Tuesday, September 22, 2015

PENYADAPAN GETAH PINUS

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hutan merupakan sumber kekayaan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kelangsungan dan kelestariannya tergantung pada sikap dan tindakan manusia dalam memanfaatkan potensi hutan tersebut. Pemanfaatam sumber daya hutan merupakan upaya meningkatkan nilai hutan sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan hutan dapat berupa kayu maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Permintaan terhadap hasil hutan bukan kayu (HHBK) dewasa ini telah mengalami peningkatan. Salah satu HHBK yang mulai mengalami peningkatan permintaan berbagai industri adalah getah pinus. Dengan meningkatnya kebutuhan getah untuk keperluaan industri, maka para penyadap getah pinus akan dibebankan target produksi yang lebih tinggi oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum penyadapan getah pinus adalah
1.      Dapat melakukan penyadapan getah pinus dengan menerapkan metode quarre dan metode bor.
2.      Mengetahui pengaruh pemberian simulansia pada penyadapan getah pinus.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Getah Pinus
Getah yang dihasilkan pohon Pinus merkusii digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila saluran resin pada kayu atau kulit pohon jenis jarum tersayat atau pecah (Sumadiwangsa 1978). Penamaan oleoresin ini dipakai untuk membedakan getah pinus dari getah alamiah (natural resin) yang muncul kulit atau terdapat dalam rongga-rongga jaringan kayu sebagai genus dari anggota famili Dipterocarpaceae, Leguminoceae, dan Caesalpiniaceae.
Getah yang berasal dari pohon Pinus berwarna kuning pekat dan lengket, yang terdii dari campuran bahan kimia yang kompleks. Unsur-unsur terpenting yang menyusun getah pinus adalah asam terpen dan asam abietic. Campuran bahan tersebut larut dalam alcohol, bensin, ether, dan sejumlah pelarut organic lainnya, tetapi tidak larut dalam air. Selain itu dari hasil penyulingan getah Pinus merkusii rata-rata dihasilkan 64% gondorukem, 22,5% terpentin, dan 12,5% kotoran (Sumadiwangsa 1978).
Saluran getah resin bukan merupakan bagian dari kayu, tetapi berupa rongga yang dikelilingi oleh sel-sel parenkimatis atau sel epitel. Seluruh lapisan yang mengelilingi saluran resin disebut epitellium. Ada beberapa cara dalam pembentukan saluran getah, diantaranya yaitu lysegeneous dan schizogeneous (Dwijoseputro 1980).
Lysegeneous yaitu beberapa sel parenkim yang berdekatan hancur sehingga isinya tercampur, maka terbentuk rongga yang kemudian terisi cairan. Rongga ini dibtasi oleh sel-sel yang tidak hancur, dimana sel-sel yang tidak hancur ini dapat menjadi sel epitel. Proses semacam ini disebut gummosis. Sedangkan schizogeneous yaitu beberapa sel parenkim memisahkan diri melalui lamella tengah sehingga terjadi suatu saluran yang dikelilingi oleh belahan sel-sel parenkim yang menjadi sel epitel.
Prinsip keluarnya getah dari luka adalah sebagai berikut  saluran getah pada semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim diantara saluran getah dan sel-sel parenkim terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada batang pinus sehingga saluran getahnya terbuka, maka tekanan dinding berkurang akibatnya getah keluar. Arah sadapan mempunyai pengaruh terhadap produksi getah Pinus merkusii. Produksi getah dari pohon Pinus yang arah sadapannya ke timur menunjukan produksi getah yang paling besar kemudian diikuti arah Selatan, Barat, dan Utara. Keadaan ini ada hubungannya dengan cepat lambatnya peninaran matahari dan intensitas cahaya yang masuk yang dapat mempengaruhi suhu/temperatur sekitarnya. (Rochidayat dan Sukawi, 1977). Menurut Dephut (1996) Produksi getah pinus dipengaruhi oleh faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor ekstern berupa tempat tumbuh serta tindakan dalam pemeliharaan hutan yang mempengaruhi produksi getah secara langsung melalui faktor intern. Faktor intern (genetik) antara lain umur pohon, diameter pohon, jumlah dan ukuran saluran damar, kondisi suplai nutrisi dan kondisi suplai air terutama pada bagian luka. Faktor ekstern (lingkungan) antara lain :kualitas tempat tumbuh, kerapatan pohon dan iklim serta intensitas matahari.

