ABSTRAK
Kemaitan berpotensi tinggi untuk
dikembangkan sebagai tanaman obat secara besar-besaran, namun sifatnya yang slow growing species menimbulkan masalah
sehingga salah satu solusinya yaitu dengan kultur jaringan. Tujuan penelitian
ini ialah mengenal unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan,
megetahui alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan
tumbuhan, mengetahui proses sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan, memahami
proses inisiasi kultur jaringan tumbuhan dan mampu mengidentifikasi faktor
kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat. Secara umum ruangan
kultur jaringan dibedakan menjadi ruangan media, ruangan inisiasi dan ruangan
inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan tergantung pada
tiap tahapannya yaitu pengambilan eksplan, sterilisasi, inisiasi dan inkubasi.
Proses sterilisasi dilakukan baik pada media kultur, eksplan, orang yang
melakukan kultur jaringan dan alat-alat yang digunakan. Proses inisiasi
(penanaman) merupakan lanjutan dari proses sterilisasi eksplan. Faktor
kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan obat dibedakan menjadi
tiga, yaitu seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat pengatur
tumbuh. Namun pada kultur jaringan kemaitan faktor yang paling berpengaruh
yaitu sterilisasi bahan eksplan.
Kata
Kunci : Kemaitan, Kultur Jaringan Tumbuhan, Sterilisasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi tumbuhan
obat hutan tropika yang tinggi. Sebagian besar tumbuhan obat tersebut tidak
dimiliki oleh negara lain di dunia (Zuhud et
al. 1994). Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi tinggi untuk
dikembangkan adalah kemaitan (Lunasia
amara Blanco.). Tumbuhan ini mempunyai banyak kegunaan untuk manusia
terutama sebagai obat. Kemaitan digunakan untuk mengobati gangguan seksualitas
pada kaum pria, obat anti diare, penawar
racun makanan atau ular, mengatasi masalah kelainan kulit, obat bengkak,
penyubur rambut dan kosmetika (Rusdianto 1999).
Karena kegunaannya yang cukup
spesifik terutama untuk mengatasi gangguan seksualitas pada kaum pria dan
sifatnya yang afrodisiak, maka
tumbuhan ini berpotensi sebagai simplisia di dunia kesehatan. Pembuatan
simplisia tentunya memerlukan bahan baku yang banyak, apalagi untuk memenuhi
kebutuhan pasar. Namun, ada satu hal yang harus diperhatikan dalam hal
pemenuhan bahan baku simplisia kemaitan. Kemaitan merupakan tumbuhan yang masuk
dalam kategori slow growing spesies.
Artinya eksploitasi yang berlebihan dapat menghambat regenerasi dan
pertumbuhannya. Oleh sebab itu kultur jaringan kemaitan menjadi salah satu cara
untuk mengatasi pemenuhan bahan baku sekaligus juga untuk melestarikan
pemanfaatan spesies tumbuhan obat kemaitan.
Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk:
1.
Mengenal
unit-unit bagian dalam ruangan kultur jaringan tumbuhan
2.
Mengetahui
alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tumbuhan
3.
Mengetahui
proses sterilisasi pada kultur jaringan tumbuhan
4.
Memahami
proses inisiasi kultur jaringan tumbuhan
5.
Mampu
mengidentifikasi faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan
obat yang telah dilaksanakan
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan bagian Konservasi Tumbuhan Obat
Hutan Tropika Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tahapan sterilisasi eksplan dan inisiasi dilaksanakan pada 24 Oktober 2013.
Pengamatan terhadap eksplan kemaitan pada ruangan inkubasi dilaksanakan pada 28
Oktober 2013. Pengamatan terhadap eksplan kemaitan pada ruangan inkubasi
dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengamatan dihentikan apabila eksplan
mengalami kontaminasi.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan terdiri atas gunting, botol selai beserta tutupnya, gelas ukur,
spatula, pinset, pisau bedah, cawan petri, pembakar spirtus, saringan dan laminar air flow. Bahan yang digunakan
berupa tunas kemaitan, deterjen, alkohol 95%, betadine, air steril, spirtus,
dan kloroks.
