Tuesday, September 22, 2015

PERBANYAKAN CABE JAWA (Piper retrofractum Vahl.) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN

Abatrak
Cabe jawa berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat secara besar-besaran, namun karena jumlahnya yang semakin sedikit menimbulkan masalah sehingga satu solusinya yaitu dengan kultur jaringan. Tujuan penelitian ini ialah mengenal unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan, megetahui alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tumbuhan, mengetahui proses sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan, memahami proses inisiasi kultur jaringan tumbuhan dan mampu mengidentifikasi faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat. Secara umum ruangan kultur jaringan dibedakan menjadi ruangan media, ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan tergantung pada tiap tahapannya yaitu pengambilan eksplan, sterilisasi, inisiasi dan inkubasi. Proses sterilisasi dilakukan baik pada media kultur, eksplan, orang yang melakukan kultur jaringan dan alat-alat yang digunakan. Proses inisiasi (penanaman) merupakan lanjutan dari proses sterilisasi eksplan. Faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat dibedakan menjadi tiga, yaitu seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat pengatur tumbuh. Namun pada kuktur jaringan cabe jawa ini berhasil dan tidak mengalami kontaminasi.
Kata Kunci: kultur jaringan, tumbuhan obat, cabe jawa.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman jenis pohon yang tinggi. Hasil hutan berupa kayu merupakan komoditas utama yang dihasilkan dari hutan, akibatnya penebangan hutan secara liar terjadi di berbagai tempat dengan tidak memperhatikan kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan, terutama merosotnya kualitas lingkungan. Selain kayu, hutan juga menghasilkan komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satunya adalah cabe jawa (Piper retrofractum).
Cabe jawa (Piper retrofractum) merupakan tumbuhan obat yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Cabe jawa tumbuhan obat yang mempunyai banyak khasiat, seperti  peluruh angin, peluruh keringat, pencahar, menambah nafsu makan, menguatkan lambung, menguatkan badan serta afrodisiak. Cabe jawa merupakan liana memanjat. Tumbuhan ini menempel pada pohon sehingga sangat tergantung pada pohon. Saat ini kondisi cabe jawa sangat jarang ditemukan di alam. 
Perlu dilakukan upaya pencegahan untuk menghindari kepunahan di alam, yaitu dengan melakukan teknik budidaya baik secara generatif maupun vegetatif sebagai salah satu upaya konservasi eksitu. Salah satu teknik budidaya vegetatifyaitu dengan menggunakan teknik kultur jaringan, sehingga dengan teknik ini dapat menghasilkan bibit yang memiliki sifat genetic seperti induknya serta menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat untuk mendukung kegiatan konservasi Cabe jawa (Piper retrofractum).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1.            Mengenal unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan
2.            Mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tumbuhan
3.            Mengetahui proses sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan
4.            Memahami proses inisiasi kultur jaringan tumbuhan
5.            Mampu mengidentifikasi faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat yang telah dilaksanakan
METODE
Lokasi dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan bagian Tumbuhan Obat Tropika Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor . tahapan sterilisas eksplan dan inisiasi dilaksanaan pada senin, 21 Oktober 2013. Pengamatan terhadap eksplan cabe jawa pada ruang inkubasi dilakukan setiap tiga hari sekali selama dua minggu.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur, plastik warp, gelas piala, gelas ukur, cawan petri, erlenmeyer, autoklaf, api spiritus, scapel, pinset, pipet, spatula, pembakar spirtus, laminar air flow cabinet serta rak-rak untuk menempatkan botol hasil kultur. Bahan yang digunakan berupa biji cabe jawa,  alkohol 95%, aquades, spiritus (api), korek api, klorox,  cairan liquinox dan air yang sudah disterilisasi.
Analisis data
Pengambilan data kultur jaringan dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke laboratorium kultur jaringan dilakukan selama interval tiga hari. Data yang diperoleh dianalisis deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit-unit Bagian dalam Ruangan Kultur Jaringan
Secara umum Laboratorium Jarngan bagian Konservasi tumbuhan Obat Tropika, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruangan media, ruangan inisiasi, dan ruangan inkubasi. Di ruangan media terdapat ruang pencucian.  ruang pencucian harus tersedia bak cuci, meja kerja yang terbuat dari bahan yang tahan terhadap asam dan basa, rak pengering dan mempunyai saluran untuk air demineralisasi atau destilasi, ruang untuk tempat oven sebagai alat sterilisasi alat-alat, alat/mesin pencuci dan pengering, serta rak atau lemari penyimpanan alat. Di dalam ruang persiapan media harus tersedia tempat untuk  penyimpanan bahan-bahan kimia, gelas kultur dan penutupnya, dan peralatan gelas yang diperlukan untuk pembuatan media, dan dispenser harus tersedia. Peralatan lain yang biasanya ada di ruang persiapan dan pembuatan media antara lain alat vaccum, distiling unit, bunsen, refrigerator dan freezer untuk penyimpanan larutan stok dan bahan kimia,mikrowave, oven dan autoclave untuk sterilisasi media, peralatan gelas dan peralatan lain. Selain itu, di didalam ruangan media terdapat tempat untuk  pembuatan media kultur, bahan-bahan kimia yang digunakan harus yang bertaraf analitik dan penimbangannya harus baik dan benar. Agar lebih akurat, dalam pembuatan media harus dilakukan tahap demi tahap dan bahan-bahan yang digunakan harus di checklist . Air yang digunakan dalam pembuatan media harus steril.
            Ruangan inisiasi dilengkapi dengan air conditioner  dan dua buah laminar air flow cabinet. Untuk mendukung kondisi yang aseptik, maka seluruh pengunjung yang masuk diwajibkan memakai jas laboratorium. Ruangan terakhir yaitu ruangan inkubasi. Ruangan ini digunakan untuk menyimpan hasil eksplan yang sudah ditanam pada botol kultur. Sama dengan ruangan inisiasi, ruangan inkubasi juga dilengkapi dengan air conditioner untuk menjaga suhu ruangan agar tetap stabil. Pencahayaan pada ruangan ini juga dijaga sedemikian rupa agar eksplan tidak mati dan tetap dalam kondisi yang aseptik.
Dalam kultur jaringan, pertumbuhan eksplan atau inokulum diusahakan dalam lingkungan aseptik dan terkendali. Implikasi dari keadaan ini adalah bahwa setiap langkah dalam pelaksanaanya harus dilakukan dalam laboratorium. Laboratorium yang efektif merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keberhasilan suatu kegiatan, baik untuk keperluan peneletian, maupun produksi. Laboratorium kultur jaringan sebaiknya mempunyai pembagian ruangan yang diatur sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan terpisah satu dengan yang lainya, tetapi juga saling berhubungan dan mudah dicapai.Semua jenis kultur harus disimpan dalam tempat yang terkontrol baik temperatur,sirkulasi udara, kelembaban maupun kualitas dan lamanya cahaya. Faktor-faktor lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan diferensiasi biakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kultur protoplas, suspensi sel dan kultur anther adalah yang paling sensitif terhadap kondisi lingkungan.
Menurut Santoso dan Nursandi (2003) sebuah laboratorium kultur jaringan setidaknya memiliki dua ruangan utama yakni ruang media dan ruang kultur. Hal yang berbeda disampaikan oleh Zulkarnain (2009). Menurut Zulkarnain (2009), ruangan yang ada di laboratorium kultur jaringan terdiri atas ruang persiapan, ruang transfer, ruang kultur, ruang stok, ruang timbang dan aklimatisasi. Pertimbangan pembagian ruangan ini ialah urutan prosedur aseptik yang sangat penting untuk kultur jaringan. Namun, kedua pendapat tersebut bukanlah patokan mutlak yang harus dipenuhi. Ketepatan yang disyaratkan dan tujuan yang diinginkan menjadi kunci. Desain laboratorium yang perlu diperhatikan adalah memisahkan ruang untuk fasilitas umum dengan ruang yang menekankan kondisi bersih dan aseptik (Santoso dan Nursandi 2003).

