Tuesday, September 22, 2015

PERBANYAKAN TUMBUHAN KEMAITAN (Lunasia amara Blanco.) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN

ABSTRAK
Kemaitan berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat secara besar-besaran, namun sifatnya yang slow growing species menimbulkan masalah sehingga salah satu solusinya yaitu dengan kultur jaringan. Tujuan penelitian ini ialah mengenal unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan, megetahui alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tumbuhan, mengetahui proses sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan, memahami proses inisiasi kultur jaringan tumbuhan dan mampu mengidentifikasi faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat. Secara umum ruangan kultur jaringan dibedakan menjadi ruangan media, ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan tergantung pada tiap tahapannya yaitu pengambilan eksplan, sterilisasi, inisiasi dan inkubasi. Proses sterilisasi dilakukan baik pada media kultur, eksplan, orang yang melakukan kultur jaringan dan alat-alat yang digunakan. Proses inisiasi (penanaman) merupakan lanjutan dari proses sterilisasi eksplan. Faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat dibedakan menjadi tiga, yaitu seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat pengatur tumbuh. Namun pada kultur jaringan kemaitan faktor yang paling berpengaruh yaitu sterilisasi bahan eksplan.

Kata Kunci : Kemaitan, Kultur Jaringan Tumbuhan, Sterilisasi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi tumbuhan obat hutan tropika yang tinggi. Sebagian besar tumbuhan obat tersebut tidak dimiliki oleh negara lain di dunia (Zuhud et al. 1994). Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan adalah kemaitan (Lunasia amara Blanco.). Tumbuhan ini mempunyai banyak kegunaan untuk manusia terutama sebagai obat. Kemaitan digunakan untuk mengobati gangguan seksualitas pada kaum  pria, obat anti diare, penawar racun makanan atau ular, mengatasi masalah kelainan kulit, obat bengkak, penyubur rambut dan kosmetika (Rusdianto 1999).
Karena kegunaannya yang cukup spesifik terutama untuk mengatasi gangguan seksualitas pada kaum pria dan sifatnya yang afrodisiak, maka tumbuhan ini berpotensi sebagai simplisia di dunia kesehatan. Pembuatan simplisia tentunya memerlukan bahan baku yang banyak, apalagi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Namun, ada satu hal yang harus diperhatikan dalam hal pemenuhan bahan baku simplisia kemaitan. Kemaitan merupakan tumbuhan yang masuk dalam kategori slow growing spesies. Artinya eksploitasi yang berlebihan dapat menghambat regenerasi dan pertumbuhannya. Oleh sebab itu kultur jaringan kemaitan menjadi salah satu cara untuk mengatasi pemenuhan bahan baku sekaligus juga untuk melestarikan pemanfaatan spesies tumbuhan obat kemaitan.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1.            Mengenal unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan
2.            Mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tumbuhan
3.            Mengetahui proses sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan
4.            Memahami proses inisiasi kultur jaringan tumbuhan
5.            Mampu mengidentifikasi faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat yang telah dilaksanakan

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan bagian Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tahapan sterilisasi eksplan dan  inisiasi dilaksanakan pada 24 Oktober 2013. Pengamatan terhadap eksplan kemaitan pada ruangan inkubasi dilaksanakan pada 28 Oktober 2013. Pengamatan terhadap eksplan kemaitan pada ruangan inkubasi dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengamatan dihentikan apabila eksplan mengalami kontaminasi. 

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri atas gunting, botol selai beserta tutupnya, gelas ukur, spatula, pinset, pisau bedah, cawan petri, pembakar spirtus, saringan dan laminar air flow. Bahan yang digunakan berupa tunas kemaitan, deterjen, alkohol 95%, betadine, air steril, spirtus, dan kloroks.

