Abatrak
Cabe jawa
berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat secara besar-besaran,
namun karena jumlahnya yang semakin sedikit menimbulkan masalah sehingga satu
solusinya yaitu dengan kultur jaringan. Tujuan penelitian ini ialah mengenal
unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan, megetahui alat dan
bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tumbuhan, mengetahui proses
sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan, memahami proses inisiasi kultur
jaringan tumbuhan dan mampu mengidentifikasi faktor kegagalan atau keberhasilan
kultur jaringan tumbuhan obat. Secara umum ruangan kultur jaringan dibedakan
menjadi ruangan media, ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Alat dan bahan yang
digunakan dalam kultur jaringan tergantung pada tiap tahapannya yaitu
pengambilan eksplan, sterilisasi, inisiasi dan inkubasi. Proses sterilisasi
dilakukan baik pada media kultur, eksplan, orang yang melakukan kultur jaringan
dan alat-alat yang digunakan. Proses inisiasi (penanaman) merupakan lanjutan
dari proses sterilisasi eksplan. Faktor kegagalan atau keberhasilan kultur
jaringan tumbuhan obat dibedakan menjadi tiga, yaitu seleksi bahan eksplan,
sterilisasi bahan eksplan dan zat pengatur tumbuh. Namun pada kuktur jaringan
cabe jawa ini berhasil dan tidak mengalami kontaminasi.
Kata Kunci: kultur
jaringan, tumbuhan obat, cabe jawa.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
tingkat keanekaragaman jenis pohon yang tinggi. Hasil hutan berupa kayu
merupakan komoditas utama yang dihasilkan dari hutan, akibatnya penebangan
hutan secara liar terjadi di berbagai tempat dengan tidak memperhatikan
kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan, terutama merosotnya kualitas lingkungan.
Selain kayu, hutan juga menghasilkan komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satunya adalah cabe jawa (Piper retrofractum).
Cabe jawa (Piper retrofractum) merupakan tumbuhan obat yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan. Cabe jawa tumbuhan obat yang mempunyai banyak khasiat,
seperti peluruh angin, peluruh keringat,
pencahar, menambah nafsu makan, menguatkan lambung, menguatkan badan serta
afrodisiak. Cabe jawa merupakan liana memanjat. Tumbuhan ini menempel pada
pohon sehingga sangat tergantung pada pohon. Saat ini kondisi cabe jawa sangat
jarang ditemukan di alam.
Perlu dilakukan upaya pencegahan untuk menghindari
kepunahan di alam, yaitu dengan melakukan
teknik budidaya baik secara generatif maupun vegetatif sebagai salah satu upaya konservasi eksitu.
Salah satu teknik budidaya vegetatifyaitu dengan menggunakan teknik kultur jaringan, sehingga
dengan teknik ini dapat
menghasilkan bibit
yang memiliki sifat genetic seperti induknya serta menghasilkan bibit dalam jumlah
yang banyak dan
waktu yang relatif singkat untuk
mendukung kegiatan konservasi
Cabe jawa (Piper retrofractum).
Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk:
1.
Mengenal
unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan
2.
Mengetahui
alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tumbuhan
3.
Mengetahui
proses sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan
4.
Memahami
proses inisiasi kultur jaringan tumbuhan
5.
Mampu
mengidentifikasi faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan
obat yang telah dilaksanakan
METODE
Lokasi dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur
Jaringan bagian Tumbuhan Obat Tropika Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor .
tahapan sterilisas eksplan dan inisiasi dilaksanaan pada senin, 21 Oktober 2013. Pengamatan terhadap eksplan cabe jawa pada ruang inkubasi dilakukan
setiap tiga hari sekali selama dua minggu.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol
kultur, plastik warp, gelas piala, gelas ukur, cawan petri, erlenmeyer,
autoklaf, api spiritus, scapel, pinset, pipet, spatula, pembakar spirtus, laminar air
flow cabinet serta rak-rak untuk menempatkan botol hasil kultur. Bahan yang digunakan berupa biji cabe jawa, alkohol 95%, aquades, spiritus (api), korek
api,
klorox, cairan liquinox dan air yang sudah
disterilisasi.
