PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hutan merupakan sumber kekayaan yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kelangsungan dan kelestariannya
tergantung pada sikap dan tindakan manusia dalam memanfaatkan potensi hutan
tersebut. Pemanfaatam
sumber daya hutan merupakan upaya meningkatkan nilai hutan sehingga dapat
bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan hutan dapat berupa kayu maupun hasil hutan
bukan kayu (HHBK).
Permintaan terhadap hasil hutan bukan kayu
(HHBK) dewasa ini telah mengalami peningkatan. Salah satu HHBK yang mulai
mengalami peningkatan permintaan berbagai industri adalah getah pinus. Dengan
meningkatnya kebutuhan getah untuk keperluaan industri, maka para penyadap
getah pinus akan dibebankan target produksi yang lebih
tinggi oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar.
1.2
Tujuan
Tujuan
dari praktikum penyadapan getah pinus adalah
1.
Dapat melakukan
penyadapan getah pinus dengan menerapkan metode quarre dan metode bor.
2.
Mengetahui pengaruh
pemberian simulansia pada penyadapan getah pinus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Getah Pinus
Getah
yang dihasilkan pohon Pinus merkusii digolongkan sebagai oleoresin
yang merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar
apabila saluran resin pada kayu atau kulit pohon jenis jarum tersayat atau
pecah (Sumadiwangsa 1978). Penamaan oleoresin ini dipakai untuk membedakan getah
pinus dari getah alamiah (natural resin) yang muncul kulit atau terdapat dalam
rongga-rongga jaringan kayu sebagai genus dari anggota famili Dipterocarpaceae,
Leguminoceae, dan Caesalpiniaceae.
Getah
yang berasal dari pohon Pinus berwarna kuning pekat dan lengket, yang terdii
dari campuran bahan kimia yang kompleks. Unsur-unsur terpenting yang menyusun
getah pinus adalah asam terpen dan asam abietic. Campuran bahan tersebut larut
dalam alcohol, bensin, ether, dan sejumlah pelarut organic lainnya, tetapi
tidak larut dalam air. Selain itu dari hasil penyulingan getah Pinus merkusii
rata-rata dihasilkan 64% gondorukem, 22,5% terpentin, dan 12,5% kotoran (Sumadiwangsa 1978).
Saluran
getah resin bukan merupakan bagian dari kayu, tetapi berupa rongga yang dikelilingi
oleh sel-sel parenkimatis atau sel epitel. Seluruh lapisan yang mengelilingi
saluran resin disebut epitellium. Ada
beberapa cara dalam pembentukan saluran getah, diantaranya yaitu lysegeneous dan schizogeneous (Dwijoseputro 1980).
Lysegeneous yaitu beberapa sel
parenkim yang berdekatan hancur sehingga isinya tercampur, maka terbentuk
rongga yang kemudian terisi cairan. Rongga ini dibtasi oleh sel-sel yang tidak
hancur, dimana sel-sel yang tidak hancur ini dapat menjadi sel epitel. Proses
semacam ini disebut gummosis. Sedangkan schizogeneous yaitu beberapa sel
parenkim memisahkan diri melalui lamella tengah sehingga terjadi suatu saluran
yang dikelilingi oleh belahan sel-sel parenkim yang menjadi sel epitel.
Prinsip
keluarnya getah dari luka adalah sebagai berikut saluran getah pada semua sisi dikelilingi
oleh jaringan parenkim diantara saluran getah dan sel-sel parenkim terdapat
keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada batang pinus sehingga saluran getahnya
terbuka, maka tekanan dinding berkurang akibatnya getah keluar. Arah sadapan mempunyai
pengaruh terhadap produksi getah Pinus merkusii. Produksi getah
dari pohon Pinus yang arah sadapannya ke timur
menunjukan produksi getah yang paling besar kemudian diikuti arah Selatan,
Barat, dan Utara. Keadaan ini ada hubungannya dengan cepat lambatnya peninaran
matahari dan intensitas cahaya yang masuk yang dapat mempengaruhi
suhu/temperatur sekitarnya. (Rochidayat dan Sukawi, 1977). Menurut Dephut (1996) Produksi
getah pinus dipengaruhi oleh faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor ekstern berupa
tempat tumbuh serta tindakan dalam pemeliharaan hutan yang mempengaruhi
produksi getah secara langsung melalui faktor intern. Faktor intern (genetik)
antara lain umur
pohon, diameter pohon, jumlah dan ukuran saluran damar, kondisi suplai nutrisi
dan kondisi suplai air terutama pada bagian luka. Faktor ekstern
(lingkungan) antara lain :kualitas tempat tumbuh, kerapatan pohon dan iklim
serta intensitas matahari.
