BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Meningkatnya kebutuhan manusia terhadap pemanfaatan satwa
liar baik dalam hal pemanfaatan sebagai objek rekreasi, sarana pendidikan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan suatu produk yang bernilai
tinggi memberikan dampak terhadap jumlah satwa liar yang terdapat di alam,
sehingga memunculkan suatu inovasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
tersebut dengan membuat menejemen pengelolaan satwa di penangkaran dengan
melakukan pengembangbiakan, baik satwa yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi.
Menejemen pengelolaan ini telah banyak berkembang dan
menjadi suatu inovasi yang baik untuk menjaga serta meningkatkan kelestarian
satwa baik di alam maupun tidak di alam. Salah satu jenis burung yang menjadi
fokus beberapa publik adalah kakak tua kecil jambul kuningsecara keseluruhan
memiliki populasi yang berlimpah denganpenyebaran yang luas dipusat Kepulauan
Indonesia pada abad ke sembilanbelas dan jumlah ini mampu bertahan dengn baik
sampai sebelum adanya perdagangan komersil secara internasional sekitar dekade
1970-an, pada akhir dekade 1980-terlihat adanya penurunan populasi yang sangat
tajam dan mengakibatkan seluruh populasi terancam (Collar dan Adrew ; Andrew
dan Ho;mes 1990 dalam Birdlife International 2001).
Usahan pemeliharaan dan pemanfaatan
satwa liar telah banyak dilakukan di indonesia. Namun, tidak banyak dari
beberapa penangkaran yang berhasil mengembangbiakkan satwa yang ditangkarkannya, karena dalam
pengelolaannya sangat diperlukan dari berbagai aspek diantaranya dari aspek pakan
menjadi faktor pembatas bagi perkembangbiakan satwa tersebut, serta aspek
kesehatan satwanya.
Keberhasilan
suatu kegiatan penangkaran sangat berkaitan erat dengan aspek-aspek manajemen
penangkaran dan prinsip kesejahteraaan satwa. Aspek-aspek manajenen penangkaran
sangat penting untuk diketahui dalam keberhasilan penangkaran satwa. Dalam
melakukan penangkaran satwa diperlukan informasi mengenai bibit, manajemen
penangkaran, manajeman pakan, manajemen reproduksi, manajemen kesehatan, dan
adaptasi terhadap satwa yang akan dilakukan upaya konservasi eksitu
(penangkaran). Informasi-informasi
tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dalam penangkaran
satwa, karena sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penangkaran tersebut.
Penangkaran yang memiliki kriteria baik merupakan penangkaran yang memiliki
manajemen pengelolaan penangkaran yang baik. Hal tersebut merupakan aspek
terpenting dalam sebuah pengelolaan penangkaran. Penangkaran yang baik dapat
dilihat dari kondisi satwa yang ditangkarkan. Untuk mengetahui kriteria suatu
penangkaran yang baik, maka dilakukan pengamatan langsung dan analisis untuk
mendapatkan informasi mengenai manajemen pengelolaan penangkaran burung Mega
Bird and Orchid Farm (MBOF).
1.2
Tujuan
Praktikum
yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek pengelolaan
penangkaran di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penangkaran
Penangkaran merupakan
semua kegiatan yang berkaitan dengan budidaya flora dan fauna liar dan
pengelolaannya menyangkut usaha mengumpulkan bibit, mengembangbiakan,
memelihara, membesarkan dan restocking dengan
tujuan mempertahankan kelestarian satwaliar dan tumbuhan alam tersebut, maupun
memperbanyak populasinya untuk memenuhi kebutuhan manusia (Direktorat Jendral
PHPA 1985).
Penangkaran diartikan sebagai suatu
kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam,
bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian
jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan
yang meliputi pula kegiatan mengumpulkan bibit atau induk, pembiakan atau
perkawinan atau penetasan telur, pembesaran anak, serta “restocking” atau
pemulihan populasinya di alam (Thohari 1987). Berdasarkan atas tujuannya,
penangkaran dapat dibedakan dua macam, yakni penangkaran yang ditujukan untuk
melestarikan jenis-jenis satwa yang berada dalam keadaan langka yang akan
segera punah apabila perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan
manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa
liar yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Thohari 1987).