Analisis data
Pengambilan data kultur jaringan dilakukan
dengan cara pengamatan langsung ke laboratorium kultur jaringan dilakukan
selama interval tiga hari. Data yang diperoleh dianalisis deskriptif.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Unit-unit Bagian dalam
Ruangan Kultur Jaringan
Secara umum Laboratorium Jarngan bagian Konservasi
tumbuhan Obat Tropika, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruangan media, ruangan inisiasi, dan ruangan
inkubasi. Di ruangan media terdapat ruang pencucian. ruang pencucian harus tersedia bak cuci, meja
kerja yang terbuat dari bahan yang tahan terhadap asam dan basa, rak pengering
dan mempunyai saluran untuk air demineralisasi atau destilasi, ruang untuk
tempat oven sebagai alat sterilisasi alat-alat, alat/mesin pencuci dan
pengering, serta rak atau lemari penyimpanan alat. Di dalam ruang
persiapan media harus tersedia tempat untuk penyimpanan bahan-bahan
kimia, gelas kultur dan penutupnya, dan peralatan gelas yang diperlukan untuk
pembuatan media, dan dispenser harus tersedia. Peralatan lain
yang biasanya ada di ruang persiapan dan pembuatan media antara lain alat vaccum, distiling unit, bunsen, refrigerator dan freezer untuk penyimpanan larutan
stok dan bahan kimia,mikrowave, oven dan autoclave
untuk sterilisasi media, peralatan gelas dan peralatan lain. Selain itu, di didalam
ruangan media terdapat tempat untuk pembuatan media kultur, bahan-bahan kimia yang
digunakan harus yang bertaraf analitik dan penimbangannya harus baik dan
benar. Agar lebih akurat, dalam pembuatan media harus dilakukan tahap demi
tahap dan bahan-bahan yang digunakan harus di checklist . Air yang digunakan dalam pembuatan media harus steril.
Ruangan inisiasi dilengkapi dengan air conditioner dan dua buah laminar air flow cabinet. Untuk mendukung kondisi yang aseptik, maka seluruh
pengunjung yang masuk diwajibkan memakai jas laboratorium. Ruangan terakhir
yaitu ruangan inkubasi. Ruangan ini digunakan untuk menyimpan hasil eksplan
yang sudah ditanam pada botol kultur. Sama dengan ruangan inisiasi, ruangan
inkubasi juga dilengkapi dengan air conditioner untuk menjaga suhu ruangan agar
tetap stabil. Pencahayaan pada ruangan ini juga dijaga sedemikian rupa agar
eksplan tidak mati dan tetap dalam kondisi yang aseptik.
Dalam kultur jaringan, pertumbuhan eksplan atau
inokulum diusahakan dalam lingkungan aseptik dan terkendali. Implikasi dari
keadaan ini adalah bahwa setiap langkah dalam pelaksanaanya harus dilakukan
dalam laboratorium. Laboratorium yang efektif merupakan salah satu unsur
penting yang ikut menentukan keberhasilan suatu kegiatan, baik untuk
keperluan peneletian, maupun produksi. Laboratorium kultur jaringan sebaiknya
mempunyai pembagian ruangan yang diatur sedemikian rupa sehingga setiap
kegiatan terpisah satu dengan yang lainya, tetapi juga saling berhubungan dan
mudah dicapai.Semua jenis kultur harus disimpan dalam tempat yang terkontrol
baik temperatur,sirkulasi udara, kelembaban maupun kualitas dan lamanya cahaya.
Faktor-faktor lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan
diferensiasi biakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kultur
protoplas, suspensi sel dan kultur anther adalah yang paling sensitif terhadap
kondisi lingkungan.