Analisis Data
Pengambilan data kultur jaringan dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke laboratorium kultur jaringan setiap interval waktu tiga hari. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit-unit Bagian dalam Ruangan Kultur Jaringan
Secara umum Laboratorium Kultur Jaringan bagian Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata  terbagi atas tiga ruangan. Ruangan tersebut yaitu ruangan media, ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Ruangan media merupakan sebuah ruangan khusus untuk membuat media. Alat-alat dan bahan-bahan pembuatan media tersedia di ruangan ini. Tersedia pula aliran air untuk memudahkan proses pencucian alat-alat dan eksplan. Kemudian ruangan inisiasi. Ruangan ini dilengkapi dengan air conditioner dan dua buah laminar air flow cabinet. Untuk mendukung kondisi yang aseptik, maka seluruh pengunjung yang masuk diwajibkan memakai jas laboratorium. Ruangan terakhir yaitu ruangan inkubasi. Ruangan ini digunakan untuk menyimpan hasil eksplan yang sudah ditanam pada botol kultur. Sama dengan ruangan inisiasi, ruangan inkubasi juga dilengkapi dengan air conditioner untuk menjaga suhu ruangan agar tetap stabil. Pencahayaan pada ruangan ini juga dijaga sedemikian rupa agar eksplan tidak mati dan tetap dalam kondisi yang aseptik.
Menurut Santoso dan Nursandi (2003) sebuah laboratorium kultur jaringan setidaknya memiliki dua ruangan utama yakni ruang media dan ruang kultur. Hal yang berbeda disampaikan oleh Zulkarnain (2009). Menurut Zulkarnain (2009), ruangan yang ada di laboratorium kultur jaringan terdiri atas ruang persiapan, ruang transfer, ruang kultur, ruang stok, ruang timbang dan aklimatisasi. Pertimbangan pembagian ruangan ini ialah urutan prosedur aseptik yang sangat penting untuk kultur jaringan. Namun, kedua pendapat tersebut bukanlah patokan mutlak yang harus dipenuhi. Ketepatan yang disyaratkan dan tujuan yang diinginkan menjadi kunci. Desain laboratorium yang perlu diperhatikan adalah memisahkan ruang untuk fasilitas umum dengan ruang yang menekankan kondisi bersih dan aseptik (Santoso dan Nursandi 2003).   

Alat dan Bahan dalam Kultur Jaringan
Tahapan dalam kultur jaringan dibedakan menjadi empat tahapan yakni pengambilan eksplan, sterilisasi, inisiasi dan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan berbeda pada tiap tahapannya. Pengambilan eksplan dilakukan dengan menggunakan gunting. Eksplan yang diambil berupa tunas kemaitan. Tahapan selajutnya yaitu sterilisasi. Sterilisasi dilakukan dua kali yaitu di luar dan di dalam laminar air flow. Sterilisasi di luar laminar air flow dilakukan dengan mengocok eksplan, air 100 mL, dan deterjen selama lima menit. Setelah itu baru dibersihkan dan dimasukkan lagi ke dalam botol kultur berisi air steril. Sterilisasi di dalam laminar air flow dilakukan sebanyak tujuh kali. Pertama eksplan direndam dalam alkohol 96 % selama tiga menit. Setelah itu direndam kloroks 10 % dan 5 % masing-masing selama lima menit, kemudian baru dibilas air steril sebanyak tiga kali pada botol kultur yang berbeda. Inisiasi merupakan proses ketiga. Alat dan bahan yang diperlukan pada proses ini ialah pinset, cawan petri, botol kultur yang berisi media, pisau bedah, bunsen, betadine, plastic wrap, karet gelang, kertas label, dan air steril. Tahapan terakhir yaitu inkubasi. Alat yang dipakai yaitu rak-rak dan bahan yang harus ada yaitu eksplan yang sudah ditanam pada media kultur.
Alat dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan tidak selalu mutlak seperti yang disebutkan di atas. Hal ini tergantung dari tujuan kultur jaringan itu sendiri. Beberapa bahan untuk sterilisasi biasanya diganti dengan bahan lain seperti bayelin dan konsentrasi alkohol yang digunakan pun juga berbeda-beda (Sitorus et al. 2011).