2.2 Manajemen Penangkarang
Penangkaran merupakan
semua kegiatan yang berkaitan dengan budidaya flora dan fauna liar beserta
pengelolaanya yang menyangkut kegiatan usaha pengumpulan bibit,
mengembangbiakan, memelihara, membesarkan, dan restocking, yang bertujuan untuk
melestarikan satwa liar dan tumbuhan liar maupun memperbanyak populasinya untuk
meningkatakan kesejahteraan masyarakat (Anonim 1985).
Berdasarkan
tujuannya, kegiatan penangkaran dibagi menjadi dua, yaitu penangkaran untuk tujuan
konservasi dan penangkaran untuk tujuan pemanfaatan (Helvoort 1986). Perbedaan
antara kegiatan penangkaran untuk tujuan konservasi dan untuk tujuan pemanfaatan
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Perbedaan Antara Kegiatan Penangkaran Untuk Tujuan Konservasi dan Kegiatan
Penangkaran Untuk Tujuan Pemanfaatan
ASPEK
|
TUJUAN
KONSERVASI
|
TUJUAN
PEMANFAATAN
|
OBJEK
|
1. Satu populasi dan ciri-cirinya
2. Jenis anak
3. Jumlah individu total (N) besar
|
1. Beberapa individu dan ciri-cirinya
2. Ras (varietes, forma)
3. Jumlah individu total yang dimanipulasikan (N)
terbatas/terkecil
|
SASARAN
|
1. Liarisasi
2. Tidak merubah jenis
3. Non komersil
4. Pengendalian kepada alam asli
|
1. Domestikasi
2. Perubahan dalam arti menciptakan ras, forma dan
lain-lain
3. Komersil (terutama segi kuantitasnya)
4. Terkurung untuk selama-lamanya (kontrol oleh manusia)
|
MANFAAT
|
1. Mempertahankan stabilitas ekosistem
2. Meningkatakan nilai keindahan alam
|
1. Memenuhi kebutuhan material (protein, kulit dan
lain-lain)
2. Memenuhi kebutuhan batin dan sosial (bururng berkicau,
anjing)
|
JANGKA
WAKTU
|
Selama-lamanya
|
Pendek sampai sedang (1-250 tahun)
|
METODE
|
1. Mempertahankan sex ratio
2. Menjaga jumlah keturunan perpasangan agar populasi
tidak didominasi oleh keturunan tertentu
3. Penentuan pasangan secara acak
4. Menghindari in breeding
5. Sejauh mungkin menghindari mutasi
|
1. Menerapkan teknik canggih seperti inseminasi buatan,
pembelahan embrio dan lainnya
2. Meningkatkan jumlah keturunan yang mau kawin
3. Penyusunan pasangan ditentunkan oleh citi-ciri di
jantan
4. Mengembangkan suatu galur murni dengan homozigositas
yang tinggi melalui inbreeding berturut-turut
5. Melakukan mutasi dengan radiasi (memasukan gen-gen
asing dalam kromosm) guna memperbanyak bahan baku seleksi buatan
|
Menurut Anonim (1985), rumusan
mengenai kegiatan penangkaran, yaitu penangkaran secara intensif dan penangkaran
secara ekstensif. Penangkaran secara intensif, yaitu mengarah pada perternakan
satwa liar (Game ranching). Ciri penangkaran secara intensif, yaitu
semua sarana dan prasarana disediakan oleh pengelola dan mengendalikan kerja
manusia untuk memberikan makanan dan minuman, sedangkan ciri penangkaran secara
ekstensif, yaitu hanya menyediakan hijauan atau menanam hijauan. Sistem
penangkaran secara ekstensif ini dapat dilakukan pada habitat dimana jenis
tersebut berkembang.
Menurut Anonim (1985),
hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan usaha penangkaran, antara lain:
- Mencari tempat penangkaran yang cocok agar dapat
dilakukan pengelolaan dengan baik, ditinjau dari lokasi untuk pelepasan ke
alam dan pemanfaatan bibit untuk kepentingan usaha.
- Mengetahui dengan benar ketersediaan di alam dan
status populasinya.
