Tuesday, September 22, 2015

Identifikasi Seks Rasio Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Berbagai Pantai Peneluran Utama di Indonesia

Abstrak
Seks rasio jenis kelamin sangat tergantung pada suhu inkubasi. Suhu optimum 28-30 C dapat mengakibatkan sek rasio 1:1. suhu tinggi akan meproduksi tukik  perempuan, dan sebaliknya. suhu inkubasi dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti curah hujan, suhu udara, Kelembaban udara rata udara, suhu pasir, kelembaban pasir, pasir jenis dan vegetasi. Penelitian yang dilakukan di pantai Sukamade- jawa timur dan pulau-salangki kalimantan timur.
Hasil penelitian menunjukkan rasio jenis kelamin yang tidak seimbang dari  penyu di setiap daerah penelitian. pantai Sukamade dihasilkan 75% dari penyu  jantan di bawah jaring vegetasi, penyu  perempuan 100% dalam sarang di pantai terbuka, dan 87,5%  penyu  jantan di pembenihan. sedangkan rasio jenis kelamin penyu di Pulau Sangalaki adalah  100% jantan dalam jaring di bawah vegetasi, penyu jantan72,22% di pantai sarang terbuka dan penyu jantan 94,44% di pembenihan.
Kata kunci : Seks rasio, suhu, lingkungan


Pendahuluan


Indonesia merupakan negara yang kaya akan spesies penyu. Dari tujuh spesies penyu yang ada di dunia enam diantaranya berada di perairan indonesia. Akan tetapi kebereadaan spesies penyu telah mengalami penurunan populasi yang cukup tinggi, bahkan telah dikaegorikan terancam punah (IUCN 2007). Oleh karena itu, semua spesies penyu diberikan perlindungan baik nasional (UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No 7 dan 8 Tahun 1999) maupun internasional ( Appendix I CITES).
            Ancaman yang menyebabkan penurunan populasi penyu hijau oleh faktor intrinsik juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal yaitu alam dan anthopogenik (manusia). Sehingga dibutuhkan penanganan yang serius untuk tetap menjaga kelestarian populasi penyu hijau di alam, salah satunya dengan melakukan upaya konservasi pada habitat peneluran (nesting site) seperti dilakukan diberbagai pantai peneluran di Indonesia.
            Menurut Limpus (2002) bahwa seks rasio optimal dalam satu sarang adalah apabila mengahasilkan jantan : betina = 1:1 Atau setidaknya menghasilkan jantan : betina = 3:7. Menurut Larios (1999) menyatakan bahwa penye memiliki tipe penentuan jenis kelamin yang dipengaruhi oleh lingkungan (environmental sex determination/ ESD).
METODE PENELITIAN

            Data yang digunakan berupa studi literatur yang bersumber dari salah satu skripsi yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas mengenai parameter demografi.
Hasil dan Pembahasan
Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi mengenai jumlah total individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu. Kepadatan populasi merupakan besaran populasi dalam suatu unit ruang, pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau volume. Menurut Alikodra (2002), nilai kepadatan diperlukan karena dapat menunjukan kondisi daya dukung habitat. Data dan informasi mengenai ukuran populasi dapat digunakan untuk mengetahui status ekologis suatu populasi jenis satwaliar tertentu (Kartono, 1994). Ukuran populasi penyu hijau kurang diketahui hal ini dapat dikarenakan kurangnya penelitian. Sehingga menyebabkan kurang tersedianya data yang dinginkan.

Natalitas adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat populasi untuk bertambah (Odum, 1971). Menurut Santosa (1993), tingkat kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah total kelahiran dan jumlah total induk (potensial induk bereproduksi) yang terlihat pada akhir periode kelahiran. Angka kelahiran pada penyu hijau diberbagai tempat peneluran menurut Mupit (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kelahiran pada penyu hijau di berbagai peneluran pada periode desember 2010- februari 2011 paling tinggi di Pulau Salangki. Pada bulan desember 2011 ditemukan 192 sarang di Pulau salangki.

Mortalitas didefinisikan sebagai jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Angka  kematian pada penyu kurang diketahui berapa jumlahnya. Tetapi, dari hasil dikehui jumlah penyu hijau di Indonesia saat ini sudah berkurang drastis. Hal ini dikarenakan hilagnya habitat untuk penyu hijau atau rusaknya habitat penyu hijau.