Menurut Santoso dan Nursandi (2003)
sebuah laboratorium kultur jaringan setidaknya memiliki dua ruangan utama yakni
ruang media dan ruang kultur. Hal yang berbeda disampaikan oleh Zulkarnain
(2009). Menurut Zulkarnain (2009), ruangan yang ada di laboratorium kultur
jaringan terdiri atas ruang persiapan, ruang transfer, ruang kultur, ruang
stok, ruang timbang dan aklimatisasi. Pertimbangan pembagian ruangan ini ialah
urutan prosedur aseptik yang sangat penting untuk kultur jaringan. Namun, kedua
pendapat tersebut bukanlah patokan mutlak yang harus dipenuhi. Ketepatan yang
disyaratkan dan tujuan yang diinginkan menjadi kunci. Desain laboratorium yang
perlu diperhatikan adalah memisahkan ruang untuk fasilitas umum dengan ruang
yang menekankan kondisi bersih dan aseptik (Santoso dan Nursandi 2003).
Alat dan Bahan dalam Kultur
Jaringan
Alat-alat
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi botol kultur, oven, kompor gas,
gelas piala, hot plate dan magnetic stirer, cawan petri, spatula,
autoclave, bunsen, kertas pH, pipet, scalpel, pinset, timbangan
analitik, Laminar Air Flow Cabinet, sprayer, termometer ruangan, timer,
rak-rak kultur, dan Air Conditioner (AC).
Dengan
masing-masing spesifikasi kegunaan sebagai berikut,
1. Kegiatan sterilisasi
a.
Autoclave untuk mensterilkan alat dan media
b.
Oven sebagai
tempat penyimpanan peralatan yang telah disterilkan
c.
Bunsen digunakan
untuk mensterilkan alat yang digunakan saat melakukan penanaman
d.
Kompor gas
digunakan untuk memanaskan autoclave
2. Kegiatan pembuatan media
a.
Timbangan
analitik untuk menimbang bahan-bahan penyusun media
b.
Pipet 10 ml untuk
pengambilan larutan dalam pembuatan media
c.
Hot plate and magnetic stirer sebagai tungku pemanas
listrik dan pengaduk magnetik dalam pembuatan media
d.
Gelas piala 1000
ml digunakan sebagai wadah dalam pembuatan media
e.
Kertas pH untuk
mengetahui tingkat kemasaman atau basa dalam pembuatan media
3. Kegiatan penanaman
a.
Cawan petri
digunakan sebagai tempat memotong eksplan
b.
Scalpel untuk memotong eksplan
c.
Pinset untuk
menanam eksplan
d.
Laminar Air
Flow Cabinet sebagai ruang kerja
dalam penanaman eksplan
e.
Botol kultur
sebagai tempat menanam eksplan
4. Inkubasi
a.
Rak kultur
sebagai tempat menyimpan botol kultur
b.
Termometer
ruangan untuk mengetahui suhu ruangan inkubasi
c.
Timer untuk mengatur lamanya pencahayaan
d.
Air
Conditioner (AC) untuk menjaga suhu
tetap stabil yaitu sekitar 25-28°C.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan
dalam tiga kelompok sesuai dengan jenis dan cara penggunaannya, yaitu media dasar,
bahan tanaman, dan bahan untuk mensterilkan peralatan.
Media dasar berfungsi sebagai suplai nutrisi bagi
eksplan. Media dasar yang digunakan adalah Murashige Skoog (MS). Bahan yang
dibutuhkan untuk membuat media MS adalah unsur makro, mikro dan vitamin. Jenis
media tanam berupa gel padat, menggunakan agar-agar khusus yang tidak berwarna
dan bersifat netral. Gula digunakan sebagai cadangan makanan dan air sebagai
pelarut seluruh media.