Proses Sterilisasi
Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang berasal dari lapangan atau alam berpeluang besar terkontaminasi mikroorganisme (Aisyah dan Surachman 2011). Sterilisasi bahan agar untuk media kultur dilakukan dengan menggunakan autoclave. Untuk eksplan kemaitan sendiri awalnya dicuci pada air yang mengalir kemudian dibersihkan menggunakan deterjen dengan cara mengocoknya selama lima menit dalam botol. Selanjutnya eksplan dicuci bersih. Eksplan kemudian disterilisasi di dalam laminar menggunakan alkohol 96% selama 3 menit, kloroks 10% dan 5% masing-masing lima menit serta pembilasan eksplan menggunakan air steril sebanyak tiga kali. Sterilisasi tidak hanya dilakukan pada eksplan saja. Orang yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Caranya dengan selalu memakai jas laboratorium dan masker serta selalu menyemprotkan alkohol 95% sebelum memasukkan tangan ke dalam laminar air flow. Alat-alat yang masuk ke dalam laminar air flow sebelumnya juga harus disemprot alkohol terlebih dahulu. Laminar air flow juga harus disemprot alkohol 95% secara berkala untuk memberikan kondisi yang aseptik. Bahkan alat-alat seperti cawan petri dan botol kultur harus dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu unutk mensterilkannya.
Alat-alat pemotong seperti pisau bedah dan pinset juga harus disterilisasi. Sterilisasi yang dilakukan menggunakan metode panas kering, yaitu dengan membakar pisau bedah dan pinset sampai membara, kemudian direndam dalam air steril sebelum digunakan. Sterilisasi dilakukan untuk menghindari kontaminasi. Kontaminasi yang sulit untuk diatasi berasal dari eksplan itu sendiri. Oleh karena itu pemilihan metode sterilisasi harus selektif. Secara spesifik metode sterilisasi yang paling tepat dapat diperoleh melalui trial and error (Zulkarnain 2009). Waktu dan bahan sterilan ternyata juga menentukan keberhasilan sterilisasi (Aisyah dan Surachman 2011).

Proses Inisiasi dan Hasil Pengamatan
Proses Inisiasi
Menurut Yuliarti (2010) inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kultur jaringan adalah tunas. Namun tidak menutup kemungkinan bagian tumbuhan lain dapat dipakai untuk kultur jaringan.  Inisiasi dilakukan dalam kotak tanam (Laminar air flow cabinet). Eksplan pucuk kemaitan yang sudah melalui tahap sterilisasi (sterilisasi di dalam maupun di luar Laminar Air Flow) dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi air steril dan ditambah dengan dua tetes cairan aseptik (Betadine). Setelah itu pucuk diiris dengan panjang kurang lebih 1 cm. Untuk memudahkan ketika eksplan ditanam di media, pangkal eksplan diiris meruncing. Sebelumnya ujung-ujung eksplan juga dipotong untuk menghindari kontaminan yang mungkin terbawa tanaman.
Hal yang harus diperhatikan dalam proses inisiasi yaitu selalu menjaga kondisi lingkungan dan eksplan agar tetap aseptik. Setelah itu potongan-potongan eksplan ditanam pada botol kultur dengan media kultur yang telah dipersiapkan sebelumnya. Satu botol kultur digunakan untuk satu eksplan. Sebelum disimpan dalam ruang inkubasi, botol kultur ditutup dengan plastic wrap dan diberi label informasi. Plastic wrap berfungsi untuk menghindari masuknya cendawan dan bakteri melalui celah botol dan penutup (Tuhuteru et al. 2012). Menurut Yuliarti (2010) idealnya digunakan lima lapis plastic transparan dengan 50 karet gelang untuk mengikatnya. Namun hal ini dinilai kurang efisien, sehingga penggunaan karet gelang dan plastic transparan disesuaikan dengan kebutuhan.