3.2 Metode Penyadapan
Menurut Reksowardojo et al (1973) dalam Supriyanto (1989) penyadapan tegakan getah pinus dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sistem koak (quarre), sistem bor dan sistem Amerika. Metode yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah dengan metode quarre.
 Metode quarre merupakan sistem penyadapan pinus yang berasal dari Perancis dan merupakan cara penyadapan yang paling sederhana bila dibandingkan dengan metode penyadapan pinus lainnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan hasil dari penyadapan getah pinus dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Hasil penyadapan getah pinus
No.
Metode yang digunakan
Stimulan (gram)
Tanpa Stimulan (gram)
1.
Metode Quarre
16
10
2.
Metode Borr
6
5

4.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang telah disajikan pada table 1. Hasil penyadapan getah Pinus sp. di atas, terlihat adanya perbedaan antara hasil penyadapan dengan pemberian stimulan dan non stimulan. Pada dasarnya, penyadapan getah Pinus sp. dengan tanpa stimulan biasanya akan menghasilkan banyaknya getah (dalam gram) berjumlah kecil atau sedikit, karena dengan tanpa pemberian stimulan, pohon yang disadap tidak akan mendapatkan rangsangan yang lebih dari biasanya dan hasil yang didapat akan jauh lebih sedikit dibanding dengan pohon yang diberi stimulan. Dengan kata lain, pohon yang diberi perlakuan pemberian stimulan akan menghasilkan getah yang lebih banyak sekitar 250% (minimal 2,5 kali lipat) daripada pohon yang tanpa diberi stimulan (Darson 2006). Hal itu dapat dilihat pada tabel 1.  pohon  dengan pemberian stimulan, banyaknya getah yang didapat lebih banyak yaitu sebesar 16 gram dibanding pohon yang tanpa stimulan yaitu sebesar 10 gram dengan menggunakan metode quarre. Sedangkan dengan menggunakan metode bor getah yang dihasilkan dengan pemberian stimulan sebesar 10 gram akan tetapi pohon yang tidak diberi stimulan hanya diperoleh hasil sebesar 5 gram.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar hasil sadapan dengan pemberian stimulan lebih banyak mendapatkan getah adalah pembuatan mal sadap harus sesuai ukuran dan aturan yang berlaku, ukuran dan penempatan talang yang dibuat harus mampu menampung semua getah yang keluar dari lubang koakan, penempatan dan pemilihan tempat tampungan getah harus dibuat dari barang yang daya tahannya lebih kuat dalam menahan beban getah yang semakin lama akan semakin banyak, serta sebaiknya posisi atau keadaan talang dan tempat menampung getah terhindar dari adanya air hujan yang masuk sehingga ketika air hujan lebih banyak yang masuk akan menyebabkan penambahan beban pada tampungan yang akhirnya menyebabkan tampungan tersebut bocor dan tidak kuat lagi dalam menahan beban.


DAFTAR PUSTAKA

Darsono V. 2006. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya.
Dwijoseputro  D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT  Gramedia.
Departemen Kehutanan. 1996. Kajian Teknis Ekonomis Pengolahan Gondorukem dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah : Studi Kasus di PGT Paninggaran dan PGT Cimanggu. Jakarta.
Supriyanto. 1989. Kelas Umur dan bonita Optimum untuk Produksi Getah Pinus merkusii (Junngh. Et de Vriese) di KPH Kedu Selatan. Bogor.
Rochidayat dan Sukawi, 1977. Effect of shading, Mycorriza inoculated and organic matter on the  growth of Hopea gregaria seedling. Buletin Penelitian No. 28. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.

Sumadiwangsa, E.S. 1978. Sifat Fisiko-Kimia Kopal Manila.  Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

0 comments:

Post a Comment