Abstrak
Seks rasio
jenis kelamin sangat tergantung pada suhu inkubasi. Suhu optimum 28-30 C dapat
mengakibatkan sek rasio 1:1. suhu tinggi akan meproduksi tukik perempuan, dan sebaliknya. suhu inkubasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti curah hujan, suhu udara,
Kelembaban udara rata udara, suhu pasir, kelembaban pasir, pasir jenis dan
vegetasi. Penelitian yang dilakukan di pantai Sukamade- jawa timur dan pulau-salangki
kalimantan timur.
Hasil penelitian menunjukkan rasio jenis kelamin yang tidak seimbang dari penyu di setiap daerah penelitian. pantai Sukamade dihasilkan 75% dari penyu jantan di bawah jaring vegetasi, penyu perempuan 100% dalam sarang di pantai terbuka, dan 87,5% penyu jantan di pembenihan. sedangkan rasio jenis kelamin penyu di Pulau Sangalaki adalah 100% jantan dalam jaring di bawah vegetasi, penyu jantan72,22% di pantai sarang terbuka dan penyu jantan 94,44% di pembenihan.
Hasil penelitian menunjukkan rasio jenis kelamin yang tidak seimbang dari penyu di setiap daerah penelitian. pantai Sukamade dihasilkan 75% dari penyu jantan di bawah jaring vegetasi, penyu perempuan 100% dalam sarang di pantai terbuka, dan 87,5% penyu jantan di pembenihan. sedangkan rasio jenis kelamin penyu di Pulau Sangalaki adalah 100% jantan dalam jaring di bawah vegetasi, penyu jantan72,22% di pantai sarang terbuka dan penyu jantan 94,44% di pembenihan.
Kata
kunci : Seks rasio, suhu, lingkungan
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang
kaya akan spesies penyu. Dari tujuh spesies penyu yang ada di dunia enam
diantaranya berada di perairan indonesia. Akan tetapi kebereadaan spesies penyu
telah mengalami penurunan populasi yang cukup tinggi, bahkan telah dikaegorikan
terancam punah (IUCN 2007). Oleh karena itu, semua spesies penyu diberikan
perlindungan baik nasional (UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No 7 dan 8 Tahun 1999)
maupun internasional ( Appendix I CITES).
Ancaman yang menyebabkan penurunan
populasi penyu hijau oleh faktor intrinsik juga dapat disebabkan oleh faktor
eksternal yaitu alam dan anthopogenik (manusia). Sehingga dibutuhkan penanganan
yang serius untuk tetap menjaga kelestarian populasi penyu hijau di alam, salah
satunya dengan melakukan upaya konservasi pada habitat peneluran (nesting site) seperti dilakukan
diberbagai pantai peneluran di Indonesia.
Menurut Limpus (2002) bahwa seks
rasio optimal dalam satu sarang adalah apabila mengahasilkan jantan : betina =
1:1 Atau setidaknya menghasilkan jantan : betina = 3:7. Menurut Larios (1999)
menyatakan bahwa penye memiliki tipe penentuan jenis kelamin yang dipengaruhi
oleh lingkungan (environmental sex
determination/ ESD).
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan berupa studi
literatur yang bersumber dari salah satu skripsi yang sesuai dengan
permasalahan yang akan dibahas mengenai parameter demografi.
Hasil dan Pembahasan
Ukuran
populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi mengenai jumlah total
individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu. Kepadatan populasi merupakan
besaran populasi dalam suatu unit ruang, pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah
individu di dalam satu unit luas atau volume. Menurut Alikodra (2002), nilai
kepadatan diperlukan karena dapat menunjukan kondisi daya dukung habitat. Data
dan informasi mengenai ukuran populasi dapat digunakan untuk mengetahui status
ekologis suatu populasi jenis satwaliar tertentu (Kartono, 1994). Ukuran
populasi penyu hijau kurang diketahui hal ini dapat dikarenakan kurangnya
penelitian. Sehingga menyebabkan kurang tersedianya data yang dinginkan.
Natalitas
adalah kemampuan
yang sudah merupakan sifat populasi untuk bertambah (Odum, 1971). Menurut
Santosa (1993), tingkat kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah total
kelahiran dan jumlah total induk (potensial induk bereproduksi) yang terlihat
pada akhir periode kelahiran. Angka kelahiran pada penyu hijau diberbagai
tempat peneluran menurut Mupit (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kelahiran
pada penyu hijau di berbagai peneluran pada periode desember 2010- februari
2011 paling tinggi di Pulau Salangki. Pada bulan desember 2011 ditemukan 192 sarang
di Pulau salangki.
Mortalitas
didefinisikan
sebagai jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Angka kematian pada penyu kurang diketahui berapa
jumlahnya. Tetapi, dari hasil dikehui jumlah penyu hijau di Indonesia saat ini
sudah berkurang drastis. Hal ini dikarenakan hilagnya habitat untuk penyu hijau
atau rusaknya habitat penyu hijau.
Sex ratio adalah perbandingan antara jumlah
individu jantan dengan jumlah individu betina dari suatu populasi, biasanya
dinyatakan sebagai jumlah jantan dalam 100 individu betina (Alikodra, 1990;
Caughley, 1977). Menurut Santosa (1993), sex ratio adalah suatu perbandingan
antara jumlah jantan potensial reproduksi terhadap banyaknya betina yang
potensial reproduksi. Seks rasio yang dihasilkan diberbagai pntai peneluran
dipengaruhi oleh kondisi temperatur inkubasi. Godfrey (1997) menyatakan bahwa seks rasio kelahiran penyu
ditentukan oleh masa inkubasi telah memasuki TSP dan temperatur sarang berada
pada kondisi di atas pivotal maka akan merangsang pembentukan tukik betina
lebih dominan, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan seks rasio 1:1 pada
penyu hijau ditentukan pada rerata temperatur 29,4ÂșC (Ackerman 1997).