Analisis Data
Pengambilan data kultur jaringan
dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke laboratorium kultur jaringan
setiap interval waktu tiga hari. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit-unit Bagian dalam
Ruangan Kultur Jaringan
Secara umum Laboratorium Kultur
Jaringan bagian Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata terbagi
atas tiga ruangan. Ruangan tersebut yaitu ruangan media, ruangan inisiasi dan
ruangan inkubasi. Ruangan media merupakan sebuah ruangan khusus untuk membuat
media. Alat-alat dan bahan-bahan pembuatan media tersedia di ruangan ini.
Tersedia pula aliran air untuk memudahkan proses pencucian alat-alat dan eksplan.
Kemudian ruangan inisiasi. Ruangan ini dilengkapi dengan air conditioner dan
dua buah laminar air flow cabinet.
Untuk mendukung kondisi yang aseptik, maka seluruh pengunjung yang masuk
diwajibkan memakai jas laboratorium. Ruangan terakhir yaitu ruangan inkubasi.
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan hasil eksplan yang sudah ditanam pada
botol kultur. Sama dengan ruangan inisiasi, ruangan inkubasi juga dilengkapi
dengan air conditioner untuk menjaga suhu ruangan agar tetap stabil.
Pencahayaan pada ruangan ini juga dijaga sedemikian rupa agar eksplan tidak
mati dan tetap dalam kondisi yang aseptik.
Menurut Santoso dan Nursandi (2003)
sebuah laboratorium kultur jaringan setidaknya memiliki dua ruangan utama yakni
ruang media dan ruang kultur. Hal yang berbeda disampaikan oleh Zulkarnain
(2009). Menurut Zulkarnain (2009), ruangan yang ada di laboratorium kultur
jaringan terdiri atas ruang persiapan, ruang transfer, ruang kultur, ruang
stok, ruang timbang dan aklimatisasi. Pertimbangan pembagian ruangan ini ialah
urutan prosedur aseptik yang sangat penting untuk kultur jaringan. Namun, kedua
pendapat tersebut bukanlah patokan mutlak yang harus dipenuhi. Ketepatan yang
disyaratkan dan tujuan yang diinginkan menjadi kunci. Desain laboratorium yang
perlu diperhatikan adalah memisahkan ruang untuk fasilitas umum dengan ruang
yang menekankan kondisi bersih dan aseptik (Santoso dan Nursandi 2003).
Alat dan Bahan dalam
Kultur Jaringan
Tahapan dalam kultur jaringan
dibedakan menjadi empat tahapan yakni pengambilan eksplan, sterilisasi,
inisiasi dan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan berbeda pada tiap
tahapannya. Pengambilan eksplan dilakukan dengan menggunakan gunting. Eksplan
yang diambil berupa tunas kemaitan. Tahapan selajutnya yaitu sterilisasi. Sterilisasi
dilakukan dua kali yaitu di luar dan di dalam laminar air flow. Sterilisasi di
luar laminar air flow dilakukan
dengan mengocok eksplan, air 100 mL, dan deterjen selama lima menit. Setelah
itu baru dibersihkan dan dimasukkan lagi ke dalam botol kultur berisi air
steril. Sterilisasi di dalam laminar air
flow dilakukan sebanyak tujuh kali. Pertama eksplan direndam dalam alkohol
96 % selama tiga menit. Setelah itu direndam kloroks 10 % dan 5 % masing-masing
selama lima menit, kemudian baru dibilas air steril sebanyak tiga kali pada
botol kultur yang berbeda. Inisiasi merupakan proses ketiga. Alat dan bahan
yang diperlukan pada proses ini ialah pinset, cawan petri, botol kultur yang
berisi media, pisau bedah, bunsen, betadine, plastic wrap, karet gelang, kertas
label, dan air steril. Tahapan terakhir yaitu inkubasi. Alat yang dipakai yaitu
rak-rak dan bahan yang harus ada yaitu eksplan yang sudah ditanam pada media
kultur.
Alat dan bahan yang digunakan dalam
kultur jaringan tidak selalu mutlak seperti yang disebutkan di atas. Hal ini
tergantung dari tujuan kultur jaringan itu sendiri. Beberapa bahan untuk
sterilisasi biasanya diganti dengan bahan lain seperti bayelin dan konsentrasi alkohol
yang digunakan pun juga berbeda-beda (Sitorus et al. 2011).
