yang ada di MBOF terbuat dari batako, kawat ram, dan kayu. Kandang peraga, kandang pemeliharaan, dan kandang umbaran terletak di bagian luar, sedangkan kandang kawin terletak di bagian dalam. Kandang kawin lebih tertutup daripada kandang lainnya karena bertujuan untuk keberlangsungan perkawinan dan tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Serta ukuran kandangnya pun berbeda-beda tergantung jenis burung yag di tangkarkan.
Fasilitas yang terdapat di MBOF adalah tempat bertengger yang terbuat dari batang pohon sehingga tampak alami, tempat makan dan minum terbuat dari plastik agar pengelola lebih mudah dalam melakukan pembersihan tempat minum, dan ada beberapa kandang yang terdapat tempat bersarang.
Kegiatan perawatan kandang di MBOF meliputi pembersihan kandang dari feses burung, sisa-sisa makanan burung, daun-daun kering, pembersihan tempat makan dan minum burung, serta pergantian dan perbaikan kawat ram atau besi yang sudah rusak. Kegiatan pembersihan kandang dilakukan secara rutin setiap dua kali dalam sehari. Hal ini dilakukan untuk menghindarin timbulnya serangan berbagai penyakit sebagai akibat dari kandang yang kotor (Setio dan Takandjandji 2007).

4.3     Aspek Pemeliharaan
Setelah burung tersebut melakukan perkawinan, pasangan burung tersebut dipisahkan di kandang pembiakan hingga proses pembuahan/fertilisasi. Setelah induk betina menghasilkan telur, ada beberapa metode pemeliharaan telur yang dilakukan oleh petugas diantarannya membiarkan telur tersebut dipelihara oleh induk burung tersebut hingga telur tersebut menetas dan menghasilkan individu baru setelah itu anak burung tersebut dibiarkan beberapa hari lalu menjalani penyapihan. Ada pula pada saat induk betina menghasilkan telur, telur tersebut segera dipisahkan dari induk lalu dibawa ke ruang penetasan. Pemeliharaan anak burung tersebut dipantau perkembangannya setiap hari sejak dihasilkan telur, proses pembuahan, hingga proses penetasan

4.4     Aspek Pakan
Jenis pakan yang biasanya diberikan oleh pengelola di penangkaran MBOF yaitu buah-buahan seperti papaya dan pisang, pur dan sayuran. Jenis pakan ini diberikan disesuaikan dengan jenis burung dihabitat aslinya. Burung paruh bengkok di penangkaran MBOF diberikan pakan seperti toge, wortel, kacang tanah, biji matahari dan jagung yang dicacah dan kemudian dicampurkan. Burung tototaukan oleh pengelola diberikan pakan seperti papaya, pisang, anggur, dan ditambah dengan tahu. Penambahan tahu bertujuan agar burung tototaukan tidak terkena diare (mencret).
Sumber pakan yang diberikan pada satwa-satwa burung di penangkaran MBOF berasal dari distributor tetap, yang menyediakan pakan burung-burung yang ada di penangkaran MBOF. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan pakan sebesar Rp. 1.000.000,- setiap kali membeli pakan burung dan dalam satu bulan biaya dibutuhkan untuk merawat burung-burung tersebut sekitar Rp. 29.000.000,-. Pengelola juga menanam buah papaya sendiri di penangkarannya, hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pakan satwa dan menghindari agar tidak terjadi kekurangan pakan pada satwa burung yang ditangkarkan. Pemberian pakan dilakukan secara rutin dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari. Pada air minum yang diberikan oleh pengelola biasanya ditambahkan vitamin dan air yang diberikan berasal dari air kran langsung. Hal ini bertujuan untuk menghindari sakit pada burung yang ditangkarkan.

4.5     Aspek Reproduksi
Cara penjodohannya yaitu dengan beberapa betina dimasukkan/disatukan dengan seekor jantan dalam satu kandang lalu diamati pembentukan pasangan , jika terbentuk pasangan maka pasangan tersebut dapat dipisahkan pada kandang pembiakkan atau brung betina yang tidak dipilih oleh jantan dikeluarkan dari kandang tersebut misalnya pada burung merak biru (Pavo cristatus). Pengaturan perkawinan/metode perkawinan burung dilakukan secara alami dan buatan. Cara alami yang digunakan yaitu secara bebas yakni dengan membiarkan burung jantan dan betina dibiarkan kawin secara alami sesuai kesiapannya. Selain dengan cara alami, metode perkawinan burung dilakukan dengan bantuan teknologi reproduksi yaitu dengan penambahan hormon reproduksi yang diberikan pada burung jantan maupun betina ataupun dengan memberikan pakan jangkrik yang berguna untuk meningkatkan hormon reproduksi.
Untuk membantu burung berkembang biak maka diberikan perlakuan oleh pihak pengelola. Untuk berberapa jenis burung tertentu yang berjumlah cukup melimpah seperti love bird, pihak MBOF akan melepas jenis burung tersebut sebanyak jumlah tertentu (biasanya 10) yang terdiri dari jantan dan betina dan membebaskannya untuk memilih pasangan masing-masing. Untuk jenis-jenis tertentu perkawinan tiap burungnya akan ditentukan tiap pasangnya sehingga dapat memberikan keturunan yang terbaik. Diberikan juga makanan dengan komposisi tertentu untuk meningkatkan nafsu untuk bereproduksi.
Dalam hal pembesaran anakan, pihak MBOF menyediakan incubator untuk membantu proses penetasan telur. Pihak MBOF juga membantu sebagian besar anakan dengan membantu memberi pakan khusus.