Alat dan Bahan dalam Kultur Jaringan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi botol kultur, oven, kompor gas, gelas piala, hot plate dan magnetic stirer, cawan petri, spatula, autoclave, bunsen, kertas pH, pipet, scalpel, pinset, timbangan analitik, Laminar Air Flow Cabinet, sprayer, termometer ruangan, timer, rak-rak kultur, dan Air Conditioner (AC).
Dengan masing-masing spesifikasi kegunaan sebagai berikut,
1. Kegiatan sterilisasi
a.         Autoclave untuk mensterilkan alat dan media
b.        Oven sebagai tempat penyimpanan peralatan yang telah disterilkan
c.         Bunsen digunakan untuk mensterilkan alat yang digunakan saat melakukan penanaman
d.        Kompor gas digunakan untuk memanaskan autoclave
2. Kegiatan pembuatan media
a.         Timbangan analitik untuk menimbang bahan-bahan penyusun media
b.        Pipet 10 ml untuk pengambilan larutan dalam pembuatan media
c.         Hot plate and magnetic stirer sebagai tungku pemanas listrik dan pengaduk magnetik dalam pembuatan media
d.        Gelas piala 1000 ml digunakan sebagai wadah dalam pembuatan media
e.         Kertas pH untuk mengetahui tingkat kemasaman atau basa dalam pembuatan media
3. Kegiatan penanaman
a.         Cawan petri digunakan sebagai tempat memotong eksplan
b.        Scalpel untuk memotong eksplan
c.         Pinset untuk menanam eksplan
d.        Laminar Air Flow Cabinet sebagai ruang kerja dalam penanaman eksplan
e.         Botol kultur sebagai tempat menanam eksplan
4. Inkubasi
a.         Rak kultur sebagai tempat menyimpan botol kultur
b.        Termometer ruangan untuk mengetahui suhu ruangan inkubasi
c.         Timer untuk mengatur lamanya pencahayaan
d.        Air Conditioner (AC) untuk menjaga suhu tetap stabil yaitu sekitar 25-28°C.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan dalam tiga kelompok sesuai dengan jenis dan cara penggunaannya, yaitu media dasar, bahan tanaman, dan bahan untuk mensterilkan peralatan.
Media dasar berfungsi sebagai suplai nutrisi bagi eksplan. Media dasar yang digunakan adalah Murashige Skoog (MS). Bahan yang dibutuhkan untuk membuat media MS adalah unsur makro, mikro dan vitamin. Jenis media tanam berupa gel padat, menggunakan agar-agar khusus yang tidak berwarna dan bersifat netral. Gula digunakan sebagai cadangan makanan dan air sebagai pelarut seluruh media.
Bahan tanaman yang digunakan adalah eksplan cabe jawa  dalam media MS 0 hasil subkultur dengan karakteristik satu tunas banyak daun. Bagian tanaman yang digunakan adalah biji. Plantlet ditanam dalam botol selai yang berukuran besar. Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi (Gunawan 1987). Bagian yang digunakan sebagai kultur jaringanpun sangat beragam. Menururt Pierik (1987) menyatakan bahwa eksplan yang digunakan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya dalam kultur  dan hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah genotip, umur tanaman, kondisi fisiologis eksplan, dan ukuran eksplan.  Bahan yang digunakan untuk mensterilkan peralatan adalah alkohol 95%, aquades, iodine (betadine), spiritus (api), korek api, kapas, cairan liquinox dan air yang sudah disterilisasi.
Alat dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan tidak selalu mutlak seperti yang disebutkan di atas. Hal ini tergantung dari tujuan kultur jaringan itu sendiri. Beberapa bahan untuk sterilisasi biasanya diganti dengan bahan lain seperti bayelin dan konsentrasi alkohol yang digunakan pun juga berbeda-beda (Sitorus et al. 2011).