Proses Sterilisasi
Sterilisasi bahan tanaman (eksplan)
merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat menentukan keberhasilan
penanaman secara in vitro. Eksplan
yang berasal dari lapangan atau alam berpeluang besar terkontaminasi
mikroorganisme (Aisyah dan Surachman 2011). Sterilisasi bahan agar untuk media
kultur dilakukan dengan menggunakan autoclave. Untuk eksplan kemaitan sendiri
awalnya dicuci pada air yang mengalir kemudian dibersihkan menggunakan deterjen
dengan cara mengocoknya selama lima menit dalam botol. Selanjutnya eksplan
dicuci bersih. Eksplan kemudian disterilisasi di dalam laminar menggunakan alkohol
96% selama 3 menit, kloroks 10% dan 5% masing-masing lima menit serta
pembilasan eksplan menggunakan air steril sebanyak tiga kali. Sterilisasi tidak
hanya dilakukan pada eksplan saja. Orang yang melakukan kultur jaringan juga
harus steril. Caranya dengan selalu memakai jas laboratorium dan masker serta
selalu menyemprotkan alkohol 95% sebelum memasukkan tangan ke dalam laminar air
flow. Alat-alat yang masuk ke dalam laminar
air flow sebelumnya juga harus disemprot alkohol terlebih dahulu. Laminar air flow juga harus disemprot alkohol
95% secara berkala untuk memberikan kondisi yang aseptik. Bahkan alat-alat
seperti cawan petri dan botol kultur harus dimasukkan ke dalam oven terlebih
dahulu unutk mensterilkannya.
Alat-alat pemotong seperti pisau
bedah dan pinset juga harus disterilisasi. Sterilisasi yang dilakukan
menggunakan metode panas kering, yaitu dengan membakar pisau bedah dan pinset
sampai membara, kemudian direndam dalam air steril sebelum digunakan. Sterilisasi
dilakukan untuk menghindari kontaminasi. Kontaminasi yang sulit untuk diatasi
berasal dari eksplan itu sendiri. Oleh karena itu pemilihan metode sterilisasi
harus selektif. Secara spesifik metode sterilisasi yang paling tepat dapat
diperoleh melalui trial and error
(Zulkarnain 2009). Waktu dan bahan sterilan ternyata juga menentukan
keberhasilan sterilisasi (Aisyah dan Surachman 2011).
Proses Inisiasi dan
Hasil Pengamatan
Proses Inisiasi
Menurut Yuliarti (2010) inisiasi
adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kultur jaringan adalah tunas. Namun tidak
menutup kemungkinan bagian tumbuhan lain dapat dipakai untuk kultur jaringan. Inisiasi dilakukan dalam kotak tanam (Laminar air flow cabinet). Eksplan pucuk
kemaitan yang sudah melalui tahap sterilisasi (sterilisasi di dalam maupun di
luar Laminar Air Flow) dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi air
steril dan ditambah dengan dua tetes cairan aseptik (Betadine). Setelah itu
pucuk diiris dengan panjang kurang lebih 1 cm. Untuk memudahkan ketika eksplan
ditanam di media, pangkal eksplan diiris meruncing. Sebelumnya ujung-ujung
eksplan juga dipotong untuk menghindari kontaminan yang mungkin terbawa
tanaman.
Hal yang harus diperhatikan dalam
proses inisiasi yaitu selalu menjaga kondisi lingkungan dan eksplan agar tetap
aseptik. Setelah itu potongan-potongan eksplan ditanam pada botol kultur dengan
media kultur yang telah dipersiapkan sebelumnya. Satu botol kultur digunakan
untuk satu eksplan. Sebelum disimpan dalam ruang inkubasi, botol kultur ditutup
dengan plastic wrap dan diberi label informasi. Plastic wrap berfungsi untuk menghindari masuknya cendawan dan
bakteri melalui celah botol dan penutup (Tuhuteru et al. 2012). Menurut Yuliarti (2010) idealnya digunakan lima lapis
plastic transparan dengan 50 karet gelang untuk mengikatnya. Namun hal ini
dinilai kurang efisien, sehingga penggunaan karet gelang dan plastic transparan
disesuaikan dengan kebutuhan.
