Wednesday, September 2, 2015

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT DI DESA DRAMAGA

I.       PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia (Heyne 1986).  Saat ini mulai muncul adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa mengkomsumsi obat alami relatif lebih aman dibanding dengan obat sintetik.
Pengobatan dengan menggunakan tumbuhan-tumbuhan merupakan cara pengobatan tertua yang dilakukan oleh masyarakat dunia. WHO (World Helath Organization) pada tahun 1985 memprediksi bahwa sekitar 80% penduduk dunia elah memanfaatkan tumbuhan obat. Kandungan senyawa kimia yang beragam pada berbagai tumbuhan terdapat pada organ tubuh tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, akar, rimpang atau kulit batang (Homok 1992).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat juga banyak dilakukan di Desa Dramaga. Desa Dramaga merupakan satu satu desa yang termasuk dalam desa lingkar kampus IPB. Masyarakat memanfaatkan baik tanaman budidaya maupun tumbuhan liar sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit.
Identifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan maupun tanaman yang digunakan sebagai obat penting dilakukan untuk mengurangi obat-obatan kimia. Pasalnya obat tradisional atau yang langsung diperoleh dari tanaman atau tumbuhan memiliki efek samping yang kecil bahkan tidak berefek samping sehingga aman untuk kesehatan dan dapat mengurangi biaya pengobatan ke rumah sakit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1.      Mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Darmaga
2.      Mengidentifikasi cara pemanfaatan/ penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat Desa Darmaga
II.  METODE
2.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 dan 9 Oktober 2013 di Desa Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengambilan data di spesifikan di RT 02 dan RT 03 RW 03 Desa Dramaga.
2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan antara lain panduan wawancara, buku fieldguide tumbuhan obat, tally sheet, kamera, dan alat tulis
2.3 Jenis Data
Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi langsung. Sedangkan data sekunder berasal dari data Desa dan studi literatur. Data primer terdiri dari jenis tumbuhan obat, family, habitus, tempat tumbuh, cara penanaman, bagian yang dimanfaatkan, khasiat, cara pengolahan, dan cara penggunaannya.
Data sekunder terdiri dari data demografi desa Dramaga, latar belakang pendidikan masyarakat, mata pencaharian, kondisi fisik dan biota lingkungan, serta kondisi social budaya.

2.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam wawancara terhadap masyarakat di desa Darmaga adalah sebagai berikut :
1.      Studi literatur dilakukan untuk memperoleh data dasar mengenai kondisi umum lokasi praktikum.
2.      Wawancara
Pemilihan responden ditentukan secara  purposive sampling dengan kriteria : (1) Mereka yang tahu dan atau suka menggunakan tumbuhan obat dalam mengobati sesuatu penyakit; (2) Mereka yang punya koleksi TOGA.  Jumlah responden sebanyak 10-30 orang. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk menggali pengetahuan responden tentang spesies tumbuhan obat, khasiat, cara penggunaan, bagian yang digunakan, cara budidaya.
3.      Survey Lapangan
Survey lapangan dilakukan untuk memverifikasi spesies tumbuhan obat dan memperoleh contoh tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan hasil wawancara.
4.      Dokumentasi dan Pembuatan Herbarium
Dokumentasi dengan pengambilan gambar (foto) dilakukan terhadap spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat.  Contoh herbarium tumbuhan obat diambil untuk identifikasi nama ilmiah (bila belum ada nama ilmiahnya).

2.5 Analisis Data
1.      Karakteristik Responden :
a.       Komposisi jenis kelamin
b.      Komposisi umur
c.       Komposisi pendidikan
d.      Komposisi mata pencaharian
e.       Komposisi sumber pengetahuan tumbuhan obat
2.      Karakteristik Tumbuhan Obat
2.1  Persentase bagian yang dimanfaatkan
Perhitungan persentase bagian tumbuhan obat yang dimanfaatkan (daun, batang, akar, bunga, buah, kulit, kayu) :

2.2  Persentase habitus tumbuhan
Perhitungan persentase habitus tumbuhan obat yang  digunakan (pohon, perdu, semak, herba/terna, liana, epifit, parasit) :