Sex ratio adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dengan jumlah individu betina dari suatu populasi, biasanya dinyatakan sebagai jumlah jantan dalam 100 individu betina (Alikodra, 1990; Caughley, 1977). Menurut Santosa (1993), sex ratio adalah suatu perbandingan antara jumlah jantan potensial reproduksi terhadap banyaknya betina yang potensial reproduksi. Seks rasio yang dihasilkan diberbagai pntai peneluran dipengaruhi oleh kondisi temperatur inkubasi. Godfrey  (1997) menyatakan bahwa seks rasio kelahiran penyu ditentukan oleh masa inkubasi telah memasuki TSP dan temperatur sarang berada pada kondisi di atas pivotal maka akan merangsang pembentukan tukik betina lebih dominan, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan seks rasio 1:1 pada penyu hijau ditentukan pada rerata temperatur 29,4ÂșC (Ackerman 1997). 
Hubungan yang erat antara seks rasio yang dihasilkandiberbagai pantai peneluran utama di Indonesia dengan temperatur inkubasi terbukti berdasarkan analisis korelasi yang menunjukkan adanya hubungan antara seks rasio dengan temperatur inkubasi.




Tabel 1. Data hasil identifikasi jenis kelamin tukik penyu hijau (seks Rasio) di Berbagai Pantai peneluran
Tipe Sarang
Sukamade
Sangalaki
Jumlah
Jantan
Betina
Presentase Jantan
Jumlah
Jantan
Betina
Presentase Jantan
Sarang di bawah vegetasi
8
6
2
75%
18
18
0
100%
Sarang terbuka
8
0
8
100%
18
13
5
72,22%
Penetasan
8
7
1
87,5%
18
17
1
94,44%



Seks rasio yang dihasilkan di berbagai pantai peneluran Indonesia adalah pada pantai Sikamade yaitu sarang dibawah vegetasi, di pantai terbuka dan sarang dipenetasan menghasilkan seks rasio jantan : betina masing-masing 6:2 (75% jantan), 0:8 (100% jantan), dan 7:1 (87,5% jantan). Kurang memadainya tempat penetasan ], kurangya penyinaran matahari tidak dapat menembus sarang akibatnya pasir menjadi lembab sehingga berpeluang terhadap berkembangnya bakteri dan penurunan drastis. Selain itum seks rasio yang dihasilkan donibab jantan.  
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penetasan telur penyu hijau selain faktor biotik dan fisik adalah faktor manusia. Pada saat dilakukan penelitian tingginya aktivitas manusia yang melakukan pembangunan cottage (tempat penginapan) dan rekreasi serta sinar lampu, khususnya di Kepulauan Derawan diduga mengganggu aktivitas penyu untuk bertelur. Sedangkan di Pulau Sangalaki lebih mengarah ke faktor lingkungan alami, akibat musim gelombang dan angin utara yang mengakibatkan abrasi pantai. Di Pulau Semama, lebih ke faktor cuaca yang ekstrim sehingga tidak adanya
tempat untuk aktivitas bertelurnya penyu hijau di pantai yang tertutup oleh sampah dan kayu log.

Data yang diperoleh dalam parameter demografi penyu hijau kurang memadai sehingga hanya ditemukan seks raso dan jumlah kelahirannya saja. Sehingga sangat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Kesimpulan
Dari hasil data di atas dapat disimpulkan bahwa kurangnya pengeloaan pantai sehingga menyebabkan menurunnya jumlah penyu hijau. Selain itu, di pantai peneluran jumlah telur yang menetas lebih banyak jantan daripada betina. Sehingga diperlukan perbaikan dan perawatan lokasi peneluran supaya penyu hijau dapat terus berbiak dan tidak punah. Selain itu, juga kurangnya penelitian tentang parameter demografi. Di lokasi peneluran lebih dari 75% yang menetas adalah betina hal ini dapat menyebabkan kepunahan serta temperatur lingkungan yang memiliki suhu rendah sehingga menyebabkan sarang telur rentan terserang bakteri.



Daftar Pustaka
Ackerman, RA. 1997. The Nest Environment and the Embryonic Development of Sea Turtle. In : the Biology of Sea Turttles. PL Lutz and J.A. Musick. CRC Press, Inc. USA.
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.
Godfrey, M.H. 1997. Sex Rations of Sea Turtle Hatchlings : Direct and Indirect estimates. Ph.D. Thesis, Dept. Of Zoology, University of Toronto
IUCN. 2007. The IUCN Red List of Treatened Species, IUCN the Worrld Convervation Union
Larios, H.M. 1999. Determining Hatchlings Sex, In:Research and Managemenent Techniques for the Conservation of Sea Turtles. Publ No. 4 K.L.Eckert; K.A. Bjorndal; F.A.A Grobois, and M. Donnelly. IUCN/SSC Marine Turtle Specialist Group. P.130-135.
Limpus, C.J. 2002. SEAFDEC Regional Training Course on Marine Turtles Terengganu, 24-31 Augst 1998. In : Kompilasi Materi Pelatihan Biologi dan Konservasi Penyu Tiga Negara. WWF Sulu Sulawesi Marine Ecoregion (Indonesia, Malaysia, Filipina). Kep. Derawan-Kalimantan Timur.
Mupit, D. Sudrajat dan Dijan Sunar Rukmani. 2011. Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (Chelonia mydas L.) Berdasarkan Karakteristik Pantai di Kepulauan Derawan Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Mulawarman Scientifie 2:10.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.

0 comments:

Post a Comment