I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia Dari
40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di
Indonesia dan 940 jenis diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang
telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh
berbagai etnis di Indonesia (Heyne 1986).
Saat ini mulai muncul adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back
to nature) dengan keyakinan bahwa mengkomsumsi obat alami relatif lebih
aman dibanding dengan obat sintetik.
Pengobatan
dengan menggunakan tumbuhan-tumbuhan merupakan cara pengobatan tertua yang
dilakukan oleh masyarakat dunia. WHO (World Helath Organization) pada
tahun 1985 memprediksi bahwa sekitar 80% penduduk dunia elah memanfaatkan tumbuhan
obat. Kandungan senyawa kimia yang beragam pada berbagai tumbuhan terdapat pada
organ tubuh tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, akar, rimpang atau kulit
batang (Homok 1992).
Pemanfaatan
tumbuhan sebagai obat juga banyak dilakukan di Desa Dramaga. Desa Dramaga
merupakan satu satu desa yang termasuk dalam desa lingkar kampus IPB.
Masyarakat memanfaatkan baik tanaman budidaya maupun tumbuhan liar sebagai obat
untuk mengobati berbagai macam penyakit.
Identifikasi
keanekaragaman jenis tumbuhan maupun tanaman yang digunakan sebagai obat
penting dilakukan untuk mengurangi obat-obatan kimia. Pasalnya obat tradisional
atau yang langsung diperoleh dari tanaman atau tumbuhan memiliki efek samping
yang kecil bahkan tidak berefek samping sehingga aman untuk kesehatan dan dapat
mengurangi biaya pengobatan ke rumah sakit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi keanekaragaman
spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Darmaga
2. Mengidentifikasi cara pemanfaatan/
penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat Desa Darmaga
II. METODE
2.1 Waktu
dan Lokasi
Penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 7 dan 9 Oktober 2013 di Desa Dramaga, Kabupaten
Bogor. Pengambilan data di spesifikan di RT 02 dan RT 03 RW 03 Desa Dramaga.
2.2 Alat
dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan antara lain panduan wawancara, buku fieldguide
tumbuhan obat, tally sheet, kamera, dan alat tulis
2.3 Jenis
Data
Data
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
wawancara dan observasi langsung. Sedangkan data sekunder berasal dari data
Desa dan studi literatur. Data primer terdiri dari jenis tumbuhan obat, family,
habitus, tempat tumbuh, cara penanaman, bagian yang dimanfaatkan, khasiat, cara
pengolahan, dan cara penggunaannya.
Data sekunder terdiri
dari data demografi desa Dramaga, latar belakang pendidikan masyarakat, mata
pencaharian, kondisi fisik dan biota lingkungan, serta kondisi social budaya.
2.4 Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam wawancara terhadap
masyarakat di desa Darmaga adalah sebagai berikut :
1.
Studi
literatur dilakukan untuk memperoleh data dasar mengenai kondisi umum lokasi
praktikum.
2.
Wawancara
Pemilihan
responden ditentukan secara purposive
sampling dengan kriteria : (1) Mereka yang tahu dan atau suka menggunakan
tumbuhan obat dalam mengobati sesuatu penyakit; (2) Mereka yang punya koleksi
TOGA. Jumlah responden sebanyak 10-30
orang. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Wawancara
dimaksudkan untuk menggali pengetahuan responden tentang spesies tumbuhan obat,
khasiat, cara penggunaan, bagian yang digunakan, cara budidaya.
3.
Survey
Lapangan
Survey
lapangan dilakukan untuk memverifikasi spesies tumbuhan obat dan memperoleh
contoh tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan hasil wawancara.
4.
Dokumentasi
dan Pembuatan Herbarium
Dokumentasi
dengan pengambilan gambar (foto) dilakukan terhadap spesies tumbuhan obat yang
dimanfaatkan masyarakat. Contoh
herbarium tumbuhan obat diambil untuk identifikasi nama ilmiah (bila belum ada
nama ilmiahnya).
2.5 Analisis Data
1.
Karakteristik
Responden :
a.
Komposisi
jenis kelamin
b.
Komposisi
umur
c.
Komposisi
pendidikan
d.
Komposisi
mata pencaharian
e.
Komposisi
sumber pengetahuan tumbuhan obat
2.
