BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ruang
terbuka hijau (RTH) merupakan areal berupa ruang terbuka yang bervegetasi yang
mempunyai fungsi perlindungan, pemanfaatan, dan pelestarian lingkungan. Ruang
terbuka hijau (RTH) menurut Nurisjah (1997) adalah ruang terbuka yang ditanami
dengan tanaman, mulai dari yang bersifat alami (rumput, jalur hijau, taman
bermain, dan taman lingkungan di daerah pemukiman).
Fungsi RTH dapat berbentuk hutan kota, taman
kota, taman pemakaman umum, lapangan olahraga, jalur hijau jalan raya, bantaran
rel kereta api, bantaran sungai, dan kawasan pertanian.
Peran
ruang terbuka hijau dalam suatu lingkungan,
yaitu (1) merupakan unsur keindahan disebabkan menciptakan harmoni tata
lingkungan, (2) dapat mengurangi pencemaran, dan (3) memberikan ruang gerak bagi
masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu peran RTH menurut Simonds (1983)
yaitu sebagai penyumbang ruang bernapas yang segar, keindahan visual, sebagai
paru-paru kota, sumber air dalam tanah, mencegah erosi, keindahan dan kehidupan
satwa, serta sebagai unsur pendidikan.
Ruang
terbuka hijau juga berfungsi menciptakan kenyamanan bagi manusia melalui faktor
iklim yaitu suhu, radiasi matahari, curah hujan dan kelembapan, vegetasi dapat
menyerap panas dari pancaran sinar matahari dan memantulkannya sehingga dapat
menurunkan suhu mikroklimat (Carpenter et
al 1975).Oleh karena itu
diperlukannya suatu analisis keguanaan
pohon yang dapat dijadikan tanaman pengisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) agar
mencapai tujuan yang optimal dari RTH tersebut.
1.2
Tujuan
Tujuan
praktikum kali ini yaitu untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh pohon-pohon
yang ada di arboretum fakultas kehutanan yang digunakan dijadikan sebagai tanaman
Ruang Terbuka Hijau.
BAB II
METODOLOGI
2.1
Waktu dan Tempat
Praktikum
Ilmu Hutan Kota dilaksanakan pada tanggal 11 September 2013 pukul 10.00 – 12.00
WIB di Arboretum Fahutan IPB Darmaga.
2.2
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan selama praktikum yaitu alat tulis dan objek yang diamati adalah
tumbuhan yang terdapat di Arboretum Fahutan plot lima.
2.3
Jenis Data
Jenis
data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder
didapatkan melalui studi literatur.
2.4
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang digunakan pada praktikum Ilmu
Hutan Kota yaitu dengan menggunakan data sekunder dan data
primer. Data sekunder digunakan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi
dasar mengenai tanaman ruang terbuka hijau dengan memperoleh
data dari berbagai sumber diantaranya, buku, jurnal, maupun laporan ilmiah
lainnya. Data primer diproleh
dengan cara observasi langsung ke lokasi praktikum dengan cara
melakukan inventarisasi tumbuhan di plot 5, dengan klasifikasi tingkatan semai,
pancang, tiang, dan pohon.
2.5
Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis deskriptif
dengan tabulasi.
BAB III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Tabel 1.
Inventarisasi Tumbuhan pada Plot Lima
No.
|
Tingkatan
|
Jenis Tanaman
|
Jumlah
|
Jarak (m)
|
1.
|
Semai
|
Kayu naga (Draceena cinnabari)
|
73
|
|
2.
|
Kayu hitam (Diospyros
celebica)
|
32
|
|
|
3.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
22
|
|
|
4.
|
Katup
|
7
|
|
|
5.
|
Meranti Kuning (Shorea spp.)
|
4
|
|
|
6.
|
Asam jawa (Tamarindus indica)
|
14
|
|
|
7.
|
Jati putih (Gmelina arborea)
|
3
|
|
|
8.