Hubungan yang erat antara seks
rasio yang dihasilkandiberbagai pantai peneluran utama di Indonesia dengan
temperatur inkubasi terbukti berdasarkan analisis korelasi yang menunjukkan
adanya hubungan antara seks rasio dengan temperatur inkubasi.
Tabel 1. Data hasil identifikasi
jenis kelamin tukik penyu hijau (seks Rasio) di Berbagai Pantai peneluran
Tipe Sarang
|
Sukamade
|
Sangalaki
|
||||||
Jumlah
|
Jantan
|
Betina
|
Presentase Jantan
|
Jumlah
|
Jantan
|
Betina
|
Presentase Jantan
|
|
Sarang di bawah vegetasi
|
8
|
6
|
2
|
75%
|
18
|
18
|
0
|
100%
|
Sarang terbuka
|
8
|
0
|
8
|
100%
|
18
|
13
|
5
|
72,22%
|
Penetasan
|
8
|
7
|
1
|
87,5%
|
18
|
17
|
1
|
94,44%
|
Seks rasio yang dihasilkan di berbagai pantai
peneluran Indonesia adalah pada pantai Sikamade yaitu sarang dibawah vegetasi,
di pantai terbuka dan sarang dipenetasan menghasilkan seks rasio jantan :
betina masing-masing 6:2 (75% jantan), 0:8 (100% jantan), dan 7:1 (87,5%
jantan). Kurang memadainya tempat penetasan ], kurangya penyinaran matahari
tidak dapat menembus sarang akibatnya pasir menjadi lembab sehingga berpeluang
terhadap berkembangnya bakteri dan penurunan drastis. Selain itum seks rasio
yang dihasilkan donibab jantan.
Faktor
lain yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penetasan telur penyu hijau selain
faktor biotik dan fisik adalah faktor manusia. Pada saat dilakukan penelitian
tingginya aktivitas manusia yang melakukan pembangunan cottage (tempat
penginapan) dan rekreasi serta sinar lampu, khususnya di Kepulauan Derawan
diduga mengganggu aktivitas penyu untuk bertelur. Sedangkan di Pulau Sangalaki
lebih mengarah ke faktor lingkungan alami, akibat musim gelombang dan angin
utara yang mengakibatkan abrasi pantai. Di Pulau Semama, lebih ke faktor cuaca
yang ekstrim sehingga tidak adanya
tempat untuk
aktivitas bertelurnya penyu hijau di pantai yang tertutup oleh sampah dan kayu
log.
Data yang diperoleh dalam parameter demografi penyu
hijau kurang memadai sehingga hanya ditemukan seks raso dan jumlah kelahirannya
saja. Sehingga sangat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Kesimpulan
Dari hasil data di atas dapat disimpulkan bahwa
kurangnya pengeloaan pantai sehingga menyebabkan menurunnya jumlah penyu hijau.
Selain itu, di pantai peneluran jumlah telur yang menetas lebih banyak jantan
daripada betina. Sehingga diperlukan perbaikan dan perawatan lokasi peneluran
supaya penyu hijau dapat terus berbiak dan tidak punah. Selain itu, juga
kurangnya penelitian tentang parameter demografi. Di lokasi peneluran lebih
dari 75% yang menetas adalah betina hal ini dapat menyebabkan kepunahan serta
temperatur lingkungan yang memiliki suhu rendah sehingga menyebabkan sarang
telur rentan terserang bakteri.
Daftar
Pustaka
Ackerman, RA. 1997. The Nest Environment and the
Embryonic Development of Sea Turtle. In : the Biology of Sea Turttles. PL Lutz
and J.A. Musick. CRC Press, Inc. USA.
Alikodra HS. 2002.
Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.
Godfrey, M.H. 1997. Sex Rations of Sea Turtle Hatchlings : Direct and Indirect estimates.
Ph.D. Thesis, Dept. Of Zoology, University of Toronto
IUCN. 2007. The IUCN Red List of Treatened Species,
IUCN the Worrld Convervation Union
Larios, H.M. 1999. Determining
Hatchlings Sex, In:Research and Managemenent Techniques for the Conservation of
Sea Turtles. Publ No. 4 K.L.Eckert; K.A. Bjorndal; F.A.A Grobois, and M.
Donnelly. IUCN/SSC Marine Turtle Specialist Group. P.130-135.
Limpus, C.J. 2002. SEAFDEC Regional Training Course on
Marine Turtles Terengganu, 24-31 Augst 1998. In : Kompilasi Materi Pelatihan
Biologi dan Konservasi Penyu Tiga Negara. WWF Sulu Sulawesi Marine Ecoregion
(Indonesia, Malaysia, Filipina). Kep. Derawan-Kalimantan Timur.
Mupit,
D. Sudrajat dan Dijan Sunar Rukmani. 2011. Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur
Penyu Hijau (Chelonia mydas L.)
Berdasarkan Karakteristik Pantai di Kepulauan Derawan Kabupaten Berau
Kalimantan Timur. Mulawarman Scientifie 2:10.
0 comments:
Post a Comment