Proses Sterilisasi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum harus selalu dalam keadaan steril. Gelas (cawan petri, botol-botol kosong, tutup botol), alat-alat logam (pinset, gagang scalpel, spatula) dibungkus rapi dengan kertas koran. Semuanya itu disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C (250°F) pada tekanan 17,5 pound square inchi (psi) selama 45 menit. Penghitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Pada saat melakukan penanaman, alat-alat diseksi seperti pinset, dan mata pisau scalpel disterilkan dengan pembakaran di atas api bunsen, setelah sebelumnya dicelupkan dalam alkohol 70%.  Media tanam dan air mineral/galon juga disterilkan dengan autoklaf. Air galon disterilisasi dengan waktu, suhu, dan tekanan yang sama untuk sterilisasi alat, air galon ini disterilkan guna mendapatkan air steril yang akan digunakan pada saat sterilisasi eksplan sebelum di tanam, sedangkan media disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C (250°F) pada tekanan antara 15-17,5 psi selama 20-25 menit.
Bagian biji cabe jawa dibersihkan dari dengan menggunakan pisau silet yang tajam. Setelah jumlah biji terpenuhi, kegiatan sterilisasi dilakukan di laboratorium, sebagai berikut :
1.    Biji dibersihkan dari segala kotoran yang menempel dan mengalirinya dengan air selama 5 menit. Hal ini dilakukan untuk mensiasati agar kandungan tanin/ alkaloid pada eksplan dapat keluar habis sehingga pada saat penanaman nanti dapat mereduksi timbulnya peristiwa browning.
2.    Eksplan direndam dan dikocok dalam larutan fungisida satu sendok spatula dengan 100ml air  selama 5 menit. Kemudian dibilas menggunakan air sampai bersih.
3.    Eksplan direndam dalam larutan deterjen encer 3 g/l selama 5 menit sambil mengocoknya lalu membilasnya dengan air steril 3 kali hingga bersih.
4.    Sebelum sterilisasi dengan menggunakan clorox dilakukan, bahan eksplan direndam terlebih dahulu ke dalam alkohol 30% selama 3 menit, seluruh bagian tanaman terendam dalam larutan.
5.    Barulah, sterilisasi lanjutan dilakukan dalam larutan clorox yaitu masing-masing dengan konsentrasi 10% selama 5 menit, kemudian larutan 5% selama 5 menit. Setelah itu, bahan eksplan tersebut dibilas dengan air steril 3 kali. Setelah itu barulah ke tahap selanjutnya yaitu penanaman eksplan. 
6.    Sebelum masuk ke ruangan praktikum, praktikan harus streil dengan cara memakai jas laboratoirium dan masker, serta selalu menyemprotkan alcohol 95% sebelum memasukkan tangan ke dalam laminar air flow.