Hasil Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap tiga
hari sekali. Pengamatan dimulai tiga hari setelah pengamatan, begitu seterusnya
sampai tiga kali pengamatan. Parameter yang diamati yaitu kontaminasi eksplan
baik pada media maupun pada eksplan itu sendiri. Hasil pengamatan pada hari
penanaman dan pengamatan pertama seperti pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil Pengamatan Eksplan Kemaitan (Lunasia amara Blanco.)
Hari ke (tanggal)
|
Eksplan
|
|
1
|
2
|
|
1 (24 Okt 2013) / Hari Penanaman
|
√
|
√
|
2 (28 Okt 2013) / Pengamatan Pertama
|
-
|
-
|
Berdasarkan tabel 1, eksplan hanya
mampu bertahan setelah tiga hari penanaman. Eksplan pertama tidak menancap
sempurna pada media. Bila diperhatikan, eksplan pertama roboh dan menempel pada
media (Lampiran gambar 2a). Ada semacam lendir bening yang berwarna kekuningan
yang menyelimuti permukaan eksplan dan menempel pada media. Hal ini dapat
dikategorikan sebagai kontaminasi. Kontaminasi yang ditandai dengan adanya
lendir bening yang berwarna kuning. Menurut Mayasari (2007) kontaminasi oleh
bakteri sulit untuk ditangani karena belum diketahui jenis bakterinya dan sulit
untuk mempertahankan jaringan tetap hidup.
Sama halnya dengan eksplan pertama,
eksplan kedua juga mengalami kontaminasi. Namun kontaminasi terjadi pada
eksplan itu sendiri. Kontaminasi tersebut berasal dari cendawan, yang dicirikan
dengan adanya benang-benang halus berwarna putih (Mayasari 2007). Kontaminasi
dapat terjadi jika semakin kaya komponen hara suatu media. Murasighe dan Skoog
(MS) merupakan media kaya komponen unsure hara yang digunakan pada penelitian
sehingga potensi kontaminasi semakin besar terjadi (Santoso dan Nursandi 2003).
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Denish (2007) eksplan kemaitan tetap bertahan hidup selama 12 minggu
setelah tanam. Selain itu Denish (2007) menyebutkan bahwa penyebab kematian
pada eksplan kemaitan yaitu kontaminasi cendawan dan peristiwa pencoklatan (browning). Menurut Collins dan Edwards
(1998), browning dapat terjadi karena
jaringan tumbuhan baru disayat atau dipotong. Kemaitan merupakan salah satu
tumbuhan yang menghasilkan senyawa fenolik. Senyawa fenolik dihasilkan sebagai
respon tumbuhan karena stress. Browning
merupakan hasil oksidasi senyawa fenolik yang diproduksi jaringan dan oksigen
dalam botol kultur. Stress pada jaringan
kemaitan dapat terjadi karena eksplan kemaitan disayat terlebih dahulu sebelum
ditanam pada media tanam. Jaringan yang stress tersebut kemudian menghasilkan
senyawa fenolik yang bereaksi dengan oksigen dalam botol kultur. Senyawa
fenolik terutama ditemukan pada eksplan-eksplan yang berasal dari alam (Palacio
et al. 2012). Namun pencoklatan (browning) tidak terjadi selama
pengamatan.
Faktor-Faktor Kegagalan
atau Keberhasilan Kultur Jaringan Tumbuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan dapat dibedakan menjadi
tiga faktor utama yaitu seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat
pengatur tumbuh (Zulkarnain 2009). Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa
kultur jaringan pada kemaitan mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan kedua
eksplan mengalami kontaminasi baik oleh bakteri maupun cendawan. Eksplan kedua
menunjukkan adanya cendawan yang tumbuh pada ujung eksplan. Tumbuhnya cendawan
pada ujung eksplan karena sterilisasi yang tidak sempurna. Eksplan tidak
tercuci secara sempurna sehingga cendawan masih bisa tumbuh. Selain itu
pemotongan ujung-ujung eksplan juga tidak sempurna sehingga ujung eksplan yang
mengandung kontaminan masih dapat terbawa. Eksplan pertama roboh hingga
menyentuh media sehingga menyebabkan kontaminasi bakteri yang mungkin terbawa
oleh eksplan.