3.2 Metode
Penyadapan
Menurut Reksowardojo et al (1973)
dalam Supriyanto (1989) penyadapan tegakan getah pinus dapat dilakukan dengan
tiga cara, yaitu sistem koak (quarre), sistem bor dan sistem Amerika. Metode
yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah dengan metode quarre.
Metode quarre merupakan sistem penyadapan pinus yang
berasal dari Perancis dan merupakan cara penyadapan yang paling sederhana bila
dibandingkan dengan metode penyadapan pinus lainnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan hasil dari penyadapan getah pinus dapat dilihat di
tabel 1.
Tabel
1. Hasil penyadapan getah pinus
No.
|
Metode yang digunakan
|
Stimulan (gram)
|
Tanpa Stimulan (gram)
|
1.
|
Metode
Quarre
|
16
|
10
|
2.
|
Metode
Borr
|
6
|
5
|
4.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang telah
disajikan pada table 1. Hasil penyadapan getah Pinus sp. di atas,
terlihat adanya perbedaan antara hasil penyadapan dengan pemberian stimulan dan
non stimulan. Pada dasarnya, penyadapan getah Pinus sp. dengan tanpa
stimulan biasanya akan menghasilkan banyaknya getah (dalam gram) berjumlah
kecil atau sedikit, karena dengan tanpa pemberian stimulan, pohon yang disadap
tidak akan mendapatkan rangsangan yang lebih dari biasanya dan hasil yang
didapat akan jauh lebih sedikit dibanding dengan pohon yang diberi stimulan.
Dengan kata lain, pohon yang diberi perlakuan pemberian stimulan akan
menghasilkan getah yang lebih banyak sekitar 250% (minimal 2,5 kali lipat)
daripada pohon yang tanpa diberi stimulan (Darson 2006). Hal itu dapat dilihat
pada tabel 1. pohon dengan pemberian stimulan, banyaknya getah
yang didapat lebih banyak yaitu sebesar 16 gram dibanding pohon yang tanpa
stimulan yaitu sebesar 10 gram dengan menggunakan metode quarre. Sedangkan
dengan menggunakan metode bor getah yang dihasilkan dengan pemberian stimulan
sebesar 10 gram akan tetapi pohon yang tidak diberi stimulan hanya diperoleh
hasil sebesar 5 gram.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar hasil sadapan dengan pemberian stimulan lebih banyak mendapatkan
getah adalah pembuatan mal sadap harus sesuai ukuran dan aturan yang berlaku,
ukuran dan penempatan talang yang dibuat harus mampu menampung semua getah yang
keluar dari lubang koakan, penempatan dan pemilihan tempat tampungan getah
harus dibuat dari barang yang daya tahannya lebih kuat dalam menahan beban
getah yang semakin lama akan semakin banyak, serta sebaiknya posisi atau
keadaan talang dan tempat menampung getah terhindar dari adanya air hujan yang
masuk sehingga ketika air hujan lebih banyak yang masuk akan menyebabkan
penambahan beban pada tampungan yang akhirnya menyebabkan tampungan tersebut
bocor dan tidak kuat lagi dalam menahan beban.
DAFTAR PUSTAKA
Darsono V. 2006. Pengantar Ilmu Lingkungan.
Yogyakarta : Universitas
Atma Jaya.
Dwijoseputro D. 1980. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT Gramedia.
Departemen Kehutanan. 1996. Kajian Teknis Ekonomis Pengolahan Gondorukem dalam Rangka Peningkatan
Nilai Tambah : Studi Kasus di PGT Paninggaran dan PGT Cimanggu. Jakarta.
Supriyanto. 1989. Kelas
Umur dan bonita Optimum untuk Produksi Getah Pinus merkusii (Junngh. Et de
Vriese) di KPH Kedu Selatan. Bogor.
Rochidayat
dan Sukawi, 1977. Effect of shading, Mycorriza inoculated and organic matter on
the growth of Hopea gregaria seedling. Buletin Penelitian No. 28.
Yogyakarta: Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.
Sumadiwangsa,
E.S. 1978. Sifat Fisiko-Kimia Kopal
Manila. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.
0 comments:
Post a Comment