Proses Inisiasi dan Hasil Pengamatan
Proses inisiasi
Kultur in vitro merupakan suatu metode untuk mengisolasi (mengambil) bagian tanman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, dan menumbuhkannya secara aseptis (bebas kontaminasi) menjadi tanaman yang utuh (plantet) (Gamborg 1982; Nugroho dan Sugito 2002). Teknik kultur in vitro sering disebut teknik kultur jaringan. Sandra dan Karyaningsih (2000) menambahkan bahwa dasar pengembangan kultur in vitro berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwan yaitu sel tumbuhan yang mempunyai kemampuan otonom totipotensi, yang merupakan potensi suatu sel untuk dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap dan dewasa karena tiap sel mengandung rangkaian gen yang lengkap.
Gunawan (1995) menyatakan bahwa teknik kultur in vitro memiliki beberapa tahapan yaitu : persiapan media, isolasi bahan tanaman (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi, pertumbuhan, aklimatisasi dan usaha memindahkan tanaman hasil kultur lapangan. Teknologi ini menuntut syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah tersedianya fasilitas laboratorium yang menyediakan alat-alat kerja dan sarana produksi hingga terciptanya kondisi aseptik yang terkendali serta diperlukan pula keterampilan dan latar belakang keilmuan bagi pelaksanaannya.
Inisiasi adalah tahap pengambilan eksplan dari tanaman induk yang akan diperbanyak secara kultur jaringan. Inisiasi merupakan upaya penumbuhan meristem atau bagian tanaman agar tumbuh dalam botol yang steril atau bebas dari hama dan penyakit atau tahap pengambilan eksplan dari tanaman induk (Yuliarti 2010). Sebelum melakukan inisiasi sebaiknya terlebih dahulu melakukan sterilisasi. Tujuan utama tahap ini adalah mengusahakan kultur yang aseptic atau aksemik. Aseptic berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksemik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Inisiasi kultur yang bebas dari kontaminan merupakan langkah yang sangat penting dalam kultur jaringan karena bila tidak dihilangkan kontaminan ini akan tumbuh dengan cepat dalam media multur dan menutup eksplan hingga mati. Eksplan yang telah disterilisasi kemudian ditanama pada media kultur prekondisi untuk memastikan apakah eksplan telah bebas dari kontaminasi mikroba dan jaringan berinisiasi untuk tumbuh. Pada tahap ini merupkan tahapan yang paling mahal dalam proses produksi dan merupkan tahapan yang paling sulit dalam kultur jaringan.
Inisiasi dilakukan di dalam laminar air flow. Eksplan biji cabe jawa setelah melalui tahapan sterilisasi (baik didalam maupun di luar laminar air flow) dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi air steril. Setelah itu tanam eksplan biji cabe jawa di dalam botol tanam.
Hal yang harus diperhatikan dalam proses inisiasi yaitu selalu menjaga kondisi lingkungan dan eksplan agar tetap aseptic. Satu botol kultur digunakan untuk menanam satu eksplan. Sebelum disimpan dalam ruang inkubasi, botol kultur ditutup dengan plastic wrap dan diberi label informasi. Plastic wrap berfungsi untuk menghindari masuknya cendawan dan bakteri melalui celah botol dan penutup (Tuhuteru et al. 2012). Menurut Yuliarti (2010) idealnya digunakan lima lapis plastic transparan dengan 50 karet gelang untuk mengikatnya. Namun hal ini dinilai kurang efisien, sehingga penggunaan karet gelang dan plastic transparan disesuaikan dengan kebutuhan.