- Kesiapan teknologi yang sudah dikuasai untuk penangkaran
agar usaha penangkaran yang dilakukan bisa berhasil.
- Kesiapan perangkat kebijaksanaan dan sistem
pengendalian pengawasan.
- Faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat setempat
yang akan terlibat didalamnya.
Menurut Helvoort (1988),
keberhasilan kegiatan penangkaran satwaliar apabila teknologi reproduksi jenis
satwa tersebut telah dikuasai. Artinya, usaha penangkaran telah berhasil
mengembangbiakan jenis satwa yang ditangkarkan dan satwa hasil tangkaran tersebut
berhasil bereproduksi di alam bebas serta dapat menghindari terjadinya Inbreeding di dalam penangkaran.
Menurut Anonim (1985), dalam
usaha pengembangan suatu usaha penangkaran satwaliar diperlukan beberapa
komponen, antara lain:
- Tenaga ahli yang terdidik, baik dibidang teknik
penangkaran atau yang berhubungan dengan sifat biologi satwa yang
ditangkarkan.
- Modal yang cukup kuat dan lancar.
- Pemasaran yang baik dan usaha Restocking.
- Pemantauan terhadap satwaliar yang ditangkarkan.
Menurut
Masy’ud (2007) perkandangan harus
memperhatikan syarat teknis yang meliputi terisolisir dan jauh dari predator,
dibuat pada tempat yang tinggi, hindari ditempat terbuka dan diusahakan banyak
pelindung seperti pohon, dan arah kandang diusahakan menghadap timur-barat agar
pengoptimalan sinar matahari. Selain sebagai tempat hidup atau tempat
peliharaan satwa, kandang juga memiliki fungsi untuk:
a. Menyediakan
ruang hidup atau pergerakan bagi satwa yang ditangkarkan.
b. Melindungi
satwa dari panas matahari, dingin, angin dan hujan.
c. Melindungi
satwa dari bahaya atau gangguan dari luar seperti predator dan pencuri.
d. Memudahkan
manajemen. Dengan adanya kandang, maka pihak pengelola akan lebih mudah
melakukan pengawasan, penangkapan atau pemberian pakan, perawatan kesehatan,
reproduksi, dan sebagainya.
Menurut Thohari (1987) dalam proses
penangkaran teknologi yang diperlukan mencakup aspek yang sangat luas yaitu
meliputi perkandangan, makanan, reproduksi, kesehatan dan kegiatan pasca panen.
Suatu penangkaran dikatakan berhasil apabila teknologi reproduksi satwa
tersebut telah dikuasai dan satwa yang ditangkarkan dapat dikembangbiakkan
dengan baik.
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum
Praktikum pengelolaan penangkaran burung
dilakukan pada hari senin tanggal 20 Mei 2013 pukul 13.00-17.00 WIB di
penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum pengelolaan penangkaran burung yaitu alat tulis, kamera, dan studi
literatur. Sedangkan objek yang digunakan yaitu burung yang ada di penangkaran Mega
Bird and Orchid Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.
3.3
Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang
digunakan pada praktikum pengelolaan penangkaran burung yaitu dengan data
primer dan data skunder. Data primer diproleh dengan cara observasi langsung ke
lokasi praktikum dan wawancara pengelola penangkaran burung di MBOF. Observasi
langsung dilakukan dengan mencari informasi aspek-aspek pengelolaan penangkaran
burung meliputi sumber bibit, manajemen kandang, manajemen reproduksi, manajemen
perkawinan dan manajemen pemanenan, serta kendala yang dihadapi dalam melakukan
peangkaran burung. Sedangkan data skunder meliputi studi pustaka yakni dengan
memperoleh data dari berbagai sumber diantaranya, buku, jurnal, maupun laporan
ilmiah lainnya mengenai aspek-aspek pengelolaan burung.