Bahan tanaman yang digunakan adalah eksplan cabe jawa dalam media MS 0 hasil subkultur dengan
karakteristik satu tunas banyak daun. Bagian tanaman yang digunakan
adalah biji. Plantlet
ditanam dalam botol selai yang berukuran besar. Eksplan adalah bagian tanaman yang
digunakan sebagai bahan untuk inisiasi (Gunawan 1987). Bagian yang digunakan
sebagai kultur jaringanpun sangat beragam. Menururt Pierik (1987) menyatakan
bahwa eksplan yang digunakan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya dalam kultur dan hal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah genotip, umur
tanaman, kondisi fisiologis eksplan, dan ukuran eksplan. Bahan yang digunakan untuk mensterilkan peralatan adalah
alkohol 95%, aquades,
iodine (betadine), spiritus (api), korek api, kapas, cairan liquinox dan air
yang sudah disterilisasi.
Alat
dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan tidak selalu mutlak seperti yang
disebutkan di atas. Hal ini tergantung dari tujuan kultur jaringan itu sendiri.
Beberapa bahan untuk sterilisasi biasanya diganti dengan bahan lain seperti
bayelin dan konsentrasi alkohol yang digunakan pun juga berbeda-beda (Sitorus et al. 2011).
Proses Sterilisasi
Alat-alat
yang digunakan dalam praktikum harus
selalu dalam keadaan steril. Gelas (cawan petri, botol-botol kosong, tutup
botol), alat-alat logam (pinset, gagang scalpel, spatula) dibungkus rapi
dengan kertas koran. Semuanya itu disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C
(250°F) pada tekanan 17,5 pound square
inchi (psi) selama 45 menit. Penghitungan waktu sterilisasi dimulai setelah
tekanan yang diinginkan tercapai.
Pada
saat melakukan penanaman, alat-alat diseksi seperti pinset, dan mata pisau scalpel
disterilkan dengan pembakaran di atas api bunsen, setelah sebelumnya
dicelupkan dalam alkohol 70%. Media tanam dan air mineral/galon juga disterilkan dengan autoklaf. Air
galon disterilisasi dengan waktu, suhu, dan tekanan yang sama untuk sterilisasi
alat, air galon ini disterilkan guna mendapatkan air steril yang akan digunakan
pada saat sterilisasi eksplan sebelum di tanam, sedangkan media disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 121°C (250°F) pada tekanan antara 15-17,5 psi selama
20-25 menit.
Bagian
biji
cabe jawa dibersihkan dari dengan
menggunakan pisau silet yang tajam. Setelah jumlah biji terpenuhi, kegiatan sterilisasi dilakukan di
laboratorium, sebagai berikut :
1.
Biji dibersihkan
dari segala kotoran yang menempel dan mengalirinya dengan air selama 5 menit.
Hal ini dilakukan untuk mensiasati agar kandungan tanin/ alkaloid pada eksplan
dapat keluar habis sehingga pada saat penanaman nanti dapat mereduksi timbulnya
peristiwa browning.
2.
Eksplan direndam dan dikocok dalam larutan fungisida satu sendok spatula dengan
100ml air selama 5
menit.
Kemudian dibilas menggunakan air sampai bersih.
3.
Eksplan direndam
dalam larutan deterjen encer 3 g/l selama 5 menit sambil mengocoknya lalu membilasnya dengan air
steril 3 kali hingga bersih.
4.
Sebelum
sterilisasi dengan menggunakan clorox dilakukan, bahan eksplan direndam
terlebih dahulu ke dalam alkohol 30% selama 3 menit, seluruh bagian tanaman terendam dalam larutan.
5.
Barulah, sterilisasi
lanjutan dilakukan dalam larutan clorox yaitu masing-masing dengan konsentrasi
10% selama 5 menit, kemudian larutan 5% selama 5 menit. Setelah itu, bahan eksplan tersebut
dibilas dengan air steril 3 kali. Setelah itu barulah ke tahap selanjutnya
yaitu penanaman eksplan.
6. Sebelum masuk ke
ruangan praktikum, praktikan harus streil dengan cara memakai jas laboratoirium
dan masker, serta selalu menyemprotkan alcohol 95% sebelum memasukkan tangan ke
dalam laminar air flow.