Hasil pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengamamatan dimulai setelah tiga hari penanaman,  begitu seterusnya sampai tihga kali pengamatan. Parameter yang diamati yaitu kontaminasi eksplan baik pada media maupun pada eksplan itu sendiri. Hasil pengamatan pada hari penanaman dan pengamtan seperti table 1.
Table 1 hasil pengamatan eksplan cabe jawa
Hari ke (Tanggal)
Eksplan
1
2
1 (21 Oktober 2013) /  Hari Penanaman
4 (24 Oktober 2013) / Pengamatan Pertama
8 (28 Oktober 2013) / Pengamatan Kedua
11 (31 Oktober 2013) / Pengamatan Ketiga
14 (4 November 2013) / Pengamatan Keempat
           
Berdasarkan table 1. Eksplan masih mampu bertahan hidup hingga pengamatan yang ke tiga. Baik eksplan biji cabe jawa yang satu dan dua tidak mengalami kontaminasi.  Dari hasil pengamatan tidak terjadi kontaminasi baik di media maupun eksplan yang ditanam. Hal ini menunjukkan media yang digunakan memiliki hara yang cukup bagi eksplan biji cabe jawa. Selain itu, pada tahapan sterilisasi dan inisiasi eksplan telah benar-benar steril sehingga tidak ada hama dan jamur yang masih tertinggal di eksplan tersebut.
Kebutuhan akan komposisi media, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh eksplan cabe jawa tersedia sehingga eksplan dapat bertahan dalam botol tanam. Selain itu, suhu ruangan, kelembapan relative, dan cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Apabila suhu, kelembapan, dan cahaya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat membuat tanaman akan bertahan hidup. Kondisi eksplan juga mempengaruhi keberhasilan dalam kultur jaringan berupa jenis eksplan, ukuran, umur, dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Ukuran eksplan yang digunakan dalam praktikum kultur jaringan juga mempengaruhi keberhasilan karena eksplan yang digunakan berukuran kecil. Hal ini sama seperti Gunawan (1995) menyatakan eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya.
Faktor - Faktor Keberhasilan Kultur Jaringan Cabe Jawa
Prinsip dasar pelaksanaan kultur jaringan adalah isolasi bagian tanaman yang akan ditanam dan menenamnya dalam media dengan lingkungan yang optimal. Pelaksanaan dilakukan dalam kondisi aseptic (Biondi dan Thorpe 1981). Sedangkan keberhasilan dalam penerapan kultur jaringan ditentukan oleh eksplan, media, dan zat pengatur tumbuh yang digunakan serta lingkungan fisik.
   Keberhasilan dalam teknologi dan aplikasi metode kultur jaringan berkaitan erat dengan penyediaan hara yang mencukupi bagi bagian tanaman yang dikulturkan (Gamborg dan Shyluk 1981). George dan Sherrington (1984) menegaskan bahwa morfogenesis sangat tergantung pada media yang digunakan dan perimbangan yang tepat antara senyawa organic, anorganik, dan zat pengatur tumbuh merupakan factor esensial. Media dengan formulasi Murashige dan Skoog (MS) merupakan media yang telah digunakan secara luas untuk berbagai jenis tanaman, terutama untuk morfogenesis dan regenerasi eksplan. Media MS dicirikan dengan tingginya konsentrasi garam-garam mineral (Gamborg dan Shyluk 1981).
Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan, munculnya gangguan ini adalah suatu hal yang wajar sebagai konsekuensi penggunaan media yang diperkaya (Santoso dan Nursandi 2003). Halperin dan Tripepi (1997) menyatakan bahwa terdapat tiga kemungkinan yang dapat menyebabkan eksplan gagal berinisiasi. Pertama, sel-sel pada eksplan kekurangan titopetensi. Kedua, sel-sel eksplan tidak mampu berdiferensiasi. Dan yang ketiga adalah eksplan mempunyai batasan fisiologis untuk dapat berdiferensiasi karena kurangnya rangsangan induksi esensial seperti jenis atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tidak tepat.


SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruangan media, ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk kultur jaringan berbeda pada tiap tahapannya, namun secara umum alat dan bahan yang digunakan yaitu autoclave, botol kultur, pinset, pisau bedah, Bunsen, cawan petri, gelas ukur, betadine, alkohol 95% dan 30%, kloroks 10% dan 5%, biji cabe jawa, plastic wrap, gelang, spatula, deterjen dan kertas label. Proses sterilisasi dimulai dari sterilisasi eksplan baik di dalam maupun di luar laminar, sterilisasi orang yang mengerjakan kultur jaringan dan sterilisasi alat-alat yang digunakan. Setelah proses sterilisasi baru dilakukan tahapan inisiasi atau penanaman eksplan pada botol kultur dalam laminar air flow. Faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan dibedakan menjadi tiga yaitu faktor seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat pengatur tumbuh. Namun pada kultur jaringan kemaitan faktor yang berpengaruh yaitu sterilisasi bahan eksplan..
Saran
Perlu dilakukannya latihan lebih lanjut mengenai kultur jaringan supa lebih ahli dalam mengkulturkan suatu tumbuhan obat ataupun tumbuhan lainnya. Dan perlu dilakukan latihan lebih lanjut tentang inisiasi agar meminimalisir kontaminasi dalam kultur jaringan.

DAFTAR PUSTAKA
Biondi, S. dan T.A. Thorpe. 1981. Requirements for a Tissue Culture Facility: Methode and Application in Agriculture. Thorpe, T.A. (ed.). Academic Press. New YorkLondon-Sidney-San Francisco.
Gamborg OL dan  Shyluk JP. 1981. Nutrition Media and Characteristics of Plant and Tissue Culture. Plant Tissue Culture: Methods and Application in Agricultural. Academic Press. New York.
Gamborg OL. 1982. Kalus dan Kultur Sel.Metode Kultur Jaringan Edisi 2. Wetter LR dan F Constabel (editor). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
George E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Biotechnology by Tissue Culture. Exegetics Ltd. Eversley.
Gunawan LW. 1995. Teknik Kultur In Vitro dalam Hortikultura. Jakarta : PT Penebar Swadaya.
Gunawan. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nugroho A dan  Sugito H. 2002. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan. Jakarta : PT Penebar Swadaya.
Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants.
Sandra E dan Karyaningsih I.2000. Panduan Teknis Pelatihan Kultur Jaringan. Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Santoso U dan F Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Sitorus EN, ED Hastuti, N Setiari. 2011. Induksi Kalus Binahong (Basella rubra L.) secara In vitro pada Media Murashige & Skoog dengan Konsentrasi Sukrosa yang Berbeda. Bioma 13(1): 1-7.
Tuhuteru ML, Hehanussa, SHT Raharjo. 2012. Pertumbuhan Dan Perkembangan      Anggrek Dendrobium  anosmum pada Media Kultur In Vitro dengan Beberapa Konsentrasi Air Kelapa. Agrologia. 1(1): 1-12.
Yuliarti N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily Publisher.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.


Lampiran






0 comments:

Post a Comment