3.4
Analisis
Data
Analisis
data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Data dianalisis dengan
mendeskripsikan mengenai aspek-aspek pengelolaan burung di Mega Bird and Orchid
Farm (MBOF) Ciluer, Bogor.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Aspek Umum
Penangkaran Mega Bird Farm didirikan pada tahun 1996 berdasarkan hobi pengelola
dalam memelihara burung khususnya burung-burung berkicau. Pada tahun 2010,
lokasi ini berganti nama menjadi Mega
Bird and Orchid Farm (MBOF) yang kemudian disahkan dan diakui oleh
pemerintah berdasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal PHKA. Awalnya
penangkaran ini hanya memiliki berberapa jenis burung. Namun seiring
berjalannya waktu jumlah burung yang ditangkarkan semakin bertambah dan
beragam. Beberapa jenis burung yang ditangkarkan di MBOF adalah sebagai
berikut:
Tabel
1. Beberapa jenis burung yang
ditangkarkan di MBOF
No
|
Nama Lokal
|
Nama Ilmiah
|
1
|
Cucak
rawa
|
Pycnonotus zeylanicus
|
2
|
Gelatik
jawa
|
Padda oryzivora
|
3
|
Kakatua
raja
|
Probosciger atterimus
|
4
|
Merak
hijau
|
Pavo muticus
|
5
|
Merak
biru
|
Pavo cristatus
|
6
|
Cendrawasih
kuning kecil
|
Paradisaea minor
|
7
|
Jalak
bali
|
Leucopsar rothschildi
|
8
|
Beo
nias
|
Gracula religiosa
|
9
|
Rangkong
badak
|
Buceros rhinoceros
|
Selain burung terdapat juga mamalia kecil di MBOF,
yaitu: Marmoset
(Callithrix jacchus) dan Tarsius Sulawesi (Tarsius
tarsier).
Sedangkan vegetasi yang ada diantaranya rambutan
(Nephelium lappaceum), jambu air (Syzygium aqueum), mangga (Mangifera indica), jambu biji (Psidium guajava), pisang (Musa sp.), dan
pepaya (Carica papaya).
Sumber bibit terbagi atas tiga macam,
yaitu sumber yang berasal dari alam, sumber yang berasal dari penangkaran, dan
determinasi sex (Setio 1997). Sumber bibit burung yang ditangkarkan berasal
dari alam dan kemudian dibesarkan di MBOF. Daerah sumber bibit dapat berasal
dari dalam negeri (Jawa, Sumatera, Kalimantan,papua) maupun luar negeri
(amerika selatan). Selai itu burung juga didapatkan dari sumbangan Taman Safari
Cisarua Bogor, penjual burung, dan para pencinta burung. Keseluruhan sumber
bibit burung di penangkaran MBOF
memiliki ijin atau surat penangkaran. Jenis burung yang ada di penangkaran MBOF
sebanyak 87 spesies. Spesies tersebut terdiri atas spesies burung kicauan,
burung paruh bengkok dan spesies burung langka (CITES).
Setiap
burung yang ditangkarkan dilakukan pencatatan untuk mendukung teknis
pengelolaan. Burung yang berhasil dibersarkan diberi penomeran dan diberi
cincin. Data dasar yang dimiliki tiap burungnya: nama latin, nama umum, daerah
asal, dan status satwa. Untuk pencatatan harian data yang diambil adalah kelahiran
dan kematian serta kesehatan satwa.
4.2
Aspek Kandang
Kandang
merupakan salah satu syarat yang diperlukan di dalam penangkaran burung. Dalam
membuat kandang tergantung dengan jenis burung yang akan ditangkarkan, selain
itu juga harus disesuaikan dengan jumlah burung yang ada atau akan direncanakan
dalam penangkaran (Setio 1996).
Persyaratan lokasi kandang
penangkaran burung menurut Setio dan Takandjandji (2007), yaitu:
a. Berada pada tempat yang bebas banjir
pada musim hujan.
b. Jauh dari keramaian dan kebisingan,
c. Berada pada tempat yang mudah
diawasi dan mudah dicapai,
d. Tidak terganggu oleh polusi udara
(debu, asap, bau gas),
e. Tidak berada pada tempat yang lembab,
becek, dan tergenang air.
f. Di
dalam kandang hendaknya ditanami pohon-pohon pelindung agar terasa sejuk dan
burung merasa seperti di habitat alaminya.
g. Terisolasi
dari pengaruh binatang atau ternak lain.
h. Tersedianya
sumber air yang cukup untuk minum dan mandi burung serta untuk pembersihan
kandang.
i.