Proses
Inisiasi dan Hasil Pengamatan
Proses inisiasi
Kultur in vitro merupakan suatu metode untuk
mengisolasi (mengambil) bagian tanman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel,
jaringan dan organ, dan menumbuhkannya secara aseptis (bebas kontaminasi)
menjadi tanaman yang utuh (plantet) (Gamborg 1982; Nugroho dan Sugito 2002).
Teknik kultur in vitro sering disebut teknik kultur jaringan. Sandra dan
Karyaningsih (2000) menambahkan bahwa dasar pengembangan kultur in vitro
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwan yaitu sel tumbuhan
yang mempunyai kemampuan otonom totipotensi, yang merupakan potensi
suatu sel untuk dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap dan dewasa karena tiap sel
mengandung rangkaian gen yang lengkap.
Gunawan (1995) menyatakan bahwa teknik kultur in vitro
memiliki beberapa tahapan yaitu : persiapan media, isolasi bahan tanaman
(eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi, pertumbuhan, aklimatisasi dan usaha
memindahkan tanaman hasil kultur lapangan. Teknologi ini menuntut syarat
tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan
kultur jaringan adalah tersedianya fasilitas laboratorium yang menyediakan
alat-alat kerja dan sarana produksi hingga terciptanya kondisi aseptik yang
terkendali serta diperlukan pula keterampilan dan latar belakang keilmuan bagi
pelaksanaannya.
Inisiasi adalah tahap pengambilan
eksplan dari tanaman induk yang akan diperbanyak secara kultur jaringan.
Inisiasi merupakan upaya penumbuhan meristem atau bagian tanaman agar tumbuh
dalam botol yang steril atau bebas dari hama dan penyakit atau tahap
pengambilan eksplan dari tanaman induk (Yuliarti 2010). Sebelum melakukan
inisiasi sebaiknya terlebih dahulu melakukan sterilisasi. Tujuan utama tahap
ini adalah mengusahakan kultur yang aseptic atau aksemik. Aseptic berarti bebas
dari mikroorganisme, sedangkan aksemik berarti bebas dari mikroorganisme yang
tidak diinginkan.
Inisiasi kultur yang bebas dari
kontaminan merupakan langkah yang sangat penting dalam kultur jaringan karena
bila tidak dihilangkan kontaminan ini akan tumbuh dengan cepat dalam media
multur dan menutup eksplan hingga mati. Eksplan yang telah disterilisasi
kemudian ditanama pada media kultur prekondisi untuk memastikan apakah eksplan
telah bebas dari kontaminasi mikroba dan jaringan berinisiasi untuk tumbuh.
Pada tahap ini merupkan tahapan yang paling mahal dalam proses produksi dan
merupkan tahapan yang paling sulit dalam kultur jaringan.
Inisiasi dilakukan di dalam laminar
air flow. Eksplan biji cabe jawa setelah melalui tahapan sterilisasi (baik
didalam maupun di luar laminar air flow) dipindahkan ke dalam cawan petri yang
berisi air steril. Setelah itu tanam eksplan biji cabe jawa di dalam botol
tanam.
Hal yang harus diperhatikan dalam
proses inisiasi yaitu selalu menjaga kondisi lingkungan dan eksplan agar tetap
aseptic. Satu botol kultur digunakan untuk menanam satu eksplan. Sebelum
disimpan dalam ruang inkubasi, botol kultur ditutup dengan plastic wrap dan
diberi label informasi. Plastic wrap berfungsi untuk menghindari masuknya cendawan dan bakteri melalui celah botol
dan penutup (Tuhuteru et al. 2012).
Menurut Yuliarti (2010) idealnya digunakan lima lapis plastic transparan dengan
50 karet gelang untuk mengikatnya. Namun hal ini dinilai kurang efisien,
sehingga penggunaan karet gelang dan plastic transparan disesuaikan dengan
kebutuhan.