Pemilihan bahan eksplan yang cocok
juga merupakan faktor penting untuk menentukan keberhasilan kultur jaringan.
Umumnya tanaman dikotil lebih mudah berproliferasi pada kultur in vitro dibandingkan tanaman monokotil
(Zulkarnain 2009). Selain itu kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata
pengaruhnya terhadap kultur jaringan. Namun karena pada praktikum ini tidak
diketahui secara pasti zat pengatur tumbuh yang digunakan, maka faktor zat
pengatur tumbuh tidak dapat dibahas secara lebih mendalam.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum Laboratorium Kultur
Jaringan Bagian Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruangan media,
ruangan inisiasi dan ruangan inkubasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk
kultur jaringan berbeda pada tiap tahapannya, namun secara umum alat dan bahan
yang digunakan yaitu autoclave, botol kultur, pinset, pisau bedah, Bunsen,
cawan petri, gelas ukur, betadine, alkohol 96% dan 95%, kloroks 15% dan 5%, tunas
kemaitan, plastic wrap, gelang, spatula, deterjen dan kertas label. Proses
sterilisasi dimulai dari sterilisasi eksplan baik di dalam maupun di luar
laminar, sterilisasi orang yang mengerjakan kultur jaringan dan sterilisasi
alat-alat yang digunakan. Setelah proses sterilisasi baru dilakukan tahapan
inisiasi atau penanaman eksplan pada botol kultur dalam laminar air flow.
Faktor kegagalan atau keberhasilan kultur jaringan tumbuhan dibedakan menjadi
tiga yaitu faktor seleksi bahan eksplan, sterilisasi bahan eksplan dan zat
pengatur tumbuh. Namun pada kultur jaringan kemaitan faktor yang berpengaruh
yaitu sterilisasi bahan eksplan.
Saran
Perlu dilakukan sterilisasi lebih
lanjut misalnya dengan menggunakan antibiotik untuk mengatasi kontaminan yang
berasal dari eksplan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah
S dan D Surachman. 2011. Teknik Sterilisasi Jahe sebagai Bahan Perbanyakan
Tanaman Jahe Sehat secara In vitro. Buletin Teknik Pertanian 16(1): 34-36.
Collin,
Edwards. 1998. Plant Cell Culture.
Singapore: Bios Sci. Publ. Ltd.
Denish
A. 2007. Percobaan perbanyakan Vegetatif Kemaitan (Lunasia amara Blanco.) melalui Kultur Jaringan. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Mayasari
I. 2007. Perbanyakan Iles-iles (Amorphophallus
mulleri Blume ) secara Kultur In
vitro dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh NAA dan BAP. [Skripsi]. Bogor :
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Palacia
L, JJ Cantero, RM Cusido, ME Goleniowski. 2012. Phenolic Compound Production in
Relation to Differentiation in Cell and Tissue Cultures of Larrea divaricata
(Cav.). Plant Science 193-194: 1-7.
Rusdianto.
1999. Sanrego Serbuk Pembangkit “Semangat”.
Trubus: 76-77.
Santoso
U dan F Nursandi. 2003. Kultur Jaringan
Tanaman. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Sitorus
EN, ED Hastuti, N Setiari. 2011. Induksi Kalus Binahong (Basella rubra L.) secara In
vitro pada Media Murashige & Skoog dengan Konsentrasi Sukrosa yang
Berbeda. Bioma 13(1): 1-7.
Tuhuteru ML, Hehanussa, SHT
Raharjo. 2012. Pertumbuhan Dan
Perkembangan Anggrek Dendrobium
anosmum pada Media Kultur In Vitro dengan Beberapa Konsentrasi Air Kelapa. Agrologia.
1(1): 1-12.
Yuliarti
N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala
Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily Publisher.
Zuhud
EAM, Ekarelawan, Riswan. 1994. Hutan
Tropika sebagai Sumber Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Bogor: Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB – Lembaga Alam Tropika
Indonesia (LATIN).
Zulkarnain.
2009. Kultur Jaringan Tanaman.
Jakarta: Bumi Aksara
I think I am going to use a similar blog template to yours. I find it very attractive to the reader.
ReplyDeletelaminar air flow manufacturers