Mudah untuk mendapatkan
pakan dan tidak bersaing dengan manusia.
Jenis kandang yang ada di MBOF cukup
lengkap dan baik. Kandang tersebut terdiri dari kandang peraga, kandang
reproduksi, kandang pemeliharaan dan inkubator untuk membantu penetasan.Kandang
peraga merupakan kandang terluas dalam penangkaran ini, berberapa jenis burung
tampak bebas bercampur. Untuk kelengkapannya kandang menyesuaikan fungsinya
masing-masing. Sarana bagi satwa yang dapat dijumpai di semua jenis kandang
adalah tempat makan dan minum serta tempat untuk bertengger. Secara garis besar
system perkandangan di MBOF sudah cukup baik dengan topografi datar,
dan tersedia
vegetasi yang sesuai sehingga satwa dapat hidup dengan baik; ketersediaan makanan, air, dan cover; serta luasan yang cukup.
Jenis kandang burung yang ada di
MBOF yaitu terbagi kedalam beberapa bagian yaitu
kandang karantina, kandang perkawinan, kandang umbaran, kandang peraga, kandang
inkubator, dan kandang pemeliharaan. Kandang inkubator berfungsi untuk
menetaskan telur dan merawat anak burung yang baru menetas hingga dapat makan
ataupun terbang. Kandang umbaran
digunakan untuk burung yang akan mencari jodohnya. Konstruksi kandang
penangkaran yang ada di MBOF terbuat dari batako, kawat ram, dan kayu. Kandang
peraga, kandang pemeliharaan, dan kandang umbaran terletak di bagian luar,
sedangkan kandang kawin terletak di bagian dalam. Kandang kawin lebih tertutup
daripada kandang lainnya karena bertujuan untuk keberlangsungan perkawinan dan
tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Serta ukuran kandangnya pun
berbeda-beda tergantung jenis burung yag di tangkarkan.
Fasilitas
yang terdapat di MBOF adalah tempat bertengger yang terbuat dari batang pohon
sehingga tampak alami, tempat makan dan minum terbuat dari plastik agar
pengelola lebih mudah dalam melakukan pembersihan tempat minum, dan ada
beberapa kandang yang terdapat tempat bersarang.
Kegiatan
perawatan kandang di MBOF meliputi pembersihan kandang dari feses burung,
sisa-sisa makanan burung, daun-daun kering, pembersihan tempat makan dan minum
burung, serta pergantian dan perbaikan kawat ram atau besi yang sudah rusak.
Kegiatan pembersihan kandang dilakukan secara rutin setiap dua kali dalam
sehari. Hal ini dilakukan untuk menghindarin timbulnya serangan berbagai
penyakit sebagai akibat dari kandang yang kotor (Setio dan Takandjandji 2007).
4.3
Aspek
Pemeliharaan
Setelah
burung tersebut melakukan perkawinan, pasangan burung tersebut dipisahkan di
kandang pembiakan hingga proses pembuahan/fertilisasi. Setelah induk betina
menghasilkan telur, ada beberapa metode pemeliharaan telur yang dilakukan oleh
petugas diantarannya membiarkan telur tersebut dipelihara oleh induk burung
tersebut hingga telur tersebut menetas dan menghasilkan individu baru setelah
itu anak burung tersebut dibiarkan beberapa hari lalu menjalani penyapihan. Ada
pula pada saat induk betina menghasilkan telur, telur tersebut segera
dipisahkan dari induk lalu dibawa ke ruang penetasan. Pemeliharaan anak burung
tersebut dipantau perkembangannya setiap hari sejak dihasilkan telur, proses
pembuahan, hingga proses penetasan
4.4
Aspek
Pakan
Jenis
pakan yang biasanya diberikan oleh pengelola di penangkaran MBOF yaitu
buah-buahan seperti papaya dan pisang, pur dan sayuran. Jenis pakan ini
diberikan disesuaikan dengan jenis burung dihabitat aslinya. Burung paruh
bengkok di penangkaran MBOF diberikan pakan seperti toge, wortel, kacang tanah,
biji matahari dan jagung yang dicacah dan kemudian dicampurkan. Burung
tototaukan oleh pengelola diberikan pakan seperti papaya, pisang, anggur, dan
ditambah dengan tahu. Penambahan tahu bertujuan agar burung tototaukan tidak
terkena diare (mencret).