Hasil pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap tiga
hari sekali. Pengamamatan dimulai setelah tiga hari penanaman, begitu seterusnya sampai tihga kali
pengamatan. Parameter yang diamati yaitu kontaminasi eksplan baik pada media
maupun pada eksplan itu sendiri. Hasil pengamatan pada hari penanaman dan
pengamtan seperti table 1.
Table
1 hasil pengamatan eksplan cabe jawa
Hari
ke (Tanggal)
|
Eksplan
|
|
1
|
2
|
|
1 (21 Oktober 2013) / Hari Penanaman
|
√
|
√
|
4 (24 Oktober 2013) / Pengamatan
Pertama
|
√
|
√
|
8 (28 Oktober 2013) / Pengamatan
Kedua
|
√
|
√
|
11 (31 Oktober 2013) / Pengamatan
Ketiga
|
√
|
√
|
14 (4 November 2013) / Pengamatan
Keempat
|
√
|
√
|
Berdasarkan table 1. Eksplan masih
mampu bertahan hidup hingga pengamatan yang ke tiga. Baik eksplan biji cabe
jawa yang satu dan dua tidak mengalami kontaminasi. Dari hasil pengamatan tidak terjadi
kontaminasi baik di media maupun eksplan yang ditanam. Hal ini menunjukkan
media yang digunakan memiliki hara yang cukup bagi eksplan biji cabe jawa.
Selain itu, pada tahapan sterilisasi dan inisiasi eksplan telah benar-benar
steril sehingga tidak ada hama dan jamur yang masih tertinggal di eksplan
tersebut.
Kebutuhan akan komposisi media, zat
pengatur tumbuh, dan lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh eksplan cabe jawa
tersedia sehingga eksplan dapat bertahan dalam botol tanam. Selain itu, suhu
ruangan, kelembapan relative, dan cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan.
Apabila suhu, kelembapan, dan cahaya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman
dapat membuat tanaman akan bertahan hidup. Kondisi eksplan juga mempengaruhi
keberhasilan dalam kultur jaringan berupa jenis eksplan, ukuran, umur, dan fase
fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Ukuran eksplan yang
digunakan dalam praktikum kultur jaringan juga mempengaruhi keberhasilan karena
eksplan yang digunakan berukuran kecil. Hal ini sama seperti Gunawan (1995) menyatakan eksplan
dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta
media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil
sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan
regenerasinya.
Faktor - Faktor
Keberhasilan Kultur Jaringan Cabe Jawa
Prinsip dasar pelaksanaan kultur
jaringan adalah isolasi bagian tanaman yang akan ditanam dan menenamnya dalam
media dengan lingkungan yang optimal. Pelaksanaan dilakukan dalam kondisi
aseptic (Biondi dan Thorpe 1981). Sedangkan keberhasilan dalam penerapan kultur
jaringan ditentukan oleh eksplan, media, dan zat pengatur tumbuh yang digunakan
serta lingkungan fisik.
Keberhasilan
dalam teknologi dan aplikasi metode kultur jaringan berkaitan erat dengan
penyediaan hara yang mencukupi bagi bagian tanaman yang dikulturkan (Gamborg
dan Shyluk 1981). George dan Sherrington (1984) menegaskan bahwa morfogenesis
sangat tergantung pada media yang digunakan dan perimbangan yang tepat antara
senyawa organic, anorganik, dan zat pengatur tumbuh merupakan factor esensial.
Media dengan formulasi Murashige dan Skoog (MS) merupakan media yang telah
digunakan secara luas untuk berbagai jenis tanaman, terutama untuk morfogenesis
dan regenerasi eksplan. Media MS dicirikan dengan tingginya konsentrasi garam-garam
mineral (Gamborg dan Shyluk 1981).