2.3  Persentase tipe habitat
Pehitungan persentase tumbuhan obat dari berbagai tipe habitat (hutan, kebun, sawah, ladang, pekarangan, dll):

2.4  Persentase budidaya
Perhitungan persentase tumbuhan obat hasil budidaya dibandingkan tumbuhan obat liar :


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Komposisi Mata Pencaharian

Berdasarkan hasil dari wawancara tentang pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat di desa Dramaga RT 03 diperoleh komposisi mata pencaharian seperti grafik di atas. Dari 11 responden yang diwawancara jenis pekerjaan yang paling banyak adalah wiraswasta yaitu sebesar 55%, ibu rumah tangga sebesar 27%, sedangkan babysitter dan manajer hanya 9%. Berdasarkan dari hasil pengamatan, wiraswasta banyak yang mengetahui tentang tumbuhan obat karena tahu dari tetangga, keluarga ataupun internet. Sedangkan ibu rumah tangga berada pada urutan kedua yang banyak mengetahui tentang tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat, hal ini dikarenakan mereka sering membuat masakan ataupun minuman yang berkhasiat untuk obat.
3.2 Komposisi Sumber Pengetahuan Tumbuhan Obat
Berdasarkan hasil wawancara, responden banyak mengetahui tentang pengetahuan tumbuhan obat berasal dari orang tua. Hal ini berarti pengetahuan dan pemanfaatan tanaman berkhasiat obat berdasarkan pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun-temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut  Gough (1977) sistem pewarisannya dilakukan secara lisan, menggunakan ungkapan kata-kata dalam upacara, ritual, adat istiadat yang bertumpu pada bidang kehidupan praktis. Dari hasil di atas sumber pengetahuan berdasarkan pengetahuan dari orang tua sebesar 91% sedangkan berdasarkan internet hanya 9%. Hal ini membuktikan bahwa penyampaian informasi secara turun temurun lebih banyak dibandingkan dengan perkembangan teknologi. Bahkan mayoritas masyarakat hanya mengetahui khasiat berdasarkan kebiasaan tanpa mengetahui apa yang terkandung didalam tumbuhan obat tersebut. Akan tetapi masyarakat di desa Dramaga tetap percaya akan khasiat dari tumbuhan obat dalam menyembuhakan penyakit. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat masih sangat sederhana. Biasanya tumbuhan obat hanya direbus kemudian diminum airnya. Ada juga tumbuhan obat yang langsung dimakan atau ada pula tumbuhan obat yang di jadikan sebagai obat urut, yaitu dengan cara bagian dari tumbuhan ditumbuk (misalnya jahe).
3.3 Komposisi Struktur Umur


Masyarakat di desa Dramaga khususnya RT 02 dan RT 03 rata-rata yang mengetahui tentang tumbuhan berkhasiat sebagai obat adalah masyarakat dengan struktur umur lebih dari 30 tahun. Hal ini dapat dilihat dalam grafik (gambar 3). Masyarakat dengan umur lebih dari 30 tahun mempunyai presentase sebesar 91%, masyarakat dengan rentang umur 17-3o tahun yang mengetahui tentang tumbuhan obat hanya sebesar 9%. Sedangkan masyarakat dengan umur dibawah 17 tahun tidak ada yang mengetahui mengenangi tumbuhan berkhasiat obat.