Sumber
pakan yang diberikan pada satwa-satwa burung di penangkaran MBOF berasal dari
distributor tetap, yang menyediakan pakan burung-burung yang ada di penangkaran
MBOF. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola biaya yang dikeluarkan untuk
menyediakan pakan sebesar Rp. 1.000.000,- setiap kali membeli pakan burung dan
dalam satu bulan biaya dibutuhkan untuk merawat burung-burung tersebut sekitar
Rp. 29.000.000,-. Pengelola juga menanam buah papaya sendiri di penangkarannya,
hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pakan satwa dan menghindari agar
tidak terjadi kekurangan pakan pada satwa burung yang ditangkarkan. Pemberian
pakan dilakukan secara rutin dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari.
Pada air minum yang diberikan oleh pengelola biasanya ditambahkan vitamin dan
air yang diberikan berasal dari air kran langsung. Hal ini bertujuan untuk
menghindari sakit pada burung yang ditangkarkan.
4.5
Aspek Reproduksi
Cara
penjodohannya yaitu dengan beberapa betina dimasukkan/disatukan dengan seekor
jantan dalam satu kandang lalu diamati pembentukan pasangan , jika terbentuk
pasangan maka pasangan tersebut dapat dipisahkan pada kandang pembiakkan atau
brung betina yang tidak dipilih oleh jantan dikeluarkan dari kandang tersebut
misalnya pada burung merak biru (Pavo cristatus). Pengaturan
perkawinan/metode perkawinan burung dilakukan secara alami dan buatan. Cara
alami yang digunakan yaitu secara bebas yakni dengan membiarkan burung jantan
dan betina dibiarkan kawin secara alami sesuai kesiapannya. Selain dengan cara
alami, metode perkawinan burung dilakukan dengan bantuan teknologi reproduksi
yaitu dengan penambahan hormon reproduksi yang diberikan pada burung jantan
maupun betina ataupun dengan memberikan pakan jangkrik yang berguna untuk
meningkatkan hormon reproduksi.
Untuk membantu burung berkembang
biak maka diberikan perlakuan oleh pihak pengelola. Untuk berberapa jenis
burung tertentu yang berjumlah cukup melimpah seperti love bird, pihak MBOF akan melepas jenis burung tersebut sebanyak
jumlah tertentu (biasanya 10) yang terdiri dari jantan dan betina dan membebaskannya
untuk memilih pasangan masing-masing. Untuk jenis-jenis tertentu perkawinan
tiap burungnya akan ditentukan tiap pasangnya sehingga dapat memberikan
keturunan yang terbaik. Diberikan juga makanan dengan komposisi tertentu untuk
meningkatkan nafsu untuk bereproduksi.
Dalam hal pembesaran anakan, pihak
MBOF menyediakan incubator untuk membantu proses penetasan telur. Pihak MBOF
juga membantu sebagian besar anakan dengan membantu memberi pakan khusus.
4.6
Aspek Pemanenan
Burung yang berada di MBOF dipanen
pada waktu yang berbeda-beda sesuai kebutuhan.
Rata-rata burung yang dikirim ke luar penangkaran adalah diatas usia 3 tahun. Untuk memperoleh hasil panen optimal
(kehilangan minimal, kerusakan minimal, dan Standar mutu tinggi), mengikuti
berberapa persyaratan sebagai berikut : Tepat waktu, tepat cara, dan tepat
sarana. Burung yang telah siap dipasarkan akan dipindahkan ke wadah tersendiri,
berupa peti kayu yang disesuaikan dengan ukuran burung yang akan dikirim. Dalam wadah tersebut diberi tempat
minum dan burung dibuat dalam kondisi senyaman mungkin. Tiap hari jumlah burung
yang siap untuk dikemas dan dipasarkan rata-rata 10 ekor, baik untuk pemesanan
dalam atau ke luar negeri.