Kontaminasi adalah gangguan yang
sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan, munculnya gangguan ini
adalah suatu hal yang wajar sebagai konsekuensi penggunaan media yang diperkaya
(Santoso dan Nursandi 2003). Halperin dan Tripepi (1997) menyatakan bahwa
terdapat tiga kemungkinan yang dapat menyebabkan eksplan gagal berinisiasi.
Pertama, sel-sel pada eksplan kekurangan titopetensi. Kedua, sel-sel eksplan
tidak mampu berdiferensiasi. Dan yang ketiga adalah eksplan mempunyai batasan
fisiologis untuk dapat berdiferensiasi karena kurangnya rangsangan induksi
esensial seperti jenis atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tidak tepat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum Laboratorium Kultur
Jaringan Bagian Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruangan media,
ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk
kultur jaringan berbeda pada tiap tahapannya, namun secara umum alat dan bahan
yang digunakan yaitu autoclave, botol kultur, pinset, pisau bedah, Bunsen,
cawan petri, gelas ukur, betadine, alkohol 95% dan 30%, kloroks 10% dan 5%,
biji cabe jawa, plastic wrap, gelang, spatula, deterjen dan kertas label.
Proses sterilisasi dimulai dari sterilisasi eksplan baik di dalam maupun di
luar laminar, sterilisasi orang yang mengerjakan kultur jaringan dan
sterilisasi alat-alat yang digunakan. Setelah proses sterilisasi baru dilakukan
tahapan inisiasi atau penanaman eksplan pada botol kultur dalam laminar air
flow. Faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan dibedakan
menjadi tiga yaitu faktor seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan
zat pengatur tumbuh. Namun pada kultur jaringan kemaitan faktor yang
berpengaruh yaitu sterilisasi bahan eksplan..
Saran
Perlu dilakukannya latihan lebih
lanjut mengenai kultur jaringan supa lebih ahli dalam mengkulturkan suatu
tumbuhan obat ataupun tumbuhan lainnya. Dan perlu dilakukan latihan lebih
lanjut tentang inisiasi agar meminimalisir kontaminasi dalam kultur jaringan.
DAFTAR
PUSTAKA
Biondi,
S. dan T.A. Thorpe. 1981. Requirements
for a Tissue Culture Facility: Methode and Application in Agriculture.
Thorpe, T.A. (ed.). Academic Press. New YorkLondon-Sidney-San Francisco.
Gamborg OL
dan Shyluk JP. 1981. Nutrition Media and
Characteristics of Plant and Tissue Culture. Plant Tissue Culture: Methods
and Application in Agricultural. Academic Press. New York.
Gamborg OL.
1982. Kalus dan Kultur Sel.Metode Kultur Jaringan Edisi 2. Wetter LR dan
F Constabel (editor). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
George
E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Biotechnology
by Tissue Culture. Exegetics Ltd. Eversley.
Gunawan LW.
1995. Teknik Kultur In Vitro dalam Hortikultura. Jakarta : PT Penebar
Swadaya.
Gunawan. 1987.
Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nugroho A
dan Sugito H. 2002. Pedoman Pelaksanaan
Teknik Kultur Jaringan. Jakarta : PT Penebar Swadaya.
Pierik RLM. 1987. In
Vitro Culture of Higher Plants.
Sandra E dan
Karyaningsih I.2000. Panduan Teknis Pelatihan Kultur Jaringan. Unit Kultur
Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Santoso
U dan F Nursandi. 2003. Kultur Jaringan
Tanaman. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Sitorus
EN, ED Hastuti, N Setiari. 2011. Induksi Kalus Binahong (Basella rubra L.) secara In
vitro pada Media Murashige & Skoog dengan Konsentrasi Sukrosa yang
Berbeda. Bioma 13(1): 1-7.
Tuhuteru ML, Hehanussa, SHT Raharjo. 2012. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anggrek Dendrobium anosmum pada Media Kultur In Vitro dengan
Beberapa Konsentrasi Air Kelapa. Agrologia. 1(1): 1-12.
Yuliarti
N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala
Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily Publisher.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Lampiran
0 comments:
Post a Comment