3.4 Komposisi Jenis Kelamin
Komposisi jenis kelamin mempengaruhi pengetahuan mengenai jenis-jenis tumbuhan obat. Jenis kelamin perempuan lebih banyak mengetahui mengenai jenis-jenis tumbuhan obat dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat terlihat dari hasil presentasi pada gambar dibawah ini.
Berdasarkan hasil dari wawancara perempuan lebih mengetahui mengenai tumbuhan obat dengan presentase sebessar 82% sedangkan laki-laki hanya sebesar 18%. Hal ini dikarenakan perempuan lebih sering menggunkan tumbuhan untuk memasak atau membuat minuman sehingga mereka mengetahui manfaat tumbuhan  tersebut.
3.5 Kondisi Tumbuhan (Budidaya/Liar)
            Budidaya tanaman adalah usaha untuk menghasilkan bahan pangan serta produk-produk agroindustri dengan memanfaatkan sumberdaya tumbuhan (Yuliyanto 2011). Dari hasil wawancara yang telah dilaksanakan di desa Dramaga tumbuhan obat yang paling banyak dimanfaatkan adalah hasil dari budidaya, yaitu sebesar 87% dan tumbuhan liar hanya sebesar 13% (gambar 5). Salah satu tumbuhan hasil budidaya adalah temulawak, kunyit, daun sirih, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan obat hasil dari budidaya. Sedangkan jenis tumbuhan obat yang tumbuh secara liar antara lain takokak, sambiloto, dan babandotan.
Tanaman obat yang dibudidayakan oleh masyarakat sekitar desa Dramaga biasanya sudah diketahui khasiatnya dan kegunaannya. Namun kebanyakan masyarakat tidak mengetahui kandungan yang ada didalam tumbuhan tersebut. Ada pula masyarakat yang menanam tumbuhan obat hanya sebagai tumbuhan hias. Khasiat dari tumbuhan obat liar memang lebih lebih sedikit diketahui oleh masyarakat desa Dramaga daripada tumbuhan hasil budidaya.
3.6 Keanekaragaman Bagian yang Digunakan
Dalam keanekaragaman  jenis tumbuhan obat hasil dari wawancara, masyarakat biasanya menggunakan bagian-bagian tertentu dari tumbuhan tersebut untuk diolah dan digunakan mengobati suatu penyakit tertentu. Dari 52 jenis tumbuhan obat hasil dari wawancara diketahui bahwa keanekaragaman bagian tumbuhan obat yang digunakan adalah daun, rimpang, buah, batang, kulit pohon, biji, getah dan bunga.  Daun adalah bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di desa Dramaga. Sedangkan bagian tumbuhan yang paling jarang digunakan adalah batang, kulit pohon, biji, getah dan bunga.
Bagian yang paling sering digunakan adalah daun dengan presentase sebesar 51%. Hal ini dikarenakan bagian daun merupakan bagian tumbuhan yang mudah didapatkan dan selalu ada dalam setiap musim tanaman. Bagian daun lebih dikenal masyarakat karena dalam pengelolaan menjadi obat lebih mudah biasanya hanya direbus, dicampur dengan air, atau dapat langsung dikonsumsi. Jenis tanaman yang dimanfaatkan daunnya sebagai obat, antara lain daun suji, pohon saga, sereh wangi, dan masih banyak lagi jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan bagian daunnya. Daun merupakan tempat pengolahan makanan yang berfungsi sebagai obat, mudah diperoleh, mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibandingkan dengan bagian-bagian tumbuhan lainnya (Hamzari 2008). Selain bagian daun, bagian buah juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di desa Dramaga sebagai tumbuhan obat dibandingkan bagian tumbuhan lainnya.  Bagian buah memiliki presentase sebesar 24%. Bagian buah banyak dimanfaatkan karena buah selain sebagai tanaman obat lebih dikenal sebagai tanaman pangan yang memiliki karakteristik rasa manis dan enak dikonsumsi.
3.7 Keanekaragaman Habitus
     Habitus merupakan perawakan dari suatu pohon maupun bentuk dari suatu tumbuhan, diantara bentuk pertumbuhan ini adalah herba, semak, pohon, perdu dan liana (Indriyanto 2006). Berdasarkan habitusnya, jenis-jenis tumbuhan yang berkhasiat obat berdasarkan wawancara dikelompokkan menjadienam jenis habitus, yaitu terna, herba, semak, perdu, pohon dan epifit.
            Berdasarkan diagram dibawah ini (gambar 7) dapat dilihat bahwa tumbuhan berkhasiat obat didominasi oleh pohon dengan presentase sebesar 31%, herba dengan presentase sebesar 25%, perdu sebesar 19%, terna sebesar 15%, semak sebesar 8%, dan yang paling sedikit ditemukan adalah habitus epifit dengan presentase sebesar 2%. Hal ini menunjukkan bahwa spesies pohon memiliki adaptasi yang tinggi pada lingkungan dimana habitatnya berada.
Pohon memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tumbuhan obat dan potensial diambil kayunya. Pohon dengan habitus lainnya merupakan kesatuan bentuk hidup tumbuhan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan (Khatalina 1999). Habitus tumbuhan obat berupa semak dan perdu merupakan tumbuhan berkayu, cabangnya dekat dengan pohon. Batang mereka tidak setinggi pohon. Semak tumbuh secara bergerombol. Sedamgkan herba ukurannya lebih pendek lagi dan batangnya lunak serta tidak membentu kayu. Tumbuhan epifit merupakan jenis tumbuhan yang menumpang tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya (Syamsir dan Ihsan 2012).
3.8 Keanekaragaman Tipe Habitat
Habitat merupakan tempat bagi tumbuhan untuk hidup dan berkembangbiak. Jenis tumbuhan obat yang banyak ditanaman oleh masyarakat di desa Dramga adalah di pekarangan rumahnya. Tumbuhan obat ditanaman di pekarangan rumah dengan alasan ingin memperindah rumah (tanaman obat sebagai tumbuhan hias), membuat asri halaman rumah serta membuat rumah menjadi lebih sejuk.
Berdasarkan gambar diatas (gambar 8) tumnbuhan obat banyak ditanam di pekarangan rumah dengan presentase sebesar 78%. Tumbuhan obat yang berada di pekarangan rumah kebanyakan merupakan tumbuhan hasil budidaya. Tumbuhan obat yang ditanam di sawah dan di kebun memiliki prrsentase masing-masing sebesar 9% dan 8%. Sedangkan tipe habitat di pinggir jalan memiliki pressentase sebesar 5% yang berarti bahwa tumbuhan obat yang tumbuh di pinggir jalan kebanyakan adalah tumbuhan liar.