4.7
Produktivitas Penangkaran
Manajemen produktivitas merupakan tahapan kegiatan yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu penangkaran. Hal tersebut
dapat dilihat dari kondisi fisik dan mental burung yang berada di suatu
penangkaran. Beberapa aspek penting pada manajemen produktivitas yaitu :
a) Tingkat
keberhasilan
Tingkat keberhasilan merupakan salah satu parameter
yang menunjukkan bahwa suatu penangkaran baik dan layak keberadaannya (Gitta
2011). Hal tersebut dappat dilihat dalam persentase. Tingkat keberhasilan induk
burung menghasilkan keturunan hingga menetas cukup baik. Menurut pengelola,
persentase tingat keberhasilan burung secara umum hingga menghasilkan individu
baru yaitu sekitar 70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penangkaran burung MBOF
memiliki manajemen produktivitas penangkaran yang baik.
b) Faktor
keberhasilan
Penangkaran
burung MBOF menunjukkan tingkat keberhasilan dalam manjemen produktivitasnya
yaitu sebesra 70%, hal tersebut berkaitan dengan adanya faktor keberhasilan
produktivitas penangkaran. Faktor keberhasilan penangkaran tersebut dikarenakan
manajemen pengelolaan penangkaran burung MBOF tersebut berjalan dengan baik
sehingga memberikan hasil yang baik pula. Faktor keberhasilan tersebut
tercermin dalam hal pemberian pakan secara teratur yaitu pada pagi dan sore
hari beserta pemberian air minum, komposisi pakan yang sesuai dan seimbang,
manajemen perkandangan yang baik dengan cara pemebrsihan kandang 2 kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari, pengecekan kesehatan burung setiap hari, bibit
burung tersebut berasal dari induk yang sehat fisik dan genetik/tidak cacat.
Faktor keberhasilan dapat dilihat pula pada kondisi burung yang ada di
penangkaran MBOF. Kondisi burung-burung yang berada di MBOF terlihat senang dan
sejahtera.
KESIMPULAN
Secara keseluruhan
Manajemen Penangkaran Burung di MBOF cukup baik. Jika dilihat dari aspek umum
yang ada maka burung-burung yang berhasil ditangkarkan dapat berkembang baik
dari segi ekonomi (jenis burung untuk kontes dan yang disukai pecinta burung)
maupun dari segi ekologi (konservasi jenis yang sukar ditemui di alam). Sistem
perkandangan yang ada juga sudah mendukung kesejahteraan satwa. Kebersihan dan
kelengkapan sudah terpenuhi.
Untuk
perkembangan satwa pihak pengelola juga memberikan bantuan dalam Sistem
Manajemen Reproduksi. Hal-hal yang dilakukan oleh pihak MBOF dalam aspek
reproduksi adalah: Pemilihan Bibit, pembentukan pasangan, pengaturan
perkawinan, dan pemeliharaan anak pasca kelahiran. Sedangkan jika dilihat dari
aspek pemanenan MBOF
mengambil burung pada waktu yang berbeda-beda sesuai kebutuhan. Untuk
pemanfaatan hasil penangkaran pun dapat tercapai dengan optimal dengan
tercapinya tepat
waktu, tepat cara,
tepat sarana
pengelolaan.
DAFTAR PUSTAKA
Gitta A. 2001. Teknik
Penangkaran, Aktivitas Harian Dan Perilaku Makan Burung Kakatua-Kecil Jambul
Kuning (Cacatua Sulphurea Sulphurea Gmelin, 1788) Di Penangkaran Burung Mega
Bird And Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat[Skripsi].Departemen Konservasi Sumber
Daya Hutan Dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian Bogor.
Masyud
B. 2007. Pola reproduksi burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan
puter (Streptopelia risoria) di penangkaran. Media Konservasi 12(2):
80-88.
Setio
P dan Takandjandji M. 2007. Konservasi ek-situ burung endemic langka melalui
penangkaran. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian; Padang, 20 September
2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Konservasi Alam.
Hlm 47-61.
Setio
P. 1997. Perubahan Morfologis dan Aspek Perkembang-biakan Burung Cende-rawasih
Kuning Kecil (Paradisaea minor). Matoa
(3): 1-8.
Thohari
M. 1987. Gejala inbreeding dalam penangkaran satwaliar. Media Konservasi 1(4):
1-10.
0 comments:
Post a Comment