Karakteristik
Tumbuhan Obat
2.1 Persentase bagian yang dimanfaatkan
Perhitungan
persentase bagian tumbuhan obat yang dimanfaatkan (daun, batang, akar, bunga,
buah, kulit, kayu) :
2.2 Persentase habitus tumbuhan
Perhitungan
persentase habitus tumbuhan obat yang
digunakan (pohon, perdu, semak, herba/terna, liana, epifit, parasit) :
2.3 Persentase tipe habitat
Pehitungan
persentase tumbuhan obat dari berbagai tipe habitat (hutan, kebun, sawah, ladang,
pekarangan, dll):
2.4 Persentase budidaya
Perhitungan
persentase tumbuhan obat hasil budidaya dibandingkan tumbuhan obat liar :
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Komposisi Mata Pencaharian
Berdasarkan
hasil dari wawancara tentang pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat di desa
Dramaga RT 03 diperoleh komposisi mata pencaharian seperti grafik di atas. Dari
11 responden yang diwawancara jenis pekerjaan yang paling banyak adalah
wiraswasta yaitu sebesar 55%, ibu rumah tangga sebesar 27%, sedangkan babysitter dan manajer hanya 9%. Berdasarkan
dari hasil pengamatan, wiraswasta banyak yang mengetahui tentang tumbuhan obat
karena tahu dari tetangga, keluarga ataupun internet. Sedangkan ibu rumah
tangga berada pada urutan kedua yang banyak mengetahui tentang tumbuhan yang
berkhasiat sebagai obat, hal ini dikarenakan mereka sering membuat masakan
ataupun minuman yang berkhasiat untuk obat.
3.2
Komposisi Sumber Pengetahuan Tumbuhan Obat
Berdasarkan
hasil wawancara, responden banyak mengetahui tentang pengetahuan tumbuhan obat
berasal dari orang tua. Hal ini berarti pengetahuan
dan pemanfaatan tanaman berkhasiat obat berdasarkan pada pengalaman dan
keterampilan yang secara turun-temurun telah diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Menurut Gough
(1977) sistem pewarisannya dilakukan secara lisan, menggunakan ungkapan
kata-kata dalam upacara, ritual, adat istiadat yang bertumpu pada bidang
kehidupan praktis. Dari hasil di atas sumber pengetahuan berdasarkan
pengetahuan dari orang tua sebesar 91% sedangkan berdasarkan internet hanya 9%.
Hal ini membuktikan bahwa penyampaian informasi secara turun temurun lebih
banyak dibandingkan dengan perkembangan teknologi. Bahkan mayoritas masyarakat
hanya mengetahui khasiat berdasarkan kebiasaan tanpa mengetahui apa yang
terkandung didalam tumbuhan obat tersebut. Akan tetapi masyarakat di desa
Dramaga tetap percaya akan khasiat dari tumbuhan obat dalam menyembuhakan
penyakit. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat masih sangat
sederhana. Biasanya tumbuhan obat hanya direbus kemudian diminum airnya. Ada
juga tumbuhan obat yang langsung dimakan atau ada pula tumbuhan obat yang di
jadikan sebagai obat urut, yaitu dengan cara bagian dari tumbuhan ditumbuk
(misalnya jahe).
3.3 Komposisi
Struktur Umur
Masyarakat
di desa Dramaga khususnya RT 02 dan RT 03 rata-rata yang mengetahui tentang
tumbuhan berkhasiat sebagai obat adalah masyarakat dengan struktur umur lebih
dari 30 tahun. Hal ini dapat dilihat dalam grafik (gambar 3). Masyarakat dengan
umur lebih dari 30 tahun mempunyai presentase sebesar 91%, masyarakat dengan
rentang umur 17-3o tahun yang mengetahui tentang tumbuhan obat hanya sebesar
9%. Sedangkan masyarakat dengan umur dibawah 17 tahun tidak ada yang mengetahui
mengenangi tumbuhan berkhasiat obat.
3.4 Komposisi Jenis
Kelamin
Komposisi
jenis kelamin mempengaruhi pengetahuan mengenai jenis-jenis tumbuhan obat.
Jenis kelamin perempuan lebih banyak mengetahui mengenai jenis-jenis tumbuhan
obat dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat terlihat dari hasil
presentasi pada gambar dibawah ini.
Berdasarkan
hasil dari wawancara perempuan lebih mengetahui mengenai tumbuhan obat dengan
presentase sebessar 82% sedangkan laki-laki hanya sebesar 18%. Hal ini
dikarenakan perempuan lebih sering menggunkan tumbuhan untuk memasak atau
membuat minuman sehingga mereka mengetahui manfaat tumbuhan tersebut.