4.6     Aspek Pemanenan
Burung yang berada di MBOF dipanen pada waktu yang berbeda-beda sesuai kebutuhan. Rata-rata burung yang dikirim ke luar penangkaran adalah diatas usia 3 tahun. Untuk memperoleh hasil panen optimal (kehilangan minimal, kerusakan minimal, dan Standar mutu tinggi), mengikuti berberapa persyaratan sebagai berikut : Tepat waktu, tepat cara, dan tepat sarana. Burung yang telah siap dipasarkan akan dipindahkan ke wadah tersendiri, berupa peti kayu yang disesuaikan dengan ukuran burung yang akan  dikirim. Dalam wadah tersebut diberi tempat minum dan burung dibuat dalam kondisi senyaman mungkin. Tiap hari jumlah burung yang siap untuk dikemas dan dipasarkan rata-rata 10 ekor, baik untuk pemesanan dalam atau ke luar negeri.

4.7  Produktivitas Penangkaran
     Manajemen produktivitas merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu penangkaran. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi fisik dan mental burung yang berada di suatu penangkaran. Beberapa aspek penting pada manajemen produktivitas yaitu :

a)   Tingkat keberhasilan
Tingkat keberhasilan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan bahwa suatu penangkaran baik dan layak keberadaannya (Gitta 2011). Hal tersebut dappat dilihat dalam persentase. Tingkat keberhasilan induk burung menghasilkan keturunan hingga menetas cukup baik. Menurut pengelola, persentase tingat keberhasilan burung secara umum hingga menghasilkan individu baru yaitu sekitar 70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penangkaran burung MBOF memiliki manajemen produktivitas penangkaran yang baik.

b)      Faktor keberhasilan
Penangkaran burung MBOF menunjukkan tingkat keberhasilan dalam manjemen produktivitasnya yaitu sebesra 70%, hal tersebut berkaitan dengan adanya faktor keberhasilan produktivitas penangkaran. Faktor keberhasilan penangkaran tersebut dikarenakan manajemen pengelolaan penangkaran burung MBOF tersebut berjalan dengan baik sehingga memberikan hasil yang baik pula. Faktor keberhasilan tersebut tercermin dalam hal pemberian pakan secara teratur yaitu pada pagi dan sore hari beserta pemberian air minum, komposisi pakan yang sesuai dan seimbang, manajemen perkandangan yang baik dengan cara pemebrsihan kandang 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, pengecekan kesehatan burung setiap hari, bibit burung tersebut berasal dari induk yang sehat fisik dan genetik/tidak cacat. Faktor keberhasilan dapat dilihat pula pada kondisi burung yang ada di penangkaran MBOF. Kondisi burung-burung yang berada di MBOF terlihat senang dan sejahtera.



KESIMPULAN

Secara keseluruhan Manajemen Penangkaran Burung di MBOF cukup baik. Jika dilihat dari aspek umum yang ada maka burung-burung yang berhasil ditangkarkan dapat berkembang baik dari segi ekonomi (jenis burung untuk kontes dan yang disukai pecinta burung) maupun dari segi ekologi (konservasi jenis yang sukar ditemui di alam). Sistem perkandangan yang ada juga sudah mendukung kesejahteraan satwa. Kebersihan dan kelengkapan sudah terpenuhi.
Untuk perkembangan satwa pihak pengelola juga memberikan bantuan dalam Sistem Manajemen Reproduksi. Hal-hal yang dilakukan oleh pihak MBOF dalam aspek reproduksi adalah: Pemilihan Bibit, pembentukan pasangan, pengaturan perkawinan, dan pemeliharaan anak pasca kelahiran. Sedangkan jika dilihat dari aspek pemanenan MBOF mengambil burung pada waktu yang berbeda-beda sesuai kebutuhan. Untuk pemanfaatan hasil penangkaran pun dapat tercapai dengan optimal dengan tercapinya tepat waktu, tepat cara, tepat sarana pengelolaan.



DAFTAR PUSTAKA

Gitta A. 2001. Teknik Penangkaran, Aktivitas Harian Dan Perilaku Makan Burung Kakatua-Kecil Jambul Kuning (Cacatua Sulphurea Sulphurea Gmelin, 1788) Di Penangkaran Burung Mega Bird And Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat[Skripsi].Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan Dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian Bogor.
Masyud B. 2007. Pola reproduksi burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan puter (Streptopelia risoria) di penangkaran. Media Konservasi 12(2): 80-88.
Setio P dan Takandjandji M. 2007. Konservasi ek-situ burung endemic langka melalui penangkaran. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian; Padang, 20 September 2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Konservasi Alam. Hlm 47-61.
Setio P. 1997. Perubahan Morfologis dan Aspek Perkembang-biakan Burung Cende-rawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor). Matoa (3): 1-8.

Thohari M. 1987. Gejala inbreeding dalam penangkaran satwaliar. Media Konservasi 1(4): 1-10.

0 comments:

Post a Comment