|
Meranti tembaga (Shorea spp.)
|
8
|
|
|
1.
|
Pancang
|
Meranti kuning (Shorea spp.)
|
15
|
|
2.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
19
|
|
|
3.
|
Leda (Eucalyptus deglupta Blume)
|
4
|
|
|
4.
|
Kayu hitam (Diospyros
celebica)
|
7
|
|
|
5.
|
Kayu naga (Draceena cinnabari)
|
8
|
|
|
6.
|
Meranti merah (Shorea spp.)
|
3
|
|
|
7.
|
Meranti tembaga (Shorea spp.)
|
9
|
|
|
1.
|
Tiang
|
Kayu naga (Draceena cinnabari)
|
1
|
|
2.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
5
|
|
|
3.
|
Suren (Toona spp.)
|
5
|
|
|
4.
|
Balau (Shorea spp.)
|
1
|
|
|
5.
|
Tengkawang (shorea sp.)
|
2
|
|
|
6.
|
Mahoni (Swietenia mahagoni)
|
1
|
|
|
7.
|
Jati putih (Gmelina arborea)
|
2
|
|
|
1.
|
Pohon
|
Balau (Shorea spp.)
|
|
4x3
|
2.
|
Pohon A
|
|
5x4
|
|
3.
|
Pohon B
|
|
5x5
|
|
4.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
5x3
|
|
5.
|
Pulai (Alstonia scholaris)
|
|
3x3
|
|
6.
|
Hayya
|
|
3x6
|
|
7.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
1x1
|
|
8.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
1x1
|
|
9.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
2x2
|
|
10.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
2x6
|
|
11.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
6x5
|
|
12.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
5x3
|
|
13.
|
Pinus (Pinus merkusii)
|
|
2x3
|
|
14.
|
Shorea
sp.
|
|
3x2
|
|
15.
|
Hayya
|
|
2x3
|
|
16.
|
Shorea
sp.
|
|
3x7
|
|
17.
|
Pinus (Pinus
merkusii)
|
|
2x2
|
|
18.
|
Pinus (Pinus merkusii)
|
|
2x2
|
|
19.
|
Pinus (Pinus
merkusii)
|
|
2x6
|
|
20.
|
Shorea
sp.
|
|
3x4
|
|
21.
|
Shorea
sp.
|
|
4x5
|
|
22.
|
Kayu afrika (Measopsis emenii)
|
|
2x6
|
|
23.
|
Shorea
sp.
|
|
2x6
|
3.2
Pembahasan
Pohon merupakan vegetasi utama penyusun ruang terbuka hijau (RTH). Di dalam RTH terdapat unsur vegetasi rumput,
tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang, dan pohon. Unsur lain dapat berupa
liana, epifit, parasit, dan lain-lain. Pohon mendominasi vegetasi di RTH karena fungsi utama RTH yaitu
membentuk iklim mikro di suatu lingkungan atau kawasan. Pohon merupakan tumbuhan utama
sebagai penyerap polutan dan pembentuk iklim mikro tersebut. Tanpa adanya
pohon, suatu kawasan hijau tidak dapat disebut ruang terbuka hijau.
Tumbuhan
dalam ekosistem berperan sebagai produsen
pertama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk
lainnya dan mengubah CO2 menjadi O2 dalam proses fotosintesis (Darmawan 2011).
Pohon memiliki kemampuan menyerap gas karbondioksida dan mengubahnya menjadi
oksigen dan energi. Proses tersebut dinamakan fotosintesis yang artinya suatu
reaksi sintesis yang dibantu oleh cahaya matahari. Proses tersebut tidak
membutuhkan bahan baku yang kompleks, hanya membutuhkan gas karbondioksida dan
air. Hal tersebut tentunya menjadi aset penting bagi proses daur ulang dalam
lingkungan. Kemampuan pohon untuk mendaur ulang gas polutan menjadi zat
bermanfaat menjadi hal yang sangat penting bagi kelangsungan bumi.