Hasil Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengamatan dimulai tiga hari setelah pengamatan, begitu seterusnya sampai tiga kali pengamatan. Parameter yang diamati yaitu kontaminasi eksplan baik pada media maupun pada eksplan itu sendiri. Hasil pengamatan pada hari penanaman dan pengamatan pertama seperti pada tabel 1.  
Tabel 1 Hasil Pengamatan Eksplan Kemaitan (Lunasia amara Blanco.)
Hari ke (tanggal)
Eksplan
1
2
1 (24 Okt 2013) / Hari Penanaman
  √
2 (28 Okt 2013) / Pengamatan Pertama
-
-

Berdasarkan tabel 1, eksplan hanya mampu bertahan setelah tiga hari penanaman. Eksplan pertama tidak menancap sempurna pada media. Bila diperhatikan, eksplan pertama roboh dan menempel pada media (Lampiran gambar 2a). Ada semacam lendir bening yang berwarna kekuningan yang menyelimuti permukaan eksplan dan menempel pada media. Hal ini dapat dikategorikan sebagai kontaminasi. Kontaminasi yang ditandai dengan adanya lendir bening yang berwarna kuning. Menurut Mayasari (2007) kontaminasi oleh bakteri sulit untuk ditangani karena belum diketahui jenis bakterinya dan sulit untuk mempertahankan jaringan tetap hidup.
Sama halnya dengan eksplan pertama, eksplan kedua juga mengalami kontaminasi. Namun kontaminasi terjadi pada eksplan itu sendiri. Kontaminasi tersebut berasal dari cendawan, yang dicirikan dengan adanya benang-benang halus berwarna putih (Mayasari 2007). Kontaminasi dapat terjadi jika semakin kaya komponen hara suatu media. Murasighe dan Skoog (MS) merupakan media kaya komponen unsure hara yang digunakan pada penelitian sehingga potensi kontaminasi semakin besar terjadi (Santoso dan Nursandi 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Denish (2007) eksplan kemaitan tetap bertahan hidup selama 12 minggu setelah tanam. Selain itu Denish (2007) menyebutkan bahwa penyebab kematian pada eksplan kemaitan yaitu kontaminasi cendawan dan peristiwa pencoklatan (browning). Menurut Collins dan Edwards (1998), browning dapat terjadi karena jaringan tumbuhan baru disayat atau dipotong. Kemaitan merupakan salah satu tumbuhan yang menghasilkan senyawa fenolik. Senyawa fenolik dihasilkan sebagai respon tumbuhan karena stress. Browning merupakan hasil oksidasi senyawa fenolik yang diproduksi jaringan dan oksigen dalam botol kultur.  Stress pada jaringan kemaitan dapat terjadi karena eksplan kemaitan disayat terlebih dahulu sebelum ditanam pada media tanam. Jaringan yang stress tersebut kemudian menghasilkan senyawa fenolik yang bereaksi dengan oksigen dalam botol kultur. Senyawa fenolik terutama ditemukan pada eksplan-eksplan yang berasal dari alam (Palacio et al. 2012). Namun pencoklatan (browning) tidak terjadi selama pengamatan.