3.5 Kondisi Tumbuhan
(Budidaya/Liar)
Budidaya tanaman adalah usaha untuk
menghasilkan bahan pangan serta produk-produk agroindustri dengan memanfaatkan
sumberdaya tumbuhan (Yuliyanto 2011). Dari hasil wawancara yang telah
dilaksanakan di desa Dramaga tumbuhan obat yang paling banyak dimanfaatkan
adalah hasil dari budidaya, yaitu sebesar 87% dan tumbuhan liar hanya sebesar
13% (gambar 5). Salah satu tumbuhan hasil budidaya adalah temulawak, kunyit,
daun sirih, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan obat hasil dari budidaya.
Sedangkan jenis tumbuhan obat yang tumbuh secara liar antara lain takokak,
sambiloto, dan babandotan.
Tanaman
obat yang dibudidayakan oleh masyarakat sekitar desa Dramaga biasanya sudah
diketahui khasiatnya dan kegunaannya. Namun kebanyakan masyarakat tidak
mengetahui kandungan yang ada didalam tumbuhan tersebut. Ada pula masyarakat
yang menanam tumbuhan obat hanya sebagai tumbuhan hias. Khasiat dari tumbuhan
obat liar memang lebih lebih sedikit diketahui oleh masyarakat desa Dramaga
daripada tumbuhan hasil budidaya.
3.6 Keanekaragaman
Bagian yang Digunakan
Dalam keanekaragaman jenis tumbuhan obat hasil dari wawancara,
masyarakat biasanya menggunakan bagian-bagian tertentu dari tumbuhan tersebut
untuk diolah dan digunakan mengobati suatu penyakit tertentu. Dari 52 jenis
tumbuhan obat hasil dari wawancara diketahui bahwa keanekaragaman bagian
tumbuhan obat yang digunakan adalah daun, rimpang, buah, batang, kulit pohon,
biji, getah dan bunga. Daun adalah
bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di desa
Dramaga. Sedangkan bagian tumbuhan yang paling jarang digunakan adalah batang,
kulit pohon, biji, getah dan bunga.
Bagian
yang paling sering digunakan adalah daun dengan presentase sebesar 51%. Hal ini
dikarenakan bagian daun merupakan bagian tumbuhan yang mudah didapatkan dan
selalu ada dalam setiap musim tanaman. Bagian daun lebih dikenal masyarakat
karena dalam pengelolaan menjadi obat lebih mudah biasanya hanya direbus,
dicampur dengan air, atau dapat langsung dikonsumsi. Jenis tanaman yang
dimanfaatkan daunnya sebagai obat, antara lain daun suji, pohon saga, sereh
wangi, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan bagian
daunnya. Daun merupakan tempat pengolahan makanan yang berfungsi sebagai obat,
mudah diperoleh, mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibandingkan dengan
bagian-bagian tumbuhan lainnya (Hamzari 2008). Selain bagian daun, bagian buah
juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di desa Dramaga sebagai tumbuhan obat
dibandingkan bagian tumbuhan lainnya.
Bagian buah memiliki presentase sebesar 24%. Bagian buah banyak
dimanfaatkan karena buah selain sebagai tanaman obat lebih dikenal sebagai
tanaman pangan yang memiliki karakteristik rasa manis dan enak dikonsumsi.
3.7 Keanekaragaman
Habitus
Habitus merupakan perawakan dari suatu pohon maupun bentuk dari
suatu tumbuhan, diantara bentuk pertumbuhan ini adalah herba, semak, pohon,
perdu dan liana (Indriyanto
2006). Berdasarkan habitusnya, jenis-jenis tumbuhan yang berkhasiat obat
berdasarkan wawancara dikelompokkan menjadienam jenis habitus, yaitu terna,
herba, semak, perdu, pohon dan epifit.
Berdasarkan diagram dibawah ini
(gambar 7) dapat dilihat bahwa tumbuhan berkhasiat obat didominasi oleh pohon
dengan presentase sebesar 31%, herba dengan presentase sebesar 25%, perdu
sebesar 19%, terna sebesar 15%, semak sebesar 8%, dan yang paling sedikit
ditemukan adalah habitus epifit dengan presentase sebesar 2%. Hal ini
menunjukkan bahwa spesies pohon memiliki adaptasi yang tinggi pada lingkungan
dimana habitatnya berada.