Untuk mengoptimalkan fungsi RTH maka dipilih jenis-jenis pohon yang
memiliki kemampuan lebih dalam menciptakan iklim mikro dibandingkan jenis pohon lain.
Kemampuan tersebut dapat berupa penyerapan karbondioksida maupun kemampuan
dalam menyerap jenis gas polutan lain yang tidak dapat diserap oleh kebanyakan
pohon. Pemilihan jenis pohon juga dapat dilakukan untuk membentuk estetika suatu lingkunan. Jenis pohon
yang memiliki tajuk yang indah dan memiliki nilai estetika dapat dimanfaatkan
untuk membentuk estetika kota.
Dalam memilih jenis tanaman untuk pembangunan RTH, direkomendasikan dipilih jenis
tanaman pohon hutan, serta disesuaikan dengan bentuk dan tipe penghijauan kota.
Secara umum, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih pohon untuk
penghijauan kota antara lain :
a.
Mempunyai perakaran yang dalam, kuat, tidak mudah tumbang
dan tidak mudah menggugurkan ranting dan daun.
b.
Mampu tumbuh di tempat terbuka di berbagai jenis tanah
c.
Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap gangguan fisik
d.
Tidak memerlukan perawatan yang intensif
e.
Berumur panjang
f.
Tahan terhadap kekurangan air
g.
Pohon-pohon langka dan unggulan setempat
h.
Pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai
ekonomis
i.
Pohon-pohon yang teduh, indah, penghasil buah yang
disenangi burung, kupu-kupu dan sebagainya
j.
Pohon-pohon yang mempunyai evapotranspirasi rendah untuk
daerah yang bermasalah dengan menipisnya air tanah dan intrusi air laut.
k.
Pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi abrasi untuk
daerah pantai.
Semai merupakan anakan pohon yang
masih berukuran kurang dari 1,5 m. Dari hasil inventarisasi di Arboretum Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dramaga pada plot lima
dapat dijumpai beberapa
jenis semai yaitu kayu
naga, kayu hitam, kayu afrika, katup, meranti kuning, asam jawa, gmelina serta
meranti tembaga. Semai
berfungsi untuk regenerasi atau penggati
pohon yang sudah tua sehingga pohon tersebut tetap ada. Jumlah semai yang ada di plot lima cukup banyak dan kondisinya cukup baik sehingga dapat digunakan
untuk regenerasi di arboretum itu sendiri atau dapat pula ditanam di tempat
lain. Dari semai yang
ada untuk tumbuh menjadi pohon dewasa akan semakin kecil karena semai memiliki
kerentanan, sehingga semakin banyak semai yang tumbuh maka akan semakin baik
karena pada saat pertumbuhan menuju dewasa akan terjadi persaingan
antar tanaman, baik antar jenis yang sama
maupun antar jenis yang berbeda serta dapat terserang
hama dan penyakit.
Jenis semai yang banyak ditemukan di arboretum fakultas kehutanan pada plot
lima adalah kayu naga dengan jumlah sebesar 73 semai, sedangkan jumlah yang
paling sedikit adalah gmelina hanya sebesar 3 semai saja.
Pancang dan tiang dalam plot lima
mempunyai jumlah yang cukup banyak sehingga baik untuk produktifitas serta
keberlanjutan ruang terbuka hijau. Semakin banyak pancang dan tiang yang ada di
arboretum fakultas kehutanan maka semakin terjamin keberlangsungan ruang
terbuka hijau tersebut. Jarak tanam yang terdapat di arboretum fakultas
kehutanan kurang tertata rapi dikarenakan untuk semai ada yang tumbuh secara alami.
Tanaman yang tumbuh berasal dari biji yang jatuh langsung ke lantai RTH.