Faktor-Faktor Kegagalan atau Keberhasilan Kultur Jaringan Tumbuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan dapat dibedakan menjadi tiga faktor utama yaitu seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat pengatur tumbuh (Zulkarnain 2009). Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa kultur jaringan pada kemaitan mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan kedua eksplan mengalami kontaminasi baik oleh bakteri maupun cendawan. Eksplan kedua menunjukkan adanya cendawan yang tumbuh pada ujung eksplan. Tumbuhnya cendawan pada ujung eksplan karena sterilisasi yang tidak sempurna. Eksplan tidak tercuci secara sempurna sehingga cendawan masih bisa tumbuh. Selain itu pemotongan ujung-ujung eksplan juga tidak sempurna sehingga ujung eksplan yang mengandung kontaminan masih dapat terbawa. Eksplan pertama roboh hingga menyentuh media sehingga menyebabkan kontaminasi bakteri yang mungkin terbawa oleh eksplan.
Pemilihan bahan eksplan yang cocok juga merupakan faktor penting untuk menentukan keberhasilan kultur jaringan. Umumnya tanaman dikotil lebih mudah berproliferasi pada kultur in vitro dibandingkan tanaman monokotil (Zulkarnain 2009). Selain itu kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya terhadap kultur jaringan. Namun karena pada praktikum ini tidak diketahui secara pasti zat pengatur tumbuh yang digunakan, maka faktor zat pengatur tumbuh tidak dapat dibahas secara lebih mendalam. 

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruangan media, ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk kultur jaringan berbeda pada tiap tahapannya, namun secara umum alat dan bahan yang digunakan yaitu autoclave, botol kultur, pinset, pisau bedah, Bunsen, cawan petri, gelas ukur, betadine, alkohol 96% dan 95%, kloroks 15% dan 5%, tunas kemaitan, plastic wrap, gelang, spatula, deterjen dan kertas label. Proses sterilisasi dimulai dari sterilisasi eksplan baik di dalam maupun di luar laminar, sterilisasi orang yang mengerjakan kultur jaringan dan sterilisasi alat-alat yang digunakan. Setelah proses sterilisasi baru dilakukan tahapan inisiasi atau penanaman eksplan pada botol kultur dalam laminar air flow. Faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan dibedakan menjadi tiga yaitu faktor seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat pengatur tumbuh. Namun pada kultur jaringan kemaitan faktor yang berpengaruh yaitu sterilisasi bahan eksplan.
Saran
Perlu dilakukan sterilisasi lebih lanjut misalnya dengan menggunakan antibiotik untuk mengatasi kontaminan yang berasal dari eksplan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah S dan D Surachman. 2011. Teknik Sterilisasi Jahe sebagai Bahan Perbanyakan Tanaman Jahe Sehat secara In vitro. Buletin Teknik Pertanian 16(1): 34-36.

Collin, Edwards. 1998. Plant Cell Culture. Singapore: Bios Sci. Publ. Ltd.

Denish A. 2007. Percobaan perbanyakan Vegetatif Kemaitan (Lunasia amara Blanco.) melalui Kultur Jaringan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mayasari I. 2007. Perbanyakan Iles-iles (Amorphophallus mulleri Blume ) secara Kultur In vitro dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh NAA dan BAP. [Skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Palacia L, JJ Cantero, RM Cusido, ME Goleniowski. 2012. Phenolic Compound Production in Relation to Differentiation in Cell and Tissue Cultures of Larrea divaricata (Cav.). Plant Science 193-194: 1-7.

Rusdianto. 1999. Sanrego Serbuk Pembangkit “Semangat”. Trubus: 76-77.

Santoso U dan F Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Sitorus EN, ED Hastuti, N Setiari. 2011. Induksi Kalus Binahong (Basella rubra L.) secara In vitro pada Media Murashige & Skoog dengan Konsentrasi Sukrosa yang Berbeda. Bioma 13(1): 1-7.

Tuhuteru ML, Hehanussa, SHT Raharjo. 2012. Pertumbuhan Dan Perkembangan      Anggrek Dendrobium anosmum pada Media Kultur In Vitro dengan Beberapa Konsentrasi Air Kelapa. Agrologia. 1(1): 1-12.

Yuliarti N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily Publisher.

Zuhud EAM, Ekarelawan, Riswan. 1994. Hutan Tropika sebagai Sumber Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB – Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).


Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara

1 comments:

  1. I think I am going to use a similar blog template to yours. I find it very attractive to the reader.
    laminar air flow manufacturers

    ReplyDelete