Pohon
memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tumbuhan obat dan potensial diambil
kayunya. Pohon dengan habitus lainnya merupakan kesatuan bentuk hidup tumbuhan
yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan (Khatalina 1999). Habitus
tumbuhan obat berupa semak dan perdu merupakan tumbuhan berkayu, cabangnya
dekat dengan pohon. Batang mereka tidak setinggi pohon. Semak tumbuh secara
bergerombol. Sedamgkan herba ukurannya lebih pendek lagi dan batangnya lunak
serta tidak membentu kayu. Tumbuhan epifit merupakan jenis tumbuhan yang
menumpang tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya (Syamsir dan Ihsan 2012).
3.8 Keanekaragaman Tipe
Habitat
Habitat merupakan
tempat bagi tumbuhan untuk hidup dan berkembangbiak. Jenis tumbuhan obat yang
banyak ditanaman oleh masyarakat di desa Dramga adalah di pekarangan rumahnya.
Tumbuhan obat ditanaman di pekarangan rumah dengan alasan ingin memperindah
rumah (tanaman obat sebagai tumbuhan hias), membuat asri halaman rumah serta
membuat rumah menjadi lebih sejuk.
Berdasarkan
gambar diatas (gambar 8) tumnbuhan obat banyak ditanam di pekarangan rumah
dengan presentase sebesar 78%. Tumbuhan obat yang berada di pekarangan rumah
kebanyakan merupakan tumbuhan hasil budidaya. Tumbuhan obat yang ditanam di
sawah dan di kebun memiliki prrsentase masing-masing sebesar 9% dan 8%.
Sedangkan tipe habitat di pinggir jalan memiliki pressentase sebesar 5% yang
berarti bahwa tumbuhan obat yang tumbuh di pinggir jalan kebanyakan adalah
tumbuhan liar.
SIMPULAN
Komposisi
tumbuhan obat berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di desa Dramga
adalah sebanyak 52 jenis spesies tumbuhan obat. Tumbuhan obat berdasarkan
habitus atau perawakannya dikelompokkan menjadi enam kelompok dengan habitus
tertinggi yaitu habitus pohon dengan presentase sebesar 31%. Tumbuhan obat yang
ada di desa Dramaga berdasarkan status benyak merupkan tumbuhan yang sudah
dibudidayakan. Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai tumbuhan
obat adalah daun. Masyarakat desa Dramaga mengetahui manfaat tentang tumbuhan
berkhasiat obat secara turun temurun. Masyarakat yang lebih banyak mengetahui
tentang tumbuhan adalah yang berjenis kelamin perempuan karena perempuan lebih
sering menggunakan tumbuhan untuk memasak atau pun membuat minuman sehingga
mereka mengetahui khasiatnya. Rata-rata masayarakat di desa Dramaga yang
mengetahui mengenai tumbuhan berkhasiat obat adalah masyarakat yang berumur
lebih dari 30 tahun dan umumnya masyrakat bekerja sebagai wiraswaswa. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat masih
sangat sederhana. Biasanya tumbuhan obat hanya direbus kemudian diminum airnya.
Ada juga tumbuhan obat yang langsung dimakan atau ada pula tumbuhan obat yang
di jadikan sebagai obat urut, yaitu dengan cara bagian dari tumbuhan ditumbuk
(misalnya jahe).
SARAN
Upaya konservasi kawasan dan
konservasi jenis diperlukan karena di desa Dramaga karena di desa ini masih
banyak terdapat tumbuhan berkhasiat obat. Selain itu, diperlukan sosialisasi
dan penyuluhan kepada masyrakat di desa Dramaga mengenai tumbuhan berkhasiat
obat agar masyarakat lebih paham dan mengetahui lebih lanjut mengenai tumbuhan
berkhasiat obat.
DAFTAR
PUSTAKA
Gough
S. 1997. Kekalahan Manusia Petani.
Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
Hamzari.
2008. Identifikasi tanaman obat-obatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar hutan Tabo-tabo. Jurnal hutan dan
Masyarakat Vol. 3 : 2(111-234).
Heyne
K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid
IV. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Hornok
L. 1992. General aspects of medicinal plants. Di dalam: Hornok L, editor.
Cultivation and Processing of medicinal Plants. New York: John Wiley &
Sons. hlm 3-9.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Syamsir E dan Ihsan K.
2012. Mengenal Tanaman Obat Seri I.
Bogor: Seafast Center IPB.
Yuliyanto. 2011. Dasar-dasar
Budidaya Tanaman. Jakarta : Politeknik Citra Widya Edukasi.
0 comments:
Post a Comment