SIMPULAN
Komposisi tumbuhan obat berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di desa Dramga adalah sebanyak 52 jenis spesies tumbuhan obat. Tumbuhan obat berdasarkan habitus atau perawakannya dikelompokkan menjadi enam kelompok dengan habitus tertinggi yaitu habitus pohon dengan presentase sebesar 31%. Tumbuhan obat yang ada di desa Dramaga berdasarkan status benyak merupkan tumbuhan yang sudah dibudidayakan. Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat adalah daun. Masyarakat desa Dramaga mengetahui manfaat tentang tumbuhan berkhasiat obat secara turun temurun. Masyarakat yang lebih banyak mengetahui tentang tumbuhan adalah yang berjenis kelamin perempuan karena perempuan lebih sering menggunakan tumbuhan untuk memasak atau pun membuat minuman sehingga mereka mengetahui khasiatnya. Rata-rata masayarakat di desa Dramaga yang mengetahui mengenai tumbuhan berkhasiat obat adalah masyarakat yang berumur lebih dari 30 tahun dan umumnya masyrakat bekerja sebagai wiraswaswa. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat masih sangat sederhana. Biasanya tumbuhan obat hanya direbus kemudian diminum airnya. Ada juga tumbuhan obat yang langsung dimakan atau ada pula tumbuhan obat yang di jadikan sebagai obat urut, yaitu dengan cara bagian dari tumbuhan ditumbuk (misalnya jahe).
SARAN
Upaya konservasi kawasan dan konservasi jenis diperlukan karena di desa Dramaga karena di desa ini masih banyak terdapat tumbuhan berkhasiat obat. Selain itu, diperlukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyrakat di desa Dramaga mengenai tumbuhan berkhasiat obat agar masyarakat lebih paham dan mengetahui lebih lanjut mengenai tumbuhan berkhasiat obat.
DAFTAR PUSTAKA
Gough S. 1997. Kekalahan Manusia Petani. Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Pertanian. Yogyakarta:  Kanisius.
Hamzari. 2008. Identifikasi tanaman obat-obatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan Tabo-tabo. Jurnal hutan dan Masyarakat Vol. 3 : 2(111-234).
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid IV. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Hornok L. 1992. General aspects of medicinal plants. Di dalam: Hornok L, editor. Cultivation and Processing of medicinal Plants. New York: John Wiley & Sons. hlm 3-9.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Syamsir E dan Ihsan K. 2012. Mengenal Tanaman Obat Seri I. Bogor: Seafast Center IPB.
Yuliyanto. 2011. Dasar-dasar Budidaya Tanaman. Jakarta : Politeknik Citra Widya Edukasi. 


0 comments:

Post a Comment