Sedangkan untuk pohon-pohon yang berukuran besar jarak tanamnya cukup rapi dan
memiliki jarak tanam yang cukup baik karena kebanyakan pohon itu ditanam oleh
manusia berbeda dengan semai, pancang, maupun tiang yang tumbuh secara alami.
Jenis
dominan di Arboretum Fahutan salah satunya adalah Pinus (Pinus merkusii ). Daun dan tajuk pinus dapat mengurangi hujan netto
melalui proses intersepsi Dalam penelitian yang
dilakukan di Gunung Walat dari tahun 1999-2001, Mulyana et al. (2002) dalam
Pusat Pengembangan Sumberdaya Hutan Perhutani (2002) menyebutkan bahwa kehilangan
air (curah hujan) akibat proses in-tersepsi dari pinus adalah yang tertinggi
(15,7%) dibandingkan hutan agathis (14,7%) dan puspa (13,7%). Untuk menjaga
keberlanjutan manfaat pinus, baik dari sisi ekonomi (produksi getah) dan fungsi
lingkungan, pengaturan jarak tanam dan kelas umur perlu dilakukan. Jarak tanam
yang disarankan oleh Pudjiharta (2005) adalah 4 m x 4 m. Pinus di Arboretum
Fahutan ditanam dengan rata-rata jarak tanam sekitar 2 m x 2 m yang artinya
tidak sesuai dengan literatur.
Dalam
praktikum Ilmu Hutan Kota yang dilaksanakan di Arboretum Fakultas Kehutanan
kondisinya secara umum sudah memenuhi faktor-faktor jenis tanaman yang baik
ditanam untuk RTH. Jenis tanaman yang ditanam ada yang berfungsi untuk menyerap
partikel limbah, menyerap CO2 dan penghasil O2, serta
pelestarian air tanah. Pohon mahoni dan asam jawa berfungsi untuk penyerap
partikel timbal. Mahoni, meranti merah, dan kayu hitam baik dalam penyerapan
dan penyerap debu semen. Selain itu, suhu udara di daerah sekitar arboretum
Fakultas Kehutanan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh
tanaman.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pohon yang mendominasi pada plot 5
Arboretum Fahutan adalah jenis Pinus (Pinus
merkusii) dan Kayu afrika (Measopsis
emenii). Jarak tanam kedua jenis pohon tersebut tidak sesuai dengan
literatur. Keberadaan Arboretum Fakultas Kehutanan sebagai Ruang Terbuka Hijau
sangat diperlukan karena berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Fungsi
Arboretum Fahutan yaitu menciptakan iklim mikro, estetika, penyerap air, serta
habitat beberapa binatang.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian
yang lebih menyeluruh sehingga dapat dihasilkan data yang dapat digunakan untuk
pengelolaan Arboretum Fahutan sebagai Ruang Terbuka Hijau di kampus Institut
Pertanian Bogor agar dapat berfungsi optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenter PL, Walker TD, dan Lanphear
FO. 1975. Plants in The Landscape.
San Fransisco: W.H. Freeman and Company.
Darmawan. 28 Juli
2011. Perlunya Cadangan Hutan Kota di Bangka Barat. Bangkapos: http://bangka.tribunnews.com/2011/07/28/perlunya-cadangan-hutan-kota-di-bangka-barat. [terhubung berkala 18 September 2013].
Nurisjah S. 1992. Tanaman dan Vegetasi Untuk Suatu Lansekap
Kota. Makalah dalam Rangka Sarasehan Penghijauan Kota Baru Cibinong. Studio
Arsitektur Pertanaman Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian IPB.
Bogor.
Pudjiharta
A. 2005. Permasalahan Aspek Hidrologis Hutan Tusam dan Upaya
Mengatasinya. Jurnal
Anali-is Kehutanan 2 (2) : 129-144. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.
Pusat
Pengembangan Sumberdaya Hutan Perhutani. 2002. Hutan Pinus dan Hasil Air.
Perhutani. Cepu. Hal. 12-13.
0 